Dinilai Buat Gaduh Lagi, MUI Kritik Keras Pernyataan BNPT

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



JAKARTA, Hajinews.id — Pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali menuai kritikan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hal ini karena pernyataan BNPT tersebut dinilai berpotensi membuat gaduh.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kritik MUI terkait pernyataan BNPT soal sejumlah teroris yang menyusup ke lembaga publik dan ormas.

“Setelah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyampaikan permintaan maaf secara resmi tanggal 3 Februari 2022 di MUI. Kali ini kembali membuat pernyataan yang membuat gaduh dan menyesalkan di antaranya Irfan Idris mengatakan BNPT tidak bermaksud menuding sejumlah lembaga yang anggotanya ditangkap Densus 88/Antiteror sebagai organisasi teroris. Menurutnya, teroris menyusup dan tidak langsung melancarkan aksi teror, melainkan berupaya menguasai lembaga tersebut. Hal ini juga terjadi di perguruan tinggi,” kata Sekjen MUI Amirsyah Tambunan kepada wartawan, Minggu (20/2/2022).

Amirsyah mempertanyakan mengenai pencegahan penyusup ke ormas. Dia juga mengkritik soal pernyataan tentang teroris tidak langsung berupaya melakukan aksi teror, tapi berusaha menguasai lembaga tersebut.

“Yang menjadi pertanyaan bagaimana kita mencegah penyusup ke ormas sehingga target tidak pada penangkapan. Kata Irfan tidak langsung melakukan aksi di pendidikan tinggi tapi melakukan proses-proses awal, misalnya pembaiatan, pengajian, dengan sangat disayangkan,” ujar Amirsyah.

Narasi ini, kata Amirsyah, harus diinvestigasi bersama-sama sehingga ada fakta dan data seperti apa proses pembaiatan, pengajian yang disebutkan BNPT itu agar tidak meresahkan masyarakat.

Amirsyah mengatakan keberhasilan penanggulangan terorisme bukan pada penangkapan, melainkan pada pencegahan. Dia lantas berbicara mengenai aturan tentang tindak pidana terorisme.

“Karena pencegahan merupakan kewajiban pemerintah, termasuk aparat penegak hukum berdasarkan UU No 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.”

“Berdasarkan Pasal 43 A (1) Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme. (2) Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian. (3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. kesiapsiagaan nasional; b. kontra-radikalisasi; dan c. deradikalisasi. Jadi ada logika hukum yang tidak masuk akal bagi pejabat BNPT,” kata Amirsyah.

“Atas dasar itu, keberhasilan penanggulangan tindak pidana terorisme bukan pada penangkapan tapi pada pencegahan sehingga mengedepankan fungsi negara melindungi warga negara dari terorisme melalui deradikalisasi dan kontra-radikalisasi,” sambung dia.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *