Rusia Menghadapi Serangan Ekonomi Barat?

Rusia Menghadapi Serangan Ekonomi Barat?
Rusia Menghadapi Serangan Ekonomi Barat?
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Andi Rahmat, Pelaku Usaha

( Lanjutan dari tulisan sebelumnya)

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Relentless barrage of economic sanctions. Kira-kira begitulah yang sekarang tengah dilakukan Barat ( baca: AS dan sekutu-sekutunya )terhadap perekonomian Rusia. Serangan tanpa henti terhadap sendi-sendi perekonomian Rusia. Dengan satu tujuan utama, yang sering diungkapkan oleh banyak pejabat Barat, melumpuhkan perekonomian Rusia.

Skala serangan ekonomi ini tidak main-main. Hingga pada titik dimana, hanya dengan perspektif ekonomi saja tidak akan cukup untuk memahaminya secara utuh.

Mungkin ini sudah menjadi soal eksistensial bagi Barat. Soal mempertahankan tatanan dunia yang selama ini telah dibangun dan didominasi Barat. Soal kredibilitas dan legitimasi keampuhan mereka dalam mempertahankan tatanan dunia yang eksis sekarang ini. kami sendiri berpandangan, inilah raison d’etre dibalik massifnya serangan ekonomi Barat terhadap Rusia sebagai respon terhadap konflik di Ukraina.

Berangkat dari pandangan itu, maka terasa penting untuk memahami seberapa ampuh arsenal ekonomi Rusia dalam menghadapi serangan ekonomi ini. Dalam hal membentengi ekonominya, keampuhan perekonomian Rusia dalam menghadapi gejolak perekonomian selama ini menyebabkan munculnya istilah “ Russia Economic Fortress”. Istilah yang sering pula digunakan oleh media-media internasional untuk menyebutkan resiliensi perekonomian Rusia.

Yang dihadapi Rusia kali ini tentu berbeda. Ini bukan serangan ekonomi biasa. Ini adalah serangan ekonomi terencana, bermotif strategis dengan tujuan yang pasti. Yang dihadapi oleh Rusia adalah perekonomian senilai USD 35,68 Triliun atau 42,12 GDP dunia ( kombinasi AS dan Uni Eropa ). Ekonomi yang tidak saja dominan secara nilai tapi juga dominan dalam penguasaan infrastruktur perekonomian dunia. Federasi Rusia Sendiri hanya urutan 11 dalam strata ekonomi dunia, per 2020 nilainya sebesar USD 1,48 Trilliun atau 1,75 % dari GDP dunia.

Serangan ekonomi yang dilakuan Barat terhadap Rusia ini, hampir memutuskan akses perekonomian Rusia terhadap hampir separuh perekonomian dunia.

Rusia, dengan motif Waltziannya yaitu keberlangsungan-hidup ( survivalitas) eksistensi strategisnya dalam percaturan global, seperti tidak bergeming dalam menghadapi tekanan ini. Nampaknya, Presiden Putin sudah siap untuk semua konsekuensi petualangannya di Ukraina. Rusia kelihatan percaya diri secara ekonomi.

Lantas, darimana sumber kepercayaan diri ini? apakah kepercayaan diri ini cenderung egois dan tidak rasional? Kami sendiri tidak berpretensi untuk menjawab ini. Ini pertanyaan serius yang diluar kemampuan kami.

Tulisan ini lebih pada melihat “ Rusia Fortress Economy” dihadapan serangan ekonomi Barat.

Per 2019, eksposure perdagangan global Rusia adalah sebagai berikut. Nilai ekspor Rusia sebesar USD 407 B. Ekspor ini terutama berupa Minyak Mentah ($123 B), Minyak Olahan ($66,2 B), Gas ($26,3B), Batubara ($22 B). Rusia adalah produsen gandum terbesar dunia dengan total ekspor ($8,1 B). Selain itu adalah Besi ($6,99), Nikel ($4,03B ) dan Fertilizer ($3,05B).

Mitra dagang terbesar Rusia adalah Uni Eropa, sekitar €174,3 B atau 37% total perdagangan global Rusia. Rusia sendiri adalah mitra dagang ke-5 Uni eropa, 4,8% dari total eksposure perdagangan Global Eropa. Berturut-turut mitra dagang terbesar Rusia selain UE adalah China (18,3%), Belarus (4,4%), AS (3,8%), Turki (3,8%), Inggris (3,4%), Kazakhstan (2,7%). Sisanya adalah yang lain.

Terhadap figur ini ada tiga catatan penting. Pertama, profil perdagangan global Rusia menunjukkan posisinya yang sentral terhadap stabalitas energi dunia, kontrol yang signifikan terhadap sumber makanan dunia, dan posisinya yang kritikal dalam mata rantai pasokan bahan baku mineral penting bagi industri global.

Karena figur diatas pula kita melihat bahwa Rusia memiliki kesamaan penting dengan China dalam hal Surplus perdagangan global. Penguasaan Rusia terhadap produk-produk kritikal mengerikan keuntungan terhadap surplus perdagangan Rusia yang mencapai 41,6%. Ini yang memberi kontribusi penting pada besarnya cadangan devisa Rusia yang mencapai $630 Miliar. Dan ini pula yang sebagiannya dibekukan oleh UE dan AS.

Ketiga, Ekonomi Domestik Rusia sendiri sesungguhnya sangat kuat. 72,5% perekonomiannya ditopang oleh ekonomi domestik. Temtu tidak sesederhana itu dalam menggambarkan keperluan Rusia terhadap perdagangan global. Rusia tentu sangat memerlukan likuiditas yang bersumber dari perekonomian dunia.

Namun Rusia nampaknya telah mempersiapkan diri jauh sebelumnya dalam memitigasi titik lemah perekonomiannya. Rusia bersiap menjaminkan kapasitas ekonomi globalnya untuk mencapai tujuan waltziannya.

Di Uni Eropa sendiri, ada tiga negara yang kritis terhadap reaksi balik pukulan ekonomi Rusia. Jerman, Belanda dan Italia adalah negara-negara itu. Negara-negara ini sangat besar ketergantungannya terhadap produk kritikal Rusia. Belanda mengimpor tidak kurang dari $ 41,7 B Bdari Rusia, Jerman $ 18,5 dan Italia $16,7 B. Kehilangan negara-negara ini bagi Rusia nampaknya masih dapat dikompensasikan oleh keberadaan China ($58,1 B), Belarusia ($ 20,5 B) dan Turki ($13 B).

Profil ini pula yang mungkin menjelaskan mengapa tiga negara-negara tersebut cukup berhati-hati dalam melancarkan serangan ekonominya. Dan cenderung mengkonsolidasikan sikapnya dalam sikap komunal Uni-Eropa.

Dalam hal importasi barang, Rusia juga relatif berada pada posisi yang solid. Profil Impor Rusia didominasi oleh Mobil dan Suku Cadangnya ( $19,2 B), Obat dan Alat Kesehatan ($10,2 B), Alat Telekomunikasi ($6,75 B) dan Pesawat dan suku cadangnya ($4,81B). Rusia mengimpor dari China sebesar ( $47,1 B) dan dari Jerman ($30 B). Dengan kata lain, Rusia mengimpor barang konsumsi yang tidak terlampau kritis bagi sumber daya ekonominya.

Secara regional, menyangkut Rusia dan Negara-negara bekas Uni Sovyet di Asia Tengah, dominasi ekonomi rusia sangat kuat terhadap perekonomian senilai $1.9 Triliun.

Serangan paling terasa bagi sektor ekonomi Rusia sejauh ini terletak pada Sektor Keuangan dan Isolasi dari entitas bisnis global, terutama Raksasa bisnis Barat.

Sebagaimana yang telah kami kemukakan pada tulisan sebelumnya, kombinasi sanksi-sanksi ekonomi Barat memicu tekanan yang kuat terhadap daya tahan sektor keuangan Rusia. Mata Uang Rusia terdepresiasi hingga 30% per 1/03/2022, pasar hutang dan ekuitasnya dihentikan sementara, Inflasi meroket, 47% cadangan devisanya di bekukan, transaksi global perbankannya terisolasi. Dan sederet lainnya, termasuk pembekuan asset tokoh-tokoh penting Rusia , termasuk Presiden Putin hingga para oligarkisnya.

Dalam jangka pendek, tekanan ini tidak terlalu merusak profil fundamental ekonomi Rusia. Kendati “ First Shock Effect”nya cukup kuat, dibutuhkan waktu yang relatif panjang untuk meruntuhkan fundamental ekonomi Rusia. Banyak analis Ekonomi memperkirakan, sanksi-sanksi ekonomi ini akan menciptakan resesi bagi perekonomian Rusia,Pertumbuhan GDPnya akan tergerus hingga -7%.

Sejak tahun 2014 terakhir, Rusia cukup agresif dalam mendiversifikasi eksposure cadangan devisanya. Dominasi cadangan devisanya dalam bentuk USD dan Euro yang semula 79% dari total eksposure, hingga 2021 telah menjadi hanya 47%. Sebaliknya Rusia meningkatkan Cadangan Renminbinya dari semula 0% menjadi 14 % per 2021 dan juga cadangan emasnya yang semula kurang dari 10% menjadi 22%.

Atau dengan kata lain, kendati hampir separih cadangan devisanya di bekukan. Rusia tetap memiliki lebih dari separuh cadangan devisanya, yang jumlahnya lebih besar 3 kali lipat cadangan Indonesia. Plus, potensial “cash inflow”nya dari kegiatan ekspor komoditi strategisnya yang sulit tergantikan.

Sebaliknya, bagi AS dan UE, beberapa instrumen sanksi-sanksi ini justru menimbulkan tantangan baru. Misalnya, dalam pembekuan cadangan devisa Rusia, terdapat tantangan serius terhadap legitimasi dominasi Dollar dan Euro sebagai undertaking reserve. Pertanyaan seperti apa perlunya menyimpan cadangan devisa dalam dua bentuk mata uang itu, yang sewaktu-waktu menjadi tidak berarti bagi suatu negara? Mengapa tidak menyimpannya dalam bentuk Emas, atau komodito lainnya dan bahkan merelokasinya kepada Renminbi China??.

Demikian juga dengan sistem SWIFT yang semestinya netral tapi ternyata bisa dijadikan “senjata”. Tentu bagi banyak negara, itu akan memicu akselerasi bagi penciptaan alternatif-alternatif sistem yang lebih terdesentralisasi dan tidak didominasi oleh satu negara.

Walhasil. Konflik Rusia versus Ukraina sepertinya telah membawa kita untuk melihat secara lebih jauh potret tatanan ekonomi dunia berikut sistem yang belerja didalamnya. Dari perspektif ini, konflik Rusia-Ukraina turut pula menyeret kita kedalam pasaran paradigma tatanan ekonomi dunia. Apapun hasil dsri konflik ini, tatanan perekonomian dunia makin segera mengalami perubahan. it’s about to change. Wallahu ‘alam.

Catatan: istilah Waltzian saya ambil dari nama Kenneth Waltz, penulis buku “ Theory of International Politics”. Pandangan Realismenya dalam Politik Internasional mendalilkan struktur sistem internasional dan dorongan survivalitas sebagai sumber konflik antar negara. semoga tidak keliru.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *