Adanya Rencana Revisi Rekomendasi Izin Praktik dari Organisasi Profesi Dokter, IDI: Silakan Saja

Revisi Rekomendasi Izin Praktik
IDI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Rencana pemerintah merevisi UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama Pasal 38 tentang rekomendasi organisasi profesi sebagai syarat surat izin praktik (SIP), direspons Ikatan Dokter Indonesia ( IDI).

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A), Beni Satria, mempersilakan pemerintah untuk menghapus rekomendasi organisasi profesi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun ia mempertanyakan jika pasal tentang rekomendasi organisasi dihapus dari undang-undang, maka siapa yang bisa memverifikasi seorang dokter baik atau tidak dalam melayani masyarakat.

“Silakan pemerintah mau menghapus (rekomendasi organisasi profesi) karena kewenangan pemerintah merevisi atau mencabut UU, tapi saya sampaikan dengan menghapus rekomendasi ini, siapa nanti yang akan memverifikasi (dokter itu baik). Silakan kecuali pemerintah punya badan itu,” kata Beni dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (1/4/2022).

Menurut Beni, IDI tidak hanya memiliki tugas memberikan rekomendasi izin praktik kepada dokter, tetapi juga memberikan pembinaan etik.

Jika rekomendasi organisasi profesi itu dihapus, kata Beni, lalu siapa yang bertanggung jawab jika dokter tidak memiliki kaidah etik yang baik dalam melayani masyarakat.

“Kalau IDI, tentu bertanggung jawab kalau dokter yang melayani masyarakat melanggar etik, pembinaan etik akan dilakukan,” ujarnya.

Revisi UU Praktik Kedokteran

Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengusulkan agar izin praktik dokter sebaiknya menjadi domain negara, bukan IDI.

Yasonna mengatakan, usulan itu dia sampaikan tak lepas dari keputusan IDI memberhentikan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.

“Pasca keputusan IDI itu, saya kira perlulah izin praktik itu menjadi domain negara saja ketimbang dikasih kepada satu organisasi profesi,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Yasonna berpendapat, IDI sebagai organisasi profesi dokter semestinya fokus pada penguatan dan perbaikan kualitas dokter Indonesia.

Dia lalu menyoroti banyaknya warga Indonesia yang memilih berobat ke Singapura atau Malaysia ketimbang di Indonesia.

Dampaknya, banyak devisa yang malah masuk ke negara tetangga itu.

“Di Sumatera Utara misalnya, orang mengapa lebih senang berobat ke Penang. Kalau di Sumatera Utara ke Penang, kalau dari Riau ke Malaka, triliun (rupiah) habis. Kalau orang Jakarta masuk ke Singapura, ya kan?” ujar dia.

Menurut Yasonna, dokter-dokter yang berpraktik di negeri jiran tersebut sebetulnya banyak yang menempuh pendidikan sarjana di Indonesia lalu melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Ia menilai, hal itu disebabkan perizinan praktik dokter di Malaysia dan Singapura lebih mudah didapat dibandingkan di Indonesia.

“Seharusnya IDI lebih melihat soal-soal yang begitu sehingga SDM (sumber daya manusia) anak-anak Indonesia yang sekolah di luar itu bisa lebih cepat bisa dikaryakan, tidak terjadi penghalangan dalam persaingan profesi,” kata politikus PDI-P tersebut.

Yasonna menyatakan akan mempertimbangkan revisi Undang-Undang Praktik Kedokteran maupun Undang-Undang Pendidikan Kedokteran untuk mewujudkan hal itu.

“Anyway, nanti kita lihat lebih mendalam ya soal itu,” kata dia. (*)

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *