Meluruskan Makna Keluarga Berencana

Makna Keluarga Berencana
KuNUZA Beladena
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengasuh Pondok Pesantren dan Sekolah Alam Nurul Furqon (Planet NUFO) Mlagen Rembang dan Rumah Perkaderan & Tahfidh al-Qur’an; Pengajar di FISIP UMJ & Pascasarjana Ilmu Politik UI ( Redaksi Ahli Hajinews.id ).

Hajinews.id – Setelah menunggu lebih dari sehari semalam, anak kelima kami, yang kami beri nama Atana KuNUZA Beladena (Semoga Allah memberikan kekayaan negara kami kepada kami) lahir di RS Roemani Semarang pada Sabtu, 18 Desember 2021, pukul 13.00. Alhamdulillaah. Bagi saya, namanya juga adalah prasasti yang akan mengingatkan saya tentang dinamika politik-ekonomi yang terjadi saat ini. Juga melengkapi trilogi yang saya jadikan jargon di Rumah Perkaderan Monash Institute Semarang dan Pesantren-Sekolah Alam Planet NUFO Rembang: berilmu, berharta, berkuasa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Keempat kakaknya, Atana Hokma Denena, Atena Hekmata Mellatena, Atana Molka Baladena, dan Atana Dawla Boldanena, merupakan simbol untuk ilmu dan kuasa. Beberapa bulan lalu, waktu saya masih mencari kata yang cocok untuk kata di tengah yang juga akan jadi panggilannya, istri saya mengingatkan bahwa simbol harta dalam keempat anak kami belum ada. Kata kunûz kini telah menggenapi yang belum ada itu.

Sebenarnya, sejak jauh-jauh hari sudah saya siapkan nama yang agak identik secara makna, kalau setiap setelah lahir anak laki-laki, kemudian lahir anak perempuan. Namun, kelahiran anak laki-laki pada kelahiran keempat membuat rencana itu gagal. Mestinya namanya Atena Melka Baldatena. Jadi, jika memanggil keempatnya secara bersamaan jadi mudah: Hokma, Hekma, Molka, Melka. Dan kalau dikarunia dua anak lelaki dan perempuan lagi, akan saya namakan Ittaqi Aynama KUNTA dan Ittaqii Haytsuma KUNTI. Memanggilnya juga ringan, Kunta Kunti. Lidah Jawa juga mudah, karena ada Dewi Kunti dalam tokoh pewayangan. Itulah yang sering diungkapkan dengan “manusia merencanakan, Allah menentukan”. Ini tidak kemudian membuat saya berhenti berencana. Sebab, Allah memang memerintahkannya. Jika Allah berkehendak lain, itu adalah yang lebih baik.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Hasyr: 18).

Tentu saja pemahaman ini dengan pemahaman umum lafadh ayat. Sebab, frase “hari esok” dalam ayat di atas juga bisa ditafsirkan dengan kehidupan di akhirat kelak. Maka perencanaannya menjadi jangka pendek dan juga jangka panjang.

Saya merasa sangat beruntung menikah dengan istri saya, yang sejak hari ketiga pernikahan kami sudah mulai belajar di Program Spesialis Anak Fakultas Kedokteran UNDIP. Saat menerima informasi bahwa dia diterima untuk studi lanjut itu, dia meminta pertimbangan saya. Akan diambil saat itu, atau ditunda tahun depan saja. Kalau mengikuti program ini, maka harus menunda kehamilan tahun depan. Sebenarnya saya ingin segera memiliki anak, karena saya tergolong terlambat menikah, karena waktu itu sudah berusia 30 tahun. Orang tua saya sering memperingatkan, kalau telat menikah, potensial menyebabkan anak yatim. Dan saya lebih dari itu. Sudah terlambat menikah, juga harus menunda program memiliki anak. Namun, setelah berdiskusi dengan istri saya, akhirnya kami sepakat, istri saya mengikuti program spesialis anak. Dengan telah mengikuti program itu, konsepsi keluarga berencana kami akan lebih baik, karena memiliki basis keilmuan yang lebih baik untuk mengelola anak-anak kami nantinya.

Setelah memiliki empat anak dengan segala dinamikanya, sering sekali saya berpikir, jika istri saya tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup tentang tumbuh kembang anak, bukan hanya biaya yang besar yang harus kami keluarkan, tetapi tentu saja juga tidak akan bisa mengurus anak secara super intensif sebagaimana sekarang. Saya sering terkaget-kaget karena ternyata mengurus anak-anak tidak sesederhana yang saya bayangkan. Dalam perenungan menjelang tidur, bangun tidur, atau dalam suasana hening atau sendiri yang lain, saya berpikir, saya yang tergolong kuat dalam literasi saja ternyata sangat kurang pengetahuan dan wawasan tentang mengelola anak, apalagi masyarakat awam.

Pikiran saya itu sering muncul karena melihat dinamika anak-anak saya mulai yang pertama sampai yang keempat. Terlebih karena pandemi covid-19, saya lebih banyak di rumah dan membersamai anak-anak. Misalnya ketika Dawla, sekarang masih usia kurang 26 bulan, suatu hari menjadi sering emosional. Istri saya mengatakan bahwa dia mungkin kurang kalsium, lalu memberikannya. Saya makin menyadari bahwa perhatian kepada anak-anak ternyata memang harus super intensif dengan menggunakan basis keilmuan yang cukup, sehingga tahu apa yang harus dilakukan. Dan inilah di antara hal penting untuk melahirkan generasi berkualitas.

Untuk melahirkan generasi berkualitas, diperlukan perencanaan yang benar-benar matang, bahkan sejak sebelum dilakukan pembuahan. Sebab, perkembangan mulai dari zigot sangat berpengaruh kepada kualitas SDM nantinya. Karena itu, keluarga berencana tidak bisa dan karena itu tidak boleh disimplifikasi dengan hanya sekedar dua anak cukup. Keluarga berencana adalah program untuk merencanakan kelahiran manusia baru yang berkualitas. Soal jumlah, itu tergantung kemampuan masing-masing pasangan yang akan menjadi orang tua. Ini makin saya rasakan, karena saya terlibat secara intensif dalam pendidikan, bukan hanya di perguruan tinggi, tetapi juga di sekolah menengah bahkan dasar. Saat mengajar itulah saya merasakan bahwa anak-anak yang berkualitas baik, akan lebih mudah dikelola dan mencapai capaian optimal.

Sebagai pendidik, saya sangat merasakan betapa penting kualitas “bahan mentah” SDM. Jika disimplifikasi, lembaga pendidikan ibarat sekedar mesin yang akan mengolah bahan mentah untuk menjadi sesuatu. Jika yang diolah adalah bahan mentah yang berkualitas, maka yang keluar juga hasil yang berkualitas. Namun, jika bahan mentahnya tidak berkualitas, maka jangan pernah berharap berlebihan. Dan inilah di antara persoalan mendasar kualitas SDM bangsa kita saat ini. Bukan hanya persoalan tenaga pendidik yang belum terbaik dan sarana prasarana yang kurang, tetapi memang generasi baru yang lahir tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Secara umum mereka hanya sekedar dilahirkan, tetapi belum direncanakan untuk menjadi generasi berkualitas. Program keluarga berencana oleh negara baru dijalankan dan dipahami secara simplistis sebagai dua anak cukup, bukan perencanaan untuk melahirkan generasi yang berkualitas dan menjadi aset umat dan bangsa.

Kesadaran mengenai keluarga berencana dalam makna yang sesungguhnya, harus ditumbuhkan di kalangan generasi muda. Dengan pemahaman yang baik, mereka akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Persiapan untuk itu meliputi kecukupan materi untuk memenuhi kecukupan gizi jauh-jauh hari sebelum dilakukan pembuahan, sehingga bisa diharapkan lahir generasi berkualitas yang akan menjadi tulang punggung kemajuan umat dan bangsa secara akseleratif demi mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Aamiin. Wallahu a’lam bi al-shawab.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *