Tafsir Al-Quran Surat Asy-Syura ayat 44-46: Kesesatan yang Membawa Kerugian Dunia Akhirat

Surat Asy-Syura ayat 44-46
Prof. Dr. H. Didin Hafidhuddin ( Anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI )
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh

Oleh: Prof. Dr. H. Didin Hafidhuddin ( Anggota Dewan Pakar Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI )
Ahad, 13 Maret 2022

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita bersyukur kepada Allah SWT pada Ahad pagi ini, tanggal 8 Sya’ban 1443 H bertepatan dengan tanggal 13 Maret 2022, kembali kita dapat bersilaturrahum secara virtual, dalam rangka meneruskan kajian kita, mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita akan membahas Surat Asy-Syura ayat 44-46 Kita mulai dengan membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan Surat Asy-Syura ayat 44-46, yang artinya, “Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang zhalim ketika mereka melihat azab berkata, “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat.” Ingatlah, sesungguhnya orang-orang zhalim itu berada dalam azab yang kekal. Dan mereka tidak akan mempunyai pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan ada jalan keluar baginya (untuk mendapat petunjuk).”

Ayat-ayat yang kita baca tadi dari Surat Asy-Syura atay 44-46 ini menjelaskan tentang dua hal, yang bertentangan dalam kehidupan manusia, yaitu: Hidayah (Petunjuk) dan Dhalalah (Kesesatan). Secara hakikat, dua istilah ini memang saling bertentangan. Termasuk bagi orang-orang yang mendapatkan keduanya, juga saling bertentangan, saling kontradiksi. Orang-orang yang mendapat hidayah, akan memiliki atau timbul kecintaan yang luar biasa pada Allah dan Rasul-nya, pada sesama kaum muslimin, pada produsen kebaikan, yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Matanya diperlihatkan melihat kebaikan. Telinganya diperdengarkan pada ucapan-ucapan kebaikan. Hatinya juga selalu dipenuhi bisikan tentang amal dan pernbuatan baik, karena yang bersangkutan senantisa mencari dan memohon untuk diberikan petunjuk atau hidayah ke jalan yang benar. Sebagai ummat muslim, kita membaca surat Al-Fatihah setidaknya 17 kali sehari semalam. Kita berikrar hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada Allah kita mohon perlindungan dan pertolongan. Kita mohon untuk untuk diberikan petunjuk ke jalan yang lurus, untuk diberikan kemantapan dalam menuhi dan menjalani hidayah dari Allah SWT, dalam menjalankan perintahnya dan menjauhi semua larangannya.

Perbedaan antara orang yang mendapat hidayah dan orang yang sesat juga sangat jelas. Perhatikan Surat Al-Anam ayat 125. “Dan mereka tidak akan mempunyai pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah tidak akan ada jalan keluar baginya (untuk mendapat petunjuk)”. Perbedaan perilaku antar orang yang mendapat hidayah dan yang tersesat tercantum sangat jelas. Orang yang mendapat hidayah akan dimudahkan urusannya oleh Allah SWT, utamanya urusan untuk menerima ajaran islam. Kesenangan yang ia terima adalah dalam sikapnya terhadap kebaikan, yang dinyatakan sebagai salah satu sikap orang beriman. “Jika engkau bergembira melakukan kebaikan, dan merasa galau melakukan hal-hal buruk, maka engkau adalah orang beriman”. Orang sesat adalah mereka yang perilakunya dipenuhi dengan kebencian pada ajaran islam, kebencian pada kebaikan orang islam, kebencian pada adzan, atau panggilan shalat. Ia merasa terbebani terhadap orang-orang baik yang melakukan kebaikan. Walaupun terkesan aneh, faktanya memeang seperti ini. Bayangkan, jika ada orang mengaku islam lalu benci dengan panggilan adzan, tanda-tanda ke arah kesesatan telah mulai tampak. Ingat, bagaimana Mustafa Kemal At-Taturk, atau yang sering dijuluki tokoh sekularisme, telah mengganti kalimat adzan dengan Bahasa Turki, walaupun pada akhirnya upaya tersebut akhirnya gagal total. Mereka bermaksud untuk memadamkan cahaya Allah, tapi Allah akan menegakkan kebenaran, akan terus memancarkan cahaya islam, berikut bukti-bukti turunannya. Kita sebagai ummat islam diperintahkan untuk mensyiarkan kalimat-kalimat Allah itu, agar mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

Pada ayat di atas juga dijelaskan bahwa “barangsiapa yang disesatkan oleh Allah SWT, maka tidak aka nada wali atau pelindung yang dapat membantunya. Orang yang tersesat itu kelak di akhirat bertanya, “Apakah ada cara untuk kembali ke kehidupan dunia?” Mereka sedang menyesal setelah mereka terbukti merugi dan berada pada adzab yang dahsyat. Orang yang tersesat itu benar-benar dihinakan, kemudian menyesali perbuatan yang pernah dilakukan di dunia, dan telah menderita kerugian dan kehinaan yang amat sangat, baik dirinya, maupun keluarganya. Mereka yang tersesat ini memiliki kotoran batin, penyakit hati, penyakit kebohongan, ketakabburan, sehingga mereka tidak akan mendapat hidayah Allah SWT. Perhatikan Surat Al-A’raf ayat 186, “Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk. Allah membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan” Bagaimana sebenarnya sikap mereka? Jika mereka melihat ayat-ayatAllah, mereka tidak beriman. Jika melihat jalan kebenaran, mereka tidak mau dekat-dekat dengan jalan lurus itu. Jika melihat jalan keburukan dalam kesesatan, mereka justeru mengikuti atau menjadikannya sebagai jalan. Itulah mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT. Kita perlu syukuri atas hidayah dari Allah SWT, yang telah diberikan kepada kita. Kita harus istiqamah dalam menjalani hidayah Allah SWT tersebut. Semoga kita mampu menjalani hidayah tersebut.

Menjawab pertanyaan tentang faktor apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang itu sesat atau disesatkan, mengapa demikian dan bagaimana memperbaikinya? Hal yang paling mungkin adalah karena sikap beragamanya tidak diperbaiki, pemahaman islamnya tidak dibina dan dikembangkan. Ia merasa cukup (sombong) dengan pengetahuan agama yang dimilikinya. Perhatikan Surat Al-Hujurat 15. “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. Kesombongan itu ditunjukkan denan perilaku yang tidak pernah membaca Al-Quran, tidak berjamaah ke masjid, dll. Jika tidak pernah membina kesilamannnya, pasti ia memiliki persepsi yang tidak baik terhadap islam dan ajaran islam. Pada hakikatnya ada orang yang memang ragu-ragu terhadap ajaran islam, karena ia tidak pernah berusaha mengembangkan keimanan dan keistiqamahannya. Kita diminta untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Menjawab pertanyaan tentang bagiamana menyikapi keadaan atau kondisi saat ini, semua seakan menjadi lebih susah, minyak goreng sulit dll. Prinsipnya adalah bahwa kita sebagai ummat islam tidak boleh berputus asa atas rahmat Allah SWT. Perhatikan Surat Al-Maidah ayat 105. “Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Orang beriman tidak berputus asa dalam situasi apa pun, dalam menggapai rahmat Allah SWT. Kita hadapi situasi itu dengan berusaha, berdoa dan bertawakkal. Sedapat mungkinkita perbanyak menyalurkan infaq dan shadaqah, dan aktivitas lain dengan upaya sekecil apa pun, bukan tinggal diam. Sayyid Qutub mengatakan ummat islam itu harus bergerak terus menerus.

Menjawab pertanyaan tentan mengapa seorang tokoh bisa tersesat, walaupun keluarganya berasal dari kaum alim-ulama? Salah satu kemungkinannya adalah karena niatnya mencari ilmu itu bukan karena Allah SWT, tapi mungkin karena untuk mendapatkan penghasilan semata. Mungkin saja orang sekitar atau lingkungan orang itu tidak baik, sehingga kekuatan keimanan pada dirinya akan hilang, serta ebaikannya akan luntur. Bahkan seorang ulama pun akan tersesat, karena lingkungannya rusak. Maknanya adalah bahwa hidayah Allah itu perlu dipelihara dan dijaga serta dimohonkan doa kepada Allah SWT. Perhatikan Surat Ali Imran ayat 7 dan 8, berkaitan dengan Ulul Albab atau kaum cerdik cendekia. “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang cerdik cendekia (berakal)”. Ayat berikutnya justeru merupakan do’a, agar tidak disesatkan. Setelah mendapatkan hidayah, kita wajib berdoa kepada Allah untuk tidak sesat atau disesatkan. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” Jadi, kesesatan itu memang sangat mungkin terjadi, jika kita tidak mememlihara dan memperbaikinya”

Menjawab pertanyaan tentang “jika seseorang tidak dilahirkan dari lingkungan yang baik, bagaimana ia akan mendapatkan hidayah?” Hidayah itu selain merupakan hak prerogatif Allah SWT, tapi hidayah juga tergantung pada usaha yang dilakukan seseorang. Ketika informasi mengalir cukup deras seperti sekarang, nyaris tidak mungkin bahwa seseorang tidak akan pernah mendengar tentang ajaran islam. Orang yang tersesat mungkin masih akan mendapat hidayat. Tapi, orang yang disesatkan Allah SWT, apakah ia akan mendapatkan hidayah juga? Kita diminta untuk terus belajar, banyak mendengar nasehat orang lain, apalagi sedang memegang jabatan publik tertentu. Seorang pejabat publik tentu sangat ironis jika tidak pernah mau mendengar nasehat orang lain. Sekali lagi, hidayah itu dikaitkan dengan usaha seseorang yang telah dilakukannya. Barangsiapa tidak mendengar nasehat selama tiga hari berturut-turut, maka semakin tertutup hatinya.

Menjawab bertanyaan tentang mengapa dalam Surat Ar-Rahman Allah menggunakan frase “rabbikuma tukadzdizban”. Pada prinsipnya, itu ditekankan pada dua kelompok, yaitu kelompok jin dan manusia, yang memang diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Makanya surat ini diawali dengan kalimat “Ar-Rahman, allamal quran, khalaqal insan, allamahul bayan.. dst” Di sana banyak sekali pelajaran tentang betapa nikmat dan hidayah Allah SWT telah sangat berlimbah diberika kepada kita manusia (dan jin). Kita diperintah untuk senantiasa menysukuri setiap nikmat dan hidayah yang diperoleh dari Allah SWT.

Menjawab pertanyaan tentang bedanya prinsip washatiyah dengan moderat, apalagi terdapat kekhawatiran membelokkan prinsip itu menuju liberalism dan sekulerisme. Wasathiyatul islam atau pertengahan ajaran islam atau moderasi ajaran islam, tidak harus berlebihan atau memaksakan diri dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Perhatikan Surat Al-Qasash ayat 77, “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu menyamakan berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”. Jadi, kita diperintah untuk mencari kebahagian pada negeri akhriat, tapi tidak melupakan kehidupan dunia. Dalam hal moderasi, kita bukan menyamakan perbedaan, misalnya mengatakan bahwa semua agama sama, tapi berusaha saling memahami dan menghargai perbedaan dalam beribadah kepada Allah. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku. Tapi, dalam kehidupan dan hubungan sesama manusia, kita tetap saling menghargai.

Mari kita doakan teman-teman dan jamaah kita yang sedang sakit, semoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya, sehingga beliau-beliau dapat sembuh dan sehat kembali seperti sedia kala. Mari juga kita mendoakan para sahabat dan jamaah kita yang telah meninggal dunia dan kembali ke rahmatullah, agar beliau diterima di sisi Allah dan diampuni semua dosanya. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *