Gus Mus: Jangan Melibatkan Agama Untuk Jadi Bahan Berpolitik

Gus Mus: Jangan Melibatkan Agama Untuk Jadi Bahan Berpolitik
Gus Mus: Jangan Melibatkan Agama Untuk Jadi Bahan Berpolitik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id Kontestasi politik jelang Pilpres 2024 sudah mulai dibicarakan. KH Mustofa Bisri atau akrab di sebut Gus Mus peringatkan jangan melibatkan agama untuk jadi bahan berpolitik.

Gus Mus mengatakan, kemelut keagamaan yang terjadi baru-baru ini bersumber dari suhu politik yang mengatasnamakan agama.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Agama, jelas Gus Mus, kerap dijadikan kendaraan politik oleh orang-orang yang tidak paham politik. Hal ini, yang membuat kekacauan di mana-mana.

“Ini yang mengacaukan kita kan orang yang kepengennya berpolitik tapi tidak mengerti politik. Lalu menggunakan agama tapi tidak tahu agama. Jadi repot semua, nggak begitu mengerti berpolitik, menggunakan agama tapi nggak mengerti agama. Kacaunya dobel-dobel atau murakkab,” ungkapnya dikutip Jurnal Garut dari Gus Mus Net, Sabtu 13 November 2021.

Gus Mus menjelaskan, ada tiga bentuk politik yang sering digunakan. Pertama, adalah politik kebangsaan. Politik jenis ini, kata Gus Mus, kerap kali digunakan kalangan Nahdatul Ulama (NU).

“Politik ala NU selalu berpikir tentang bangsa Indonesia. Bermula dari pikiran sederhana bahwa Indonesia adalah rumah kita. Oleh karena itu, politik kebangsaan adalah suatu hal penting untuk menjaga NKRI yang mutlak sebagai orang NU,” kata Gus Mus.

Politik ini, lanjut Gus Mus digunakan oleh Presiden ke 4 yakni Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Politik kebangsaan, mampu menjangkau segala aspek kehidupan Indonesia, bahkan bisa mengalahkan politik kekuasaan.

“Yang dipikirkan NU itu Indonesia. Dulu ketika Gus Dur diturunkan kenapa tidak menggerakkan rakyat (Nahdliyin) yang berjumlah lebih dari 60 juta orang. Itu berapa kali lipat penduduk Arab Saudi. Kalau Gus Dur mengerahkan rakyat itu, kayak apa Indonesia? Politik kebangsaan mengalahkan politik kekuasaan,” ujar Gus Mus.

Kedua, yaitu politik kerakyatan. Jenis politik ini, kata Gus Mus sudah ditinggalkan para politisi, termasuk politisi atau orang-orang NU. Politik ini, mengedepankan aspek membela rakyat.

Sayang, kata Gus Mus, politik kerakyatan hanya digunakan bemper saja. Gus Mus menilai para wakil rakyat, menggunakan politik rakyat untuk kepentingan pribadi.

“Kalau menjadi anggota dewan ya betul-betul menjadi wakil rakyat betul, jangan mewakili diri sendiri. Wakil rakyat kok mewakili diri sendiri,” sindirnya disambut tawa hadiri yang memenuhi serambi masjid dan alun-alun.

Terakhir, adalah politik kekuasaan atau politik praktis. Politik ini, kata Gus Mus sangat digemari, sebab caranya mudah dan menghalalkan berbagai cara.

“Urusan lima tahunan lha kok bawa-bawa Al-Qur’an yang ila yaumil qiyamah (sampai hari kiamat). Memang kepentingan duniawi itu kadang-kadang meskipun cuma lima tahunan tetapi bisa menghilangkan pikiran kita,” terang Gus Mus. [garut]

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *