Ustaz Das’ad Latif Kritisi Pidato Jokowi ke TNI Polri Tentang Penceramah Radikal: Amar makruf nahi mungkar beda

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Salah satu isi pidato Jokowi tentang teguran kepada keluarga besar TNI dan Polri untuk berhati-hati memanggil penceramah. Bahwa jangan semaunya tanpa pertimbangan, sesuaikan dengan aturan demokrasi di negeri ini.

Pidato Jokowi tersebut ia ungkapkan saat menghadiri acara Rapim TNI-Polri pada Selasa, 1 Maret 2022.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Hati-hati ibu-ibu, kita juga sama kedisplinannya harus sama. Menurut saya enggak bisa ibu-ibu itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi,” isi pidato Jokowi.

Bagi Jokowi, dalam hal mengundang penceramah tidak boleh sembarangan harus dikoordinir oleh kesatuan.

Lanjutnya persoalan memilih penceramah dalam institusi TNI dan Polri harus diurus walaupun bagian dari mikro atau hal yang kecil. “Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, hati-hati,” tegas Jokowi.

Ditanggapi Ustaz Das’ad Latif

Dilansir dari acara Apa Kabar Indonesia Malam pada Kamis, 3 Maret 2022, Ustaz Das’ad Latif yang kerap diundang untuk mengisi kajian di lingkup TNI Polri memberikan tanggapannya. Ia mengkritisi pernyataan dalam pidato Jokowi tentang penceramah radikal.

Das’ad Latif mengungkapkan bahwa apa yang disampaikan oleh Jokowi terkait himbauan institusi TNI Polri mengundang penceramah radikal kurang lengkap.

Seharusnya himbauan untuk tidak mengundang penceramah radikal juga ditujukan untuk semua institusi, salah satunya seperti masjid dan kampus.

“Bukan cuma TNI Polri, semua institusi kampus, masjid, BUMN jangan mengundang ustaz yang mengajarkan radikalisme,” tegas Das’ad.

Menurutnya yang seharusnya menjadi pokok permasalahannya adalah terdapatnya tema dan konten yang mengandung radikal.

Das’ad menambahkan apabila yang disebut dengan radikal sesuai yang dinyatakan oleh undang-undang seperti merongrong negara, mengancam konstitusi, menyebarkan kebencian.

Komponen-komponen radikal yang terdapat dalam undang-undang tersebut bagi Das’ad tidak ada alasan untuk setuju dengan radikalisme tersebut.

“Tapi kalau yang dimaksud oleh sebagian orang radikalisme adalah amar makruf nahi mungkar tentu lain persoalan,” ucap Das’ad.

“Apabila ada ustaz yang mengkritik misalnya ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, kalau ada yang mengkiritiknya tentu akan beda dengan kritikan seorang dai,” pungkas Das’ad.

Das’ad menjelaskan bahwa kritikan yang diberikan oleh setiap golongan masyarakat berbeda maksud dan tujuannya.

Kritikan yang diberikan oleh seorang dai tentu berbeda dengan kritikan yang diberikan oleh seorang akademisi.

Maka Das’ad kembali menegaskan apabila yang dimaksud radikalisme apabila yang sesuai dinyatakan oleh undang-undang, Das’ad menyetujuinya.

“Tapi kalau yang dimaksud adalah radikal amar makruf nahi mungkar, kritik-kritik terhadap ketimpangan sosial, ini tentu tidak bisa disamaratakan,” tegas Das’ad.

Das’ad memberikan saran serta solusi terhadap himbauan Jokowi, apabila tidak mau repot memilah milah mana penceramah radikal dan mana yang bukan maka undang saja ulama-ulama yang sudah memiliki sertifikasi.

“Alhamdulillah MUI sudah melakukan sertifikasi,” pungkas Das’ad.

“Bahkan saya pribadi sudah melakukan kerja sama dengan dua Polda untuk mengumpulkan para dai untuk diberikan tema strategi dakwah,” imbuhnya.(dbs)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *