Kaum Radikal Jihadis Mencemari Budaya Islam

PENGUKUHAN GURU BESAR: Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Prof Dr Imam Taufiq MAg mengalungkan samir dalam Sidang Senat Terbuka Pidato Guru Besar bidang Ilmu- Ilmu Pemikiran Islam Prof Dr M Mukhsin Jamil MAg berjudul ‘’Rekonstruksi Pemikiran Islam dan Tantangan Islamisme di Indonesia Kontemporer’’ di auditorium UIN Walisongo, Selasa (15/2)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Mukhsin Jamil Guru Besar Pertama

SEMARANG, Hajinews.id – Prof Dr M Mukhsin Jamil mengatakan, sebagian kelompok Islam (Islamis) di Indonesia mempraktikkan aksi-aksi radikal dan teror dengan menyerang secara membabi buta terhadap apa saja yang dianggap bertentangan dengan Islam.

‘’Gerakan radikal ini sangat antidemokrasi dan berusaha untuk memaksakan sistem khilafah sebagai gantinya.  Mereka menganggap seluruh isme dan institusi, simbol-simbol di luar yang mereka tawarkan, sebagai tidak islami, sesat dan berlawanan dengan Islam dan oleh karenanya harus dihancurkan. Untuk menopang gerakan semacam ini para intelekual radikal jihadis merumuskan yurisprudensi berupa fatwa-fatwa hukum yang kemudian menjadi rujukan seluruh proponen gerakan jihadis di berbagai belahan dunia,’’ tegasnya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Mukhsin menyampaikan hal itu dalam pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu-Ilmu Pemikiran Islam UIN Walisongo di auditorium Jalan Prof Dr Hamka, Ngalian Semarang, Selasa (15/2).  Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Prof Dr Imam Taufiq MAg menjelaskan, Prof Dr M Mukhsin Jamil merupakan guru besar pertama UIN Walisongo yang ditetapkan melalui  Peraturan Menteri Agama (PMA) No 7 Tahun 2021 tentang Penilaian Jabatan Fungsional Dosen Jenjang Lektor Kepala dan Profesor dalam Rumpun Ilmu Agama. PMA ini ditetapkan dan diundangkan sejak 14 April 2021. ‘’Ini adalah kali pertama penetapan guru besar rumpun ilmu agama yang dilakukan oleh Menteri Agama. Sebelumnya, penetapan guru besar dilakukan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Terima kasih Gus Men, Pak Sekjen, Pak Dirjen,’’ kata Imam Taufiq.

TUMPENG ULANG TAHUN: Guru Besar Bidang Ilmu-Ilmu Pemikiran Islam UIN Walisongo Prof Dr M Mukhsin Jamil MAg memotong tumpeng HUT Ke-52 usai menyampaikan pidato di depan Sidang Senat Terbuka berjudul ‘’Rekonstruksi Pemikiran Islam dan Tantangan Islamisme di Indonesia Kontemporer’’ di auditorium UIN Walisongo, Selasa (15/2)

Yang menarik, pengukuhan guru besar Mukhsin Jamil bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT)-nya Ke-52. Sehingga Sidang Senat Terbuka ada acara tambahan yaitu potong tumpeng. Mukhsin Jamil yang juga Wakil Rektor 1 UIN Walisongo memotong tumpeng dan diserahkan kepada Rektor Imam Taufiq.

Mencemari Islam

Dalam pidatonya, Mukhsin Jamil mengatakan, kaum radikal jihadis telah mencemari budaya Islam, terutama dengan pemikiran mereka bahwa ayat-ayat pedang telah menghapus ayat-ayat toleransi dan inklusivisme. ‘’Akibatnya kemudian adalah Islam yang semangat dan ajaran dasarnya adalah ajaran mengenai kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan berubah menjadi ideologi kekerasan,’’ katanya.

Berbagai terminologi dalam pemikiran Islam klasik terutama fiqih kini telah dibajak oleh para tokoh intelektual jihadis radial dan berubah menjadi apa yang bisa disebut sebagai fiqih teroris (al-fiqh al-irhabi). Terminologi-terminologi dalam pemikiran Isam klasik yang dimaksud diantaranya adalah jihad, qital, qotl, ghazwu, syahadah dan syahid yang dikaitkan secara integral dan pada akhirnya menimbulkan kesan kuat bahwa Islam meremehkan nilai-nilai kemanusiaan dan menganggap berdosa orang-orang yang mencintai kehidupan dan tidak menyukai kematian.

‘’Fiqh Irhabi misalkan, terus menarasikan salah satu tradisi fiqih Islam yang mengajarkan mengenai balasan surga dengan sejumlah bidadari yang menanti bagi siapapun yang gugur di medan perang. Fiqh irhabi juga mengadopsi secara sembarangan konsep fiqih yang kini sulit dicari batasan empirisnya yaitu konsep Dar al-Harb (wilayah perang) dan Dar al-Islam (wilayah Islam),’’ katanya.

Mukhsin Jamil memberikan perhatian lebih pada salah satu sayap Islamisme ektra parlementer yang paling berbahaya yaitu pemikiran dan gerakan Islamisme radikal. ‘’Untuk itu saya memandang perlu dilakukan diuraikan dua pokok pemikiran,’’ katanya. Pertama, uraian mengenai dan kritik terhadap yurisprudensi theologi yang selama ini menjadi landasan radikalisme Islamis. Perhatian diberikan kepada pokok-pokok gagasan dan landasan argumentasi yang mendasari moda pemikiran yang sering disebut sebagai fiqh teroris (fiqh harbi). Sebagai sebuah bangunan pemikiran tentu saja fiqh harbi hanya merupakan salah satu perangkat saja dari keseluruh pemikiran dan gerakan yang disebut sebagai Islamisme. Oleh karenanya perhatian akan diberikan kepada Islamisme secara luas. Dalam hal ini meskipun saya mengabaikan saran Basam Tibi yang memandang diskusi mengenai Islam radikal dan Islam moderat sebagai suatu cara yang kurang membantu memahami Islamisme secara lebih baik, saya mengadopsi pemisahan secara tegas antara Islam dan Islamisme yang sarankan Tibi (2012).

‘’Kedua, uraian mengenai rekonstruksi nalar (epistemologi) dan metode yang diperlukan untuk membangun pemikiran Islam yang lebih luas guna mengangkat kembali visi Islam yang humanis, terbuka dan toleran dan dengan demikian berkontribusi bagi perwujudan kehidupan yang berkeadaban,’’ katanya.

Rektor UIN Walisongo Prof Dr Imam Taufiq dalam pidatonya mengatakan, rekonstruksi pemikiran Islam yang digagas oleh Prof Mukhsin merupakan bentuk ijtihad intelektual yang sangat penting sebagai upaya mengatasi kegelisahan antara ‘’yang semestinya’’ dan ‘’yang sedang terjadi’’, khususnya dalam Islam.

Kegelisahan tersebut menguat ketika gerakan Islamisme tidak mampu membedakan antara mana wilayah normatif dan historis dalam Islam. Wilayah Islam normatif dan Islam historis merupakan dua sisi yang sangat berbeda. Namun, kelompok Islamisme membingkainya menjadi satu hal yang sama.

‘’Kegelisahan ini pulalah yang juga dirasakan oleh Nahsr hamid Abu Zayd dalam bukunya “Naqd al-Khitab al-Diny” yang sering beliau sebut dengan istilah wilayah agama (al-Din) dan pemikiran keagamaan (al-Fikr al-Diny),’’ katanya.

Ijtihad akademik yang ditawarkan Prof. Mukhsin menurutnya perlu diapresiasi khususnya dalam beberapa poin penting, di antaranya: pertama, perlunya melakukan de-ideologisasi agama (Islam). ‘’Tawaran ini menurut saya selain sangat siginifikan juga sangat mendesak untuk dilakukan khususnya ditengah ketidakmapuan mayoritas kelompok Islamisme dalam membedakan antara ‘mana yang pokok’ dan ‘mana yang cabang’ dalam agama (Ushul al-Din dan Furu’ al-Din). Dalam konteks inilah saya kira tawaran Prof. Mukhsin untuk mendekonstruksi konsep ‘fikih terorisme/fiqh irhabi’ di satu sisi dan merekonstruksi ‘fiqh perdamian’ di sisi lain menjadi sesuatu yang sangat berharga,’’ katanya.

Upacara pengukuhan guru besar dihadiri Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji, Kasubdit Ketenagaan, Direktorat Diktis, Ditjen Pendis Kemenag RI Ruchman Basori, Kasubdit Sarpras Direktorat KSKK Ditjen Pendis Kemenag RI Abdul Rouf, Ketua PW Muhammadiyah Jateng Dr H Tafsir dan para Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). (agus)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *