Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Hajinews.id – Bukan hanya melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulida ke Polda Metro Jaya. Luhut Binsar Panjaitan juga mengancam akan menggugat secara perdata dengan nilai tuntutan 100 miliar rupiah.
Sombongnya, Luhut Binsar Panjaitan sesumbar kalau gugatan itu menang uang 100 miliar akan dibagikan kepada rakyat Papua. Padahal, rakyat Papua jelas tak membutuhkan duit Luhut. Rakyat Papua inginkan keadilan, mereka hidup miskin diatas kekayaan alam yang berlimpah.
Ujaran ini jelas kesombongan yang bermodal ‘hah’ doang. Luhut tak berani bagikan uang 100 miliar secara langsung dari koceknya, tapi menunggu putusan pengadilan. Padahal, kekayaannya meningkat berlipat meski dalam situasi pandemi.
Padahal, sudah pasti Luhut kalah di pengadilan. Bagaimana mungkin, aktivitas kritik yang dijamin konstitusi dipersoalkan secara perdata ? Bagaimana mungkin, omong-omong di YouTube dituntut 100 miliar ?
Gugatan 100 miliar hanyalah gertak sambal. Janji membagikan uang gugatan ke masyarakat Papua, adalah janji yang merendahkan rakyat Papua disebabkan :
Pertama, ini adalah bentuk pelecehan kepada rakyat Papua. Dikiranya, rakyat Papua miskin harga diri, sehingga dijadikan objek unjuk kesombongan dengan janji yang cuma pepesan kosong.
Kedua, jangankan 100 miliar, satu rupiah pun tidak ada yang diberikan. Luhut Binsar Panjaitan hanya obral janji sambil mengunakan gugatan sebagai sarana mengancam Haris Azhar dan Fatia Maulida.
Ketiga, rakyat Papua tentu lebih tertolong dengan kritikan Haris dan Fatia yang mbongkar mafia tambang yang melibatkan unsur kekuasaan di Papua. Selama ini, warga Papua hanya kebagian residu tambang, polusi, kerusakan alam dan lingkungan.
Jadi, angka 100 miliar yang dijanjikan Luhut Binsar Panjaitan untuk rakyat Papua adalah pepesan kosong, bukan menghormati malah justru merendahkan rakyat Papua. Luhut tidak saja jumawa karena melaporkan pengkritiknya, tetapi juga mengekploitasi angka 100 miliar untuk ‘merendahan’ rakyat Papua.
Luhut adalah sosok yang melambangkan jumawa dan keangkuhan kekuasaan. Kritik dibalas laporan polisi. Pejabat seperti ini, tidak layak di serahi urusan publik, mengurusi urusan umat. [].