LP3ES: Wacana Penundaan Pemilu Mengarah ke Perilaku Otoriter

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Penundaan pemilihan umum (Pemilu) dinilai sebagai satu gagasan yang menolak peraturan atau regulasi yang dibentuk untuk menjalankan sistem demokrasi yang baik di suatu negara.

Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto menuturkan, pihaknya telah sejak lama mengkaji wacana penundaan Pemilu sejak tahun lalu, yang mana muncul wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Isu ini sudah sangat usang, cuma dimodifikasi sedikit. Dalam kajian LP3ES sudah dipublish di berbagai buku terbitan kami. Akan tetapi kali ini serius karena yang menggagas ketum Parpol langsung,” ujar Wijayanto dalam diskusi virtual LP3ES bertajuk ‘Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi’, pada Selasa (1/3).

Selain ketua umum partai politik, Wijayanto juga telah mendengar adanya dukungan terhadap penundaan Pemilu dari salah satu pimpinan ormas keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf.

“Dan menarik juga kita mendengar ketua PBNU yang menyampaikan penundaan Pemilu masuk akal. Mereka orang-orang yang punya konstituen. Apalagi ketum parpol, bukan hanya punya konstituen tapi punya kursi di parlemen,” imbuhnya.

Maka dari itu, Wijayanto menilai, isu penundaan Pemilu sama dengan isu yang digaungkan oleh kelompok sipil yang mendukung adanya perpanjangan periode jabatan presiden menjadi 3 periode.

Sehingga dalam beberapa buku yang diterbitkan Wijayanto dan LP3ES yang berjudul “Nestapa Demokrasi di Masa Pandemi” dan “Demokrasi Tanpa Demos”, para ilmuwan Indonesia yang menjadi penulis mengingatkan bahwa Indonesia tengah mengalami kemunduran demokrasi yang serius. Bahkan, mengarah putar balik ke arah otoritarianisme.

Untuk itu, Wijayanto menekankan bahwa wacana penundaan Pemilu harus diseriusi. Karena dalam kajian LP3ES, terdapat empat indikator yang yang ditulis oleh dua ilmuwan politik asal Amerika Serikat terkait ciri otoritarian.

“Dalam studi kita tentang empat indikator perilaku otoriter yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, salah satunya adalah penolakan atau komitmen lemah atas aturan main demokratis. Inilah yang menjadi salah satu alat analisis kita untuk menilai keberadaan demokrasi Indonesia,” paparnya.

“Kita melihat bahwa wacana presiden 3 periode atau wacana penundaan Pemilu itu adalah wacana yang menyalahi aturan demokrasi. Karena dalam negara demokrasi, yang sudah menjadi kesepakatan, bahwa kekuasaan harus dibatasi melalui Pemilu maksimal dua periode,” pungkas Wijayanto.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *