Mengenal Moderasi Beragama

Moderasi Beragama
Moderasi Beragama
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : M Ikhwan, Dosen dan Direktur Seuramoe Moderasi Beragama STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.

Hajinews.id – Pepatah “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”, sering diucapkan oleh peceramah agama dan pejabat sebagai isyarat akan memperkenalkan dirinya, terlebih untuk audiens atau masyarakat yang baru ditemuinya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pepatah ini tidak diketahui kapan dan oleh siapa mulai digunakan, yang jelas sangat familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Perkenalan dalam setiap pertemuan perdana dapat dianggap sebagai awal saling mengenali seperti dosen dan mahasiswanya, guru dan muridnya, bahkan Tuhan dan hambanya.

Begitu pula halnya dengan moderasi beragama yang cenderung baru dan sedang menjadi program prioritas pemerintah saat ini, perlu dilakukan pengenalan dan sosialisasi pada publik agar tidak dimaknai secara liar dan dis-orientasi.

Secara umum, moderasi beragama dimaknai sebagai ekspresi sikap keagamaan baik secara individu atau kelompok dengan mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak.

Perilaku keagamaan yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan tersebut konsisten dalam mengakui dan memahami individu maupun kelompok lain yang berbeda.

Dengan kata lain, moderasi beragama itu seimbang dalam memahami ajaran agama yang diekspresikan secara konsisten sekaligus tetap berpegang teguh pada prinsip ajaran agama masing-masing, namun dalam waktu yang bersamaan mampu mengakui keberadaan agama dan kepercyaan lain.

Perilaku moderasi beragama lebih kongkrit diwujudkan dalam sikap toleran, saling menghormati perbedaan pendapat, menghargai kemajemukan, dan tidak memaksakan kehendak atas nama paham keagamaan dengan cara-cara kekerasan.

Pemerintah menaruh keseriusan dalam penguatan moderasi di Indonesia, hal ini tampak dari Perpres No 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang menempatkan moderasi beragama sebagai program prioritas yang harus diimplementasikan oleh seluruh Kementerian/Lembaga, bahkan Kementerian Agama telah dipercayakan sebagai leading sector-nya.

Pada tatanatan implementasinyapun telah dimulai dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang dinilai paling bertanggung jawab dalam mempertahankan moderasi beragama tersebut.

Alasan ini dipilih karena PTKI berada di bawah payung Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah yang konsern dan bertanggung jawab dalam pengarusutamaan moderasi beragama. Selain itu PTKI dinilai intens melakukan kajian-kajian keislaman (Islamic stdies), sebagai agama yang dianut oleh mayoritas umat beragama di Indonesia.

Dapat diterima atau tidak beberapa kasus ekstremisme atau radikalisme di Indonesia identik dengan penganut aliran atau kelompok ajaran agama tertentu di Indonesia termasuk yang berafiliasi pada Islam.

Sebagai upaya membendung arus ekstremisme atau radikalisme itu, telah dan akan didirikan rumah moderasi beragama pada seluruh PTKI se-Indonesia, dengan demikian moderasi beragama diharapkan benar-benar menjadi landasan berpikir, bersikap, dan bertindak serta dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan dan program.

Jalan Tengah Moderasi Beragama

Moderasi beragama baru digaungkan dalam setengah dekade terakhir tepatnya mulai dari menteri Agama RI Lukman Hakim Siafuddin menjabat hingga saat ini. Pun demikian, dalam praktiknya telah dilakukan jauh sebelum itu bahkan sejak Islam awal.

Dalam sebuah potongan hadist yang panjang Rasulullah menjelaskan kepada para sahabatnya “…demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat malam dan juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” (HR. Al-Bukhari No. 5063).

Sebenarnya apa yang sedang dicontohkan oleh Nabi saat itu adalah praktik moderasi beragama, meskipun ia tidak menyebut kata persis seperti itu.

Karena yang ia lakukan itu adalah fitrah kemanusiaan dalam menjaga keseimbangan hidupnya, sehingga moderasi beragama itu dapat dipahami sebagai kebutuhan manusia (fitrah) yang menitik beratkan perhatian pada sikap yang tidak berlebihan sekalipun itu dalam hal ibadah.

Dalam konteks ke-Indonesiaan telah diajukan empat indikator minimum sebagai acuan moderasi beragama tersebut.

Pertama komitmen kebangsaan, hal ini merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat sejauh mana cara pandang dan ekspresi keagamaan seseorang atau kelompok tertentu terhadap ideologi kebangsaan, terutama komitmen menerima Pancasila sebagai dasar bernegara.

Persoalan komitmen kebangsaan saat ini sangat penting diperhatikan terutama ketika dikaitkanan dengan kemunculan paham-paham baru keagamaan yang tidak akomodatif terhadap nilai-nilai dan budaya yang sudah lama terpatri sebagai identitas kebangsaan yang luhur.

Kedua toleransi, toleransi merupakan sikap terbuka (inklusif) untuk memberi ruang dan tidak mengganggu orang lain untuk beragama atau berkeyakinan dan mengekspresikannya, meskipun hal tersebut berbeda dengan yang diyakini.

Selain keterbukaan dalam menyikapi perbedaan, toleransi juga mengandung sikap menerima, menghormati orang lain yang berbeda, serta menunjukkan pemahaman yang positif.

Ketiga anti radikalisme dan kekerasan, radikalisme dan kekerasan dalam konteks moderasi beragama muncul sebagai akibat dari pemahaman keagamaan yang sempit.

Sikap dan ekspresi yang muncul dari ideologi dan pemahaman ini cenderung ingin melakukan perubahan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Kekerasan yang muncul dari sikap dan ekspresi keagamaan radikal tidak hanya pada kekerasan fisik, namun juga pada kekerasan non-fisik, seperti menuduh sesat kepada individu maupun kelompok masyarakat yang berbeda paham dengan keyakinannya tanpa argumentasi teologis yang benar.

Keempat akomodatif terhadap budaya lokal, perjumpaan antara agama dan budaya kerap mengundang perdebatan yang panjang dan menyisakan beberapa persoalan.

Misalnya, Islam sebagai agama yang bersumber dari wahyu dan setelah nabi wafat sudah tidak turun lagi, sementara budaya adalah hasil kreasi manusia yang dapat berubah sesuai kebutuhan hidup manusia.

Hubungan antara agama dan budaya merupakan sesuatu yang ambivalen. Pada sisi ini rentan terjadi pertentangan antara paham keagamaan, terutama keislaman dengan tradisi lokal yang berkembang di masyarakat setempat.

Untuk lebih kongkrit indikator yang disebutkan di atas dapat terwujud dalam kerangka kerja dengan memperhatikan perinsi-prinsip moderasi beragama berikut ini.

Pertama tawassuth (jalan tengah) yang dimaknai sebagai pemahaman dan pengamalan agama yang tidak berlebih-lebihan (ifrāth) dan juga tidak menguranginya (tafrīth). Tawassuth juga dapat dipahami sebagai sikap tengahan diantara fundamentalis dan liberalis.

Kedua tawāzun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang dalam semua aspek kehidupan orientasi duniawi dan ukhrowi, sikap tawāzun tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat memilah antara perbedaan (ikhtilāf) dan penyimpangan (inhirāf).

Ketiga i’tidāl (lurus dan tegas), maksudnya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

Keempat tasāmuh (toleransi) yang diartikan berupa sikap seseorang yang termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan pendirian yang beraneka ragam sekalipun tidak sependapat dengannya.

Kelima musāwah (egaliter), persamaan dan penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Allah.

Keenam syurā (musyawarah) sebagai prinsip saling menjelaskan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai sesuatu perkara.

Perinsip moderasi beragama ini merupakan kerangka acuan yang dapat selalu digunakan karena ia berlaku universal yang melampaui batas daerah, wilayah, negara serta dan batasan lainnya, dengan kata lain bahwa prinsip-prinsip tersebut dapat diterima semua kalangan. Wallahu a’lam.

Tulisan ini diinisiasi atas kerjasama Seuramoe Moderassi Beragama STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh dan Laboratorium Prodi Sosiologi Agama LABPSA Tv UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *