Di Tubuh Anies Juga Mengalir Darah Pahlawan

Di Tubuh Anies Juga Mengalir Darah Pahlawan
Di Tubuh Anies Juga Mengalir Darah Pahlawan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Yarifai Mappeaty, Pemerhati Sosial Politik

Salah seorang yang berjasa besar dalam perjuangan mendapatkan pengakuan dari negara-negara Arab itu adalah AR. Baswedan, kakek Anies Baswedan. Beliau termasuk tokoh pejuang dan pendiri republik ini. Maka tidak salah jika beliau dianugerahi Pahlawan Nasional.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – DIALOG kebangsaan bertajuk “Indonesia Bangkit” di Tv One pada puncak peringatan hari lahir televisi nasional itu, 15 Februari 2022 lalu, sungguh menyuguhkan cita rasa yang lain, sama sekali berbeda dengan dialog-dialog sebelumnya yang pernah diselenggarakan Tv One.

Dialog yang dipandu Karni Ilyas itu, menghadirkan  Anies Baswedan, Ridwan Kamil (Kang Emil), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Sandiaga Uno (Sandi), sebagai nara sumber. Disebut berbeda karena mereka beradu gagasan tanpa saling menerjang.

Suasana dialog berlangsung begitu menyejukkan. Sedikitpun tak terlihat rivalitas di antara mereka. Baik Anies, Kang Emil, AHY, maupun Sandi, tampak terkoneksi secara batin untuk sama-sama menghadirkan optimisme bagi masa depan Indonesia.

Bahkan ada momen dimana Anies, misalnya, tak segan-segan mengutip Kang Emil. Tak salah lagi, kalau mereka semua adalah calon-calon pemimpin bangsa berikutnya. Sayang, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, urung hadir.

Di sebuah warung kopi di Makassar beberapa hari kemudian, kemunculan mereka di Tv One itu, masih dipercakapkan. Satu per satu, bibit, bobot, bebet mereka ditelisik. Di sini, tentu saja Anies yang menjadi tema sentral. Sementara Kang Emil, AHY, maupun Sandi, disebut sekenanya. Sebab, ibarat test seleksi, ketiganya dianggap telah lulus.

Kapasitas dan kapabilitas Anies, dijamin tak ada yang meragukan. Kecuali sekelompok kecil orang yang menjadikan Anies sebagai sumber fulus, pasti punya pandangan berbeda.  Maklum, mereka menjadikan Anies semacam resources untuk diekploitasi dengan cara sinis dan nyinyir, memenuhi pesanan majikan.

Saat di SMA, Anies adalah peserta program pertukaran pelajar (AFS) dan tinggal di Wisconsin, Amerika Serikat selama setahun. Ia Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada. Gelar Magisternya diperoleh dari University of Maryland, sedangkan Doktoralnya diraih di Northern Illinois University, keduanya di Amerika Serikat.

Anies dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina pada usia 38 tahun, menggantikan Nurcholis Majid (Cak Nur). Universitas Paramadina adalah sebuah universitas di mana gagasan mengenai pluralisme disemai.

Tak lama memimpin Universitas Paramadina, Majalah Foreign Policy memasukkan Anies dalam daftar 100 intelektual publik dunia. Penghargaan individu semisal itu yang diterima Anies dari lembaga internasional, bukan yang pertama, sudah berderet, namun tak cukup ruang untuk menyebutnya satu per satu.

Maka, sungguh heran, jika kemudian ada yang lancang mengajari Anies tentang pluralisme. Sebab, itu sama saja mengajari ikan berenang. Bahkan sangat menggelikan ketika ada pihak bekerja keras mengaitkan Anies dengan isu-isu radikalisme dan intoleran. Berhenti saja, karena tidak bakal ketemu.

Dari segi bebet, Anies diakui tak bisa disandingkan dengan Sandi, AHY, bahkan dengan Kang Emil. Tetapi jangan lupa bahwa jika ukurannya adalah uang, maka Anies tidak mungkin memenangkan Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Artinya, bebet dalam hal ini akan menjadi relatif, bukan sesuatu yang mutlak.

Bagaimana dengan bibit? Anies memang bukan pribumi asli seperti kita. Tetapi jangan salah, darah Indonesia yang ia warisi dari kakeknya, tidak kurang kentalnya, bahkan mungkin lebih kental. Sebab adanya negara yang bernama Indonesia ini, berkat perjuangan orang-orang terdahulu, termasuk A.R. Baswedan, kakek langsung Anies.

Lalu, coba pikir, kira-kira apa yang terjadi sekiranya kemerdekaan Indonesia tidak segera mendapat pengakuan dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab? Maka kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 itu, mungkin saja sia-sia. Dan, nama Indonesia tak akan pernah tercatat dalam peta dunia.

Hal itulah yang membuat Soekarno–Hatta, cemas. Sebab, bayangkan, sudah hampir dua tahun lamanya, belum ada satu pun negara di dunia yang mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Untungnya, negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab  memberi pengakuan pada 1947.

Untuk diketahui bahwa salah seorang yang berjasa besar dalam perjuangan mendapatkan pengakuan dari negera-negara Arab itu adalah A.R. Baswedan. Beliau termasuk tokoh pejuang dan pendiri republik ini. Maka tidak salah jika beliau dianugerahi Pahlawan Nasional.

Oleh karena itu, sekiranya republik ini semacam perusahaan, maka,  sekecil apa pun itu, Anies juga punya saham di dalamnya, warisan kakeknya.  Lantas, kita dan terutama kalian yang merasa paling NKRI, punyakah saham seperti yang dimiliki Anies?

Maka berkacalah pada sejarah agar punya rasa malu mempertanyakan bibit Anies.

Makassar, 22 Februari 2022

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *