Magang Gaya Baru

Magang Gaya Baru
Foto: Kegiatan 3 tahun lalu, saat para mahasiswa belajar menjadi operator digital photo booth di Jagaters Studio. Sekarang mereka sudah menjadi operator utama Jagaters Studio. Sayangnya tak kunjung lulus kuliah.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Joko Intarto
Hajinews.id – Tampaknya konsep magang harus disesuaikan. Untuk industri media, konsep yang sekarang dijalankan tidak cocok. Mengapa?

”Apakah Jagaters Studio menerima program siswa magang?” tanya Mas Rohman, guru SMK Multimedia di Demak, ketika berkunjung ke rumah ibu saya di Grobogan, Minggu siang yang lalu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

”Tentu saja,” jawab saya.

Magang secara garis besar sebuah proses untuk mempertemukan output proses belajar di kampus dengan dunia industri agar peserta didik siap kerja setelah lulus.

Sejak masih memimpin perusahaan media, saya selalu menerima permintaan magang dari siswa maupun kerjasama magang dari pengelola kampus. Namun, karena statusnya magang, saya tidak mengizinkan mereka untuk bertugas di ”area berbahaya”. Mereka hanya boleh bekerja di ”wilayah aman”.

Apa yang dimaksud area berbahaya? Area paling berbahaya dalam perusahaan media adalah lingkungan pekerjaan produksi dan publikasi konten. Wilayah ini sangat rawan komplain. Bahkan bisa berakibat hukum. Misalnya, digugat seseorang karena beritanya dinilai tidak akurat.

Bayangkan, kalau ada orang menggugat media itu Rp 10 miliar, gara-gara berita yang ditulis siswa magang. pertanggungjawaban hukumnya bagaimana?

Ada juga wilayah lain yang meski tidak berbahaya tetapi berpotensi merepotkan. Misalnya, pekerjaan akuntansi atau pembukuan keuangan dan perpajakan.

Bayangkan kalau siswa magang salah menginput angka atau salah mengisi jurnal yang berakibat perhitungan tidak balance. Kesalahan teknis seperti ini bisa diatasi dengan cara penelusuran data satu per satu, tetapi akan menghabiskan waktu. Apalagi kalau frekuensi transaksinya sangat tinggi. Lebih dari 1.000 transaksi per hari.

Untuk menghindari masalah seperti itu, saya membuat kebijakan: Peserta magang hanya boleh bekerja di lingkungan non produksi konten dan keuangan. Misalnya, magang di bagian pelayanan pelanggan, pemasaran, distribusi, percetakan dan administrasi umum.

Tidak peduli latar belakang pendidikannya. Hanya di wilayah-wilayah aman itulah tempatnya.
Bagi siswa atau mahasiswa yang magang untuk sekadar memenuhi tugas kampus, bertugas di wilayah yang tidak sesuai, tidak jadi masalah. Mereka oke-oke saja. Yang penting mendapat sertifikat atau surat keterangan dengan nilai baik.

Tetapi bagi siswa atau mahasiswa yang ingin magang untuk meningkatkan kemampuan, model penempatan seperti itu sangat merugikan. Misalnya, siswa atau mahasiswa jurusan broadcasting, saat magang ditempatkan di bagian pelayanan komplain. Skill apa yang mereka dapatkan? Tidak nyambung!

Sekarang pun perusahaan saya, Jagaters Studio, masih menerima magang. Tetapi konsepnya dimodifikasi. Meski statusnya magang, mereka harus mengikuti aturan seperti operator yang lain.

Mereka ikut dalam produksi konten dimulai dari tahapan sebagai helper. Kalau attitude kerjanya baik dan kemampuannya sudah meningkat, mereka boleh menjadi asisten. Selanjutnya mereka diberi kesempatan menjadi operator untuk sistem produksi sederhana. Begitu seterusnya sampai bisa memiliki kemampuan layaknya profesional.

Kampus sebenarnya bisa membuat pola pemagangan sendiri, seandainya memiliki unit usaha komersial yang sesuai kebutuhan industri. Beberapa mahasiswa dari jurusan jurnalistrik, periklanan, design graphics, broadcasting, marketing dan teknologi informasi, misalnya, bisa membentuk satu kelompok kerja untuk menggarap satu proyek sederhana. Misalnya: Menaikkan kelas sebuah perusahaan UMKM konvensional menjadi go digital atau go online.

Ada jutaan usaha UMKM yang sampai hari ini belum go digital. Apalagi go online. Pengusaha inilah yang perlu dibantu. Bagi mahasiswa, mengelola proyek seperti itu bukan untuk mendapatkan uang, melainkan membuktikan kemampuan.

Ada yang mau mencoba? Mari kita diskusi.(jto)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *