Sri Mulyani ‘Banjir Duit’ Karena Ledakan Harga Komoditas Migas, Batubara, Sawit dan Nikel

Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Untuk diketahui, kas negara tak sanggup tangani pandemi Covid-19, Sri Mulyani sebut Rp 20,8 T anggaran Pemda belum disalurkan.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Jakarta, Hajinews.id- Indonesia seakan ketiban ‘durian runtuh’ hingga triliunan rupiah saat terjadinya ledakan harga komoditas beberapa waktu lalu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Komoditas ini di antaranya minyak dan gas bumi, batu bara, nikel, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), tembaga dan lainnya.

Komoditas andalan ekspor Indonesia ini alami kenaikan harga fantastis dalam setahun terakhir.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan efek lonjakan harga komoditas berpengaruh terhadap bea keluar (BK) di mana realisasinya mencapai Rp 22,56 triliun atau terbaik sepanjang sejarah Indonesia.

“BK melonjak 910,6% karena komoditas CPO dan logam dasar, batu bara nikel dan lain-lain,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita periode Oktober 2021, Senin (25/10/2021).

Pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga catatkan pertumbuhan tinggi. Di mana dalam sembilan ini saja PNBP sudah terealisasi 107,6% atau melewati target APBN menjadi Rp 320,8 triliun.

“Ini didominasi dari SDA (Sumber Daya Alam) migas maupun non migas,” jelasnya.

SDA Migas mencapai pertumbuhan 16,4% menjadi 82,7% dari target Rp 75 triliun.

Dipengaruhi oleh kenaikan ICP dalam 10 bulan terakhir yang sebesar US$ 62,55 per barel atau di atas rata-rata asumsi APBN.

PNBP non migas tumbuh 78,3% menjadi 119,8% dari target Rp 29,1 triliun.

Ditopang oleh kenaikan harga batu bara, emas, perak, tembaga, timah dan nikel. HBA dalam periode tersebut mencapai US$ 102,3/ton.

Di samping itu ada dorongan juga dari peningkatan produksi kayu, penggunaan areal kawasan hutan, pembayaran piutang PNBP penggunaan kawasan hutan serta kenaikan pendapatan perusahaan panas bumi.

Pemerintah juga mendapatkan penerimaan dari pendapatan kekayaan negara dipisahkan. Dipengaruhi oleh turunnya kinerja keuangan BUMN perbankan pada tahun buku 2020 karena imbas pandemi covid serta tidak adanya setoran sisa surplus BI.

Kemudian ada pendapatan PNBP lainnya yang tumbuh 32,9% menjadi 93,2% dari target Rp 109,1 triliun. Faktor pendorongnya adalah kenaikan penjualan hasil tambang batu bara, pendapatan minyak mentah dan layanan PNBP KL.

Ada juga dari BLU yang tumbuh 94% menjadi 157,7% dari target Rp 58,7 triliun. Terbesar dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan dari pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit, layanan pendidikan dan jasa penyelenggaraan telekomunikasi.

Pajak juga mendapatkan imbas dari sektor pertambangan pada Januari-September 2021 melonjak 38,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Jauh membaik ketimbang sembilan pertama 2020 yang ambles 42,7% yoy.

Sementara pada kuartal III-2021, penerimaan pajak dari sektor pertambangan melesat 317,6% yoy. Jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang terkontraksi (tumbuh negatif) 18% yoy.

“Boom harga komoditas mulai terlihat pada kuartal III. Sepertinya akan bertahan sampai awal tahun depan,” pungkasnya.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *