Tafsir Al-Quran Surat Fushshilat ayat 36-38 : Hadapi Godaan Setan dengan Iman dan Tawakkal kepada Allah

Tafsir Al-Quran Surat Fushshilat ayat 36-38
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 7 November 2021

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita berjumpa lagi secara virtual pada hari ini Ahad tanggal 2 Rabiul Akhir 1453 H bertepatan dengan tanggal 7 November 2021, untuk meneruskan kajian kita, mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita teruskan kajian kita dalam surat Fushshilat ayat 36-38. Pada ayat 38 nanti terdapat ayat sajdah, dengan tanda khusus sujud. Kita diperintah untuk melakukan sujud tilawah sekali sambil membaca “Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu bi khaulihi wa kuuwatihi fatabarakallahu ahsanul kholiqiin” (Wajahku bersujud kepada Dzat yang menciptakannya, yang membentuknya, dan yang memberi pendengaran dan penglihatan, Mahaberkah Allah sebaik-baiknya pencipta,” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Hakim, Tirmidzi, dan Nsa’i). Ayat sajadah ada 15 tempat di dalam Al-Quran, salah satunya pada Ayat 38 di Surat Fushshilat ini nanti. Ada sebuah hadist dari Abu Hurairah RA, bahwa

Rasulullah SAW bersabda, “Jika anak Adam membaca ayat sajdah lantas sujud, maka menyingkirlah syetan sambil menangis dan berkata, “Celakalah diriku, ia (Anak Adam) diperintahkan sujud dan ia patuh lalu sujud, maka baginyalah surga. Sedang aku sendiri diperintahkan untuk bersujud namun aku menolak, maka untukku neraka” (H.R. Muslim dan Ibnu Majah).

Mari kita awali dengan membaca bersama Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca Surat Fushshilat 36-38, yang artinya “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, mata-hari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya pada malam dan siang hari, sedang mereka tidak pernah jemu”

Pada ayat-ayat yang lalu telah dijelaskan bahwa ucapan yang paling indah, paling dicintai oleh Allah SWT adalah statement untuk berdakhwah, ajakan beribadah, ajakan untuk menguatkan iman dan ketawakkalan kepada Allah SWT, ajakan dengan lisan dan tulisan, dan perbuatan, ajakan keberpihakan kepada ummat islam. Itulah ahsanu qawlan atau ucapan atau perkataan yang paling baik. Pada ayat 36-38 itu terdapat godaan syaitan yang sangat besar. Itu dinyatakan dengan Nun besar, betapa beratnya itu. Kita diperintah untuk membaca ta’awudz, minta perlindungan kepada Allah SWT “Audzu billahi minasy syaithanir rajim”.

Kita minta perlindungan dari syetan, baik dalam bentuk jin, maupun dalam bentuk manusia, yang senantiasa menggoda, memfitnah, bahkan menyebar hoax, dll. Perhatikan Surat An-Nahl 98, “Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Quran, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”. Bahkan untuk membaca Al-Quran, kita diperintah untuk membaca taawudz. Syetan itu terus menggoda kita untuk bahkan menghentikan membaca Al-Quran atau mencegah kita untuk menelaah dan men-tadabburi Al-Quran. Syetan akan terus menggoda manusia sampai sakratul maut, menjelang nyawa kita dicabut atau pada saat-saat kritis menjelang kematian. Syetan itu sebenarnya tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, bagi orang yang beriman dan tawakkal kepada Allah SWT. Sebaliknya, Al-Quran itu adalah masdarul hidayah, sumber utama petunjuk dari Allah SWT, sehingga kita diperintah untuk berlindung dari godaan syetan yang amat terkutuk itu. Syetan itu akan berpengaruh, bagi orang yang ber-wala kepada syetan, tidak percaya sepenuh hati kepada Allah SWT. Hatinya terganggu pada hal-hal lain yang bersyifat duniawai, yang mengejar kesenangan semata.

Mantap-tidaknya pengendalian syetan pada diri kita sebenarnya tergantung pada kita sendiri. Misalnya, ucapan-mucapan dari seseorang yang membuat keributan, membuat keresahan dalam ummat islam, lalu seseorang itu senang atau bangga atas keresahan yang terjadi, di situlah syetan merasa senang dan bahagia atas keresasahan, kesesatan yang ditimbulkannya. Perhatikan Surat Az-Zukhruf ayat 36-37, “Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka (syetan-syetan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”. Syetan telah menjadi sahabat dekatnya (qarin), sambil mengipas “Teruslah menjadi perusak agama”. Manusia terus digoda supaya tidak dekat dengan ajaran islam.

Bahkan, ketika mereka melalukan maksiyat kepada Allah SWT, mereka mengira telah mendapat hidayah. Mereka mengira merasa benar, dan terus menggoda ummat islam, menggoda atas kejayaan ummat islam. Itulah kelompok orang-orang yang paling merugi amal-perbuatannya, karena senantiasa merasa paling benar. Perhatikan Surat Al-Kahfi 103-104, “Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?’ (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat’”

Jika ada orang membuat pernyataan mengaku beragama islam, lalu tidak percaya syariat islam, itu adalah pernyataan sesat menyesatkan. Mana mungkin ada orang islam yang tidak melaksanakan syariat islam? Mendirikan shalat lima waktu itu syariat islam. Membayar zakat juga melaksanakan syariat islam. Melaksanakan syariat islam (aturan hubungan) pernikahan laki-laki dan perempuan menjadi sah sebagai suami isteri dengan lembaga pernikahan yang seuai syariat islam. Kita berhubungan suami isteri tidak lagi dianggap melakukan perzinahan karena telah sah secara agama islam dan dikuatkan atau dicatatkan dalam dokumen negara, melalui buku nikah. Melihat derajat keislaman sesoerang, tiga hal ini patut diperhatikan: Bertaubat, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Pada pagi ini kita tangguhkan acara tanya jawab karena pagi ini ada acara syariat islam, pernikahan keluarga dan kerabat. Insya Allah kita berjumpa lagi pada Ahad depan. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *