Mengindonesia Dengan Damai

Mengindonesia Dengan Damai
Mengindonesia Dengan Damai
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Prof Azyumardi Azra beberapa tahun lalu, pernah menulis di Harian Kompas dengan judul “Mengindonesia”, yang kurang lebih pengertian yang beliau sampaikan atas kata tersebut adalah proses “menjadi Indonesia“. Dengan kata lain, bangsa dan negara Indonesia sedang menuju pada pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara. Benar, demikianlah semestinya kita sebagai warga negara Indonesia memahami keberadaan kita sebagai warga negara. Memahami bahwa ada tujuan bernegara yang sedang kita tuju, dan bukan sekedar menjalankan rutinitas semata.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tujuan bernegara termaktub dalam mukaddimah UUD 1945, kita telah hafal, yang belum hafal atau lupa bisa membacanya kembali.

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi perihal kedudukan Omnibus law dalam sistem perundang-undangan, menuai banyak polemik. Putusan itu semestinya tidak banci, memberikan kepastian hukum, tidak ngambang, dan membuat kebingungan.

Namun begitulah yang kita saksikan. Entah bisikan setan darimana sehingga MK mengeluarkan putusan yang “aneh bin ajaib” itu. Putusan tersebut dapat menjadi “arena tinju” baru bagi pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dirugikan oleh “keberlakuan bersyarat” UU Omnibus law tersebut.

Sejak awal kehadiran UU Omnibus law itu sudah ditentang berbagai pihak. Para pakar hukum, pengamat sosial, para buruh, mahasiswa berteriak menentang. Bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan dikalangan aktivis buruh dan mahasiswa yang melakukan protes. Kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis KAMI seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan lainnya. Mereka diperlakukan seperti “teroris” oleh polisi, diculik subuh hari di rumahnya. Para Mahasiswa dan pelajar pun turun aksi menetang seperti anak STM. Banyak dikalangan mereka terkena sepatu laras dan pentungan polisi.

Setelah MK meneliti, mengkaji UU Omnibus Law itu, mereka memutuskan bahwa UU itu inkonstitusional. Tapi nampaknya hakim di MK itu berjiwa politisi, mereka mengambil keputusan secara politik. Bisa diduga bahwa sebagian dari mereka tidak tulus, membelakangi nuraninya, akibatnya lahirlah putusan yang “banci” seperti yang kita saksikan.

Luhut Binsar Panjaitan mengakui bahwa gagasan menghadirkan Omnibus law itu, idenya. Ferry Juliantoro menyebut bahwa UU tersebut “pesanan” Tiongkok, mungkin terkait dengan progam Obor China. Pandangan seperti yang dikemukakan Ferry Juliatoro itu banyak dikemukakan pihak lain. Publik umumnya menganggap demikian, bahwa UU Omnibus Law itu bentuk “ketaatan” pemerintahan Jokowi kepada kebijakan Komunis Tiongkok untuk memuluskan apa yang mereka sebut sebagai One Belt One Road (OBOR). Program pembangunan infrastruktur global yang dirancang Xi Jinping untuk mengkaselerasi kooptasi ekonomi diberbagai belahan dunia.

Sikap pemerintahan Jokowi yang sangat “ramah” seolah menjadikan Indonesia negara bagian Tiongkok. Jauh dari pemahaman tentang kesadaran untuk “Meng-Indonesia”. Malah yang nampak adalah “meng-Tiongkok”, atau “meng-komuniskan perekonomian Indonesia“.

Itu tidak saja menunjukkan keberpihakan kepada ideologi komunis, dan pengesampingan atau penghianatan kepada ideologi Pancasila, namun juga pengabaian terhadap tujuan bernegara, yang jika terus dilanjutkan akan sampai pada pengkhianatan terhadap kedaulatan NKRI.

Mengingatkan betapa penting proses “mengindonesia” ini, terus diusahakan bukan semata karena keberadaan Pancasila dan UUD 45, namun juga karena faktor tantangan Geo-strategik, geo-politik, dari masa depan NKRI.

Usaha mencapai tujuan berbangsa dan bernegara tentulah mesti dicapai atau hanya dapat dicapai jika situasi “damai” dapat senantiasa dijaga. Kedamaian ini masalah hati, jiwa yang tenang al-muthmainnah. Dan karena itu faktor pembangunan spritual tidak bisa diabaikan nilai strategiknya. Ironisnya, bahwa aspek spritualitas ini justru terus di obok-obok oleh kalangan Islamophobia, terutama dari pada buzzerRp binaan pemerintah. Para ulama di caci maki, ajaran islam dihina sabang hari, di tuduh teroris, bahkan bukan hanya dituduh, tapi juga diteror dan di teroriskan. Bahkan pembantaian di KM-50 itu nyata sebagai pelanggaran HAM Berat tapi seolah dipandang sepele.

Sebuah hadits Nabi Muhammad SAW semoga dapat menjadi bahan renungan; “Sekiranya bukan karena dzikir yang dipanjatkan oleh orang yang beriman, bayi yang sedang menyusui dan binatang/hewan yang sedang menjalani kehidupan mereka, Allah pasti menurunkan azab-Nya bagi mereka yang dholim”.

Para hakim, jaksa, aparat kepolisian, serta seluruh penyelenggaraan negara dan pemerintahan, marilah kita meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah semoga keadaan bisa makin membaik, damai terwujud dalam pribadi-pribadi kita dengan dianugerahi jiwa yang syukur, jiwa yang tenang, jiwa yang sehat jiwa yang didekatkan kepada Allah swt.

Imam bin Hambal mengatakan; Muhammad bin ‘Ubaid menceritakan kepada kami, Aban bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Ash-Shabbatr bin Muhammad dari Murrah Al Hamdani dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata:

Tidaklah seorang hamba mendapatkan harta haram lalu ia belanjakan kecuali Allah tidak akan memberkatinya, tidaklah ia meny’edekahkan harta tersebut kecuali tidak akan diterima, dan tidaklah ia tinggalkan di belakang punggungnya kecuali harta tersebut akan menjadi bekalnya menuju Neraka.

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla ndak akan menghapus keburukan dengan keburukan. Hanya kebaikan yang dapat menghapus kebunrkan. Dan, sesungguhnya sesuatu yang buruk tidak dapat menghapus sesuatu yang buruk. (Hadits Sahih).

Semoga Allah swt menyempurnakan bimbingan-Nya kepada kita semua.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *