Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 27-29: Harta yang Baik di Tangan Orang yang Baik

Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 27-29
KH Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh

Oleh: KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 30 Januari 2022

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Mari kita teruskan kajian tafsir Al-Quran di Masjid Al-Hijri 2 Bogor ini, insya Allah kita membahas Surat Asy-Syura ayat 27-29 Kita mulai dengan membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan Surat Asy-Syura ayat 27-29, yang artinya, “Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat. Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Maha Pelindung, Maha Terpuji. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia kehendaki”

Ayat-ayat ini menjelaskan tentang rizki, yang terdiri dari: Hakikat rizki, sumber rizki, mendapatkan rizki dan sikap manusia terhadap rizki. Pandangan kita tentang rizki boleh jadi kurang tepat, karena sering dikaitkan dengan harta. Rizki meluiputi saran dan prasarana yang kita peroleh untuk menghantarkan kualitas ibadah kita kepada Allah. Jadi, rizki itu sangat luas, meliputi harta, fasilitas, jabatan, badan sehat, lingkungan nyaman, bahkan isteri atau pasangan hidup dan anak-anak yang shalih-shalihah. Anak yang memberikan harapan dan qurrota a’yun atau yang enak dipandang mata. Kita memiliki teman atau sahabat yang baik, atasan dan teman di kantor juga orang baik. Bahkan, di dalam Al-Quran digambarkan ada 124 istilah riziki yang bermacam-macam, termasuk keleluasaan membaca Al-Quran di malam hari, sambil shalat dan berdo’a. Jangan dikira bahwa hal tersebut bukan merupakan rizki. Itu semua merupakan rizki. Apalagi anak yang shalih dan shalihah dan berbakti kepada orang tuanya. Jadi, anak-anak muslim jangan dibiarkan tidak mengetahui dan tidak mengerti Al-Quran. Mereka perlu dididik dengan sekasama untuk membaca Al-Quran, memahami dan mempelajarinya.

Hakikat rizki di dalam Al-Quran adalah seperti yang digambarkan dalam 124 istilah di atas. Sumber rizki adalah Allah SWT, bukan manusia. Allah SWT memberikan washilah atau untuk mendapatkan rizki. Banyak sekali sunnatullah atau ketentuan Allah untuk mendapatkan rizki yang baik tersebut. Kita belajar dan bekerja atau berikhtiar adalah salah satu sarana atau sunnatullah untuk mendapatkan rizki tersebut. Perhatikan Surat Al-Mulk ayat 15. “Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. Kita pernah membahas kata hubung di dalam AL-Quran “tsumma” dan “wa”. Tsumma itu perlu proses, tapi wa itu langsung. Perintah agama adalah bahwa berinfaq atau bershadaqah itu merupakan bagian atau ikhtiar untuk mendapatkan rizki. Harta tidak akan pernah berkurang dengan infaq dan shadaqah, bahkan menambah rizki. Perhatikan Surat Ar-Rum ayat 39. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”.

Sikap manusia terhadap rizki terdapat 4 tipologi. Pertama, kaya secara materi dan kaya secara rohani. Ini kategori paling tinggi. Sebagian besar sahabat nabi adalah para pedagang. Abdullah bin Auf dan Ustman bin Affan. Harta yang ditentukan dari bagaimana harta itu dimanfaatkan untuk perjuangan ummat. Kita perlu memacu anak muda untuk menguasai harta, bukan menguasai harta. Perhatikan Surat An-Nur ayat 36-37, “(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang, orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat). Ini merupakan contoh generasi yang diharapkan menjadi tumpuan masa depan. Kesibukan mereka tidak melupakan kewajiban berinfaqk, menunaikan kewajiban, memberi zakat. Generasi muda islam yang memiliki kekuatan untuk membantu. Perhatikan Surat An-Nahl ayat 97. “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Ekonomi harus dikuasai oleh orang-orang yang ahli masjid dan sekaligus ahli pasar dan masyarakat. Simbol penyatuan kekuatan spiritual yang tidak dipisahkan, yaitu masjid dan alun-alun pasar. Sebaik-baik harta yang baik ada di tangan orang-orang baik”.

Kedua, kaya secara spiritual, tetapi secara materi mungkin bermasalah. Orang ini memiliki izzah yang baik, tidak pernah menggadaikan harga dirinya. Orang fakir di sini biasanya bukan karena malas. Dia tidak ada waktu untuk dirinya, karena sibuk berdakwah kepada orang lain. Ketiga, secara materi kaya, tetapi secara spiritual miskin. Orang ini rakus dan sangat bahaya, dan cenderung menghalalkan segala cara. Orang-orang ini ada pada setiap kesempatan. Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menghindari sifat serakah ini. Secara hakikat, sebenarnya orang serakah ini amat miskin, karena seakan tidak ada hal lain lagi yang dipikirkannya. Harta akan baik jika berada di tangan orang tipologi 1 dan 2, tapi tidak akan baik jika berada di orang tipologi 3. Keempat adalah miskin secara materi dan miskin secara spiritual. Ia tidak punya apa-apa, tapi beribadah juga tidak. Perhatikan Surat Thaha 124-126. “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?” Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan”. Itulah keadaan “maisyatan dhanka”, kehidupan sempit dan semrawut. Dunianya penuh kesemrawutan, bahkan tidak jelas dan tidak beribadah. Hidup ini akan buruk jika tanpa tuntunan agama, tanpa ajaran islam. Kelak di akhirat, orang-orang ini dikumpulkan dalam keadaan buta, walaupun mereka protes. Jadi, orang ini buta di dunia dan juga buta di akhirat. Naudzu billah min dzalik.

Menjawab pertanyaan, apakah perceraian itu hanya menjadikan rizki pasangan itu hanya sampai di situ? Pernikahan yang baik menghasilkan rizki yang baik. Perhatikan An-Nur ayat 31. Menikah itu jangan hanya karena harta. Wanita dinikahi karena hartanya, keturunannya, wajahnya dan agamanya.

Menjawab pertanyaan bahwa masjid dan pesantren dikaitkan dengan radikalisme, sebaiknya kita jangan mencurigai masjid, pesantren, dll. Tidak mungkin orang melakukan hal-hal yang tidak baik. Masjid itu tempat yang mulia. Bayangkan, kita masuk masjid diperintah untuk melakukan shalat tahyatul masjid, menghormati masjid. Jika di masjid dan di pesantren ada kekuarangan, kita diminta untuk memperbaikinya.

Menjawab pertanyaan tentang hakikat rizki manusia, seperti dalam Surat Az-Zukhruf ayat 31-32. “Dan mereka (juga) berkata, “Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu dua negeri ini (Mekah dan Taif)?” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” Substansi ayat-ayat ini adalah Diversifikasi kehidupan manusia. Kaya dan miskin adalah sunnatullah. Jadi, hampir tidak mungkin kemiskinan itu diberantas semua. Orang kaya butuh orang miskin, dan orang miskin itu butuh orang kaya. Ajaran islam adalah kolaboratif, ta’awun, tolong-menolong antara orang kaya dan orang miskin.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana mensyukuri rizki dengan memiliki teman yang baik. Silaturrahim terus dijaga dan bahkan saling mengingatkan. Sahabat yang baik ini bahkan akan bersama-bersama membawa kita ke surga. Demikian juga teman atau sahabat dalam bentuk tetangga. Memiliki tetangga yang baik tentu juga merupakan rizki yang baik pula. Bahkan sampai ada beberapa hadist yang memerintahkan kita untuk perilaku baik pada tetangga.

Mari kita doakan teman-teman dan jamaah kita yang sedang sakit, semoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya, sehingga beliau-beliau dapat sembuh dan sehat kembali seperti sedia kala. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *