Asal Istilah Takjil, yang Populer Saat Ramadhan

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Hajinews.id – Salah satu istilah hal yang popular selama bulan Ramadhan adalah kata takjil. Tahukah Anda, bahwa istilah takjil yang populer saat Ramadhan berasal dari bahasa Arab

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kata takjil kerap dipakai saban Ramadhan di negara ini merupakan serapan dari bahasa Arab. Kata dasarnya aijala (verba transitif), “menyegerakan’, kata turunannya ta’jiil (nomina abstrak), ‘penyegeraan’ (dalam hal berbuka puasa).

Dalam bahasa Indonesia takjil dimaknai sebagai verba menyegerakan (dalam hal berbuka puasa) dan nomina konkret ‘makanan untuk berbuka puasa seperti yang tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI V (2016). Arti takjil sebagai ‘makanan’ tersebut dipersoalkan tiap Ramadhan oleh sebagian orang yang mempelajari bahasa Arab.

Mereka berpandangan bahwa arti takjil dalam bahasa Indonesia harus dikembalikan ke arti aslinya. Mereka juga menyalahkan orang yang menggunakan takjil dengan arti ‘makanan’. Bagi mereka, hal itu merupakan salah kaprah yang perlu diluruskan.

Bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia memaknai takjil ? Benarkah kata itu harus dipakai sesuai dengan artinya dalam bahasa Arab?

Awalnya KBBI Edisi Pertama (1988) kamus pertama yang memuat entri takjil -menyerap takjil dengan ati ‘menyegerakan berbuka puasa’ sebagai istilah dalam bidang Islam. Karena di Indonesia takjil sering dipakai dengan makna ‘makanan’, baik oleh masyarakat pada umumnya maupun oleh media massa, kamus pun menambah arti takjil.

KBBI IV merupakan kamus pertama yang merekam makna ini. Sebelumnya, KBBI hanya memuat entri takjil dengan kelas kata verba.

Kamus lain yang mencatat arti takjil sebagai makanan untuk berbuka puasa’ ialah Loan-Words in Indonesian and Malay (2008), yakni food such as dates used to break the fast (makanan seperti kurma yang digunakan untuk berbuka puasa) .Kamus ini juga mencatat takjil dengan arti hastening (menyegerakan).

Jika dibandingkan pemakaian kata takjil di Indonesia dengan arti ‘menyegerakan berbuka puasa’ dan makna ‘makanan untuk berbuka puasa’, arti yang terakhir inilah yang dikenal secara luas dan sering dipakai penutur bahasa Indonesia. Makna yang pertama itu hampir tak terdengar digunakan mayoritas masyarakat Indonesia.

Penilaian ini, bukan penilaian berdasarkan survei atau penelitian. Mengapa masyarakat Indonesia cenderung memaknai takjil sebagai ‘makanan?’ Diperlukan penelitian untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sementara itu, dalam bahasa Indonesia ada perbukaan. Setidaknya ada empat kamus yang mencatat kata ini: Kamus Umum Bahasa Indonesia/ KUBI (1952), Susunan Poerwadarminta, Kamus Moderen Bahasa Indonesia (tanpa tahun diperkirakan sekitar 1950-an), susunan M. Zain, KBBI Edisi Pertama, dan KUBI (1994) susunan Badudu-Zain.

Dalam kamus Poerwadarminta perbukaan bermakna (1) hal berbuka (puasa); (2) makanan dan sebagainya untuk berbuka puasa dalam kamus M. Zain ada entri perbukaan puasa dengan definisi ‘minuman atau kue-kue atau asam-asaman untuk membuka puasa dan untuk membukakan napsu makan.

Dalam KBBI Edisi Pertama kata perbukaan berarti makanan yang disediakan untuk berbuka puasa (seperti kue, kurma, atau kola Pada KUBI (1994) perbukaan berarti ‘makanan dan minuman untuk berbuka puasa’. Dalam bahasa percakapan sehari-hari perbukaan sering disebut dengan bukaan.

Kata perbukaan juga terdapat dalam Kamus Dewan Edisi Keempat (2005). Dalam kamus itu perbukaan berarti ‘makanan dan minuman yang disajikan untuk berbuka puasa’.

Konon kata tersebut jarang dipakai dalam percakapan di negeri jiran karena dianggap terlalu baku. Orang di sana (Malaysia, red), menggunakan kata juadah dalam obrolan sehari-hari.

Juadah tidak bermakna spesifik sebagai ‘makanan untuk berbuka puasa’, tetapi hanya bermakna ‘makanan’, yang dalam keseharian dipakai untuk menyebut kudapan. Karena itu, ketika digunakan, kata itu didampingi oleh kata puasa: orang Malaysia biasa menyebut juadah puasa.

Namun, yang jelas hingga saat ini kata takjil tidak dipakai di sana. Kata dasar perbukaan adalah buka. Kata buka/perbukaan ini diserap oleh berbagai bahasa daerah sesuai dengan penyerapan masing-masing, antara lain, pabukoan (bahasa Minang), pappabuka (bahasa Bugis), appabuka (bahasa Makassar), pebukoan (bahasa Lampung), bhukaan (bahasa Madura), dan parbuko (Bahasa Mandailing).

Saat ini pemakaian kata-kata tersebut mungkin bersaing dengan kata takjil (nomina konkret) di daerah masing-masing sebagai-mana lazimnya kata bahasa asing masuk ke dalam bahasa daerah. Meskipun terdapat kata perbukaan/bukaan dalam bahasa Indonesia/Melayu, pemakaiannya tidak seluas penggunaan kata takjil .

Hal itu diperparah oleh hilangnya kata perbukaan dalam KBB/KBBI Edisi Kedua (1991) hingga KBBI V (2016) tidak memuat kata tersebut. Mayoritas masyarakat Indonesia memilih takjil untuk mewakili pikiran/maksudnya akan makna ‘makanan untuk berbuka puasa’ tersebut.

Mayoritas masyarakat Indonesia memilih takjil untuk mewakili pikiran/maksudnya akan makna makanan untuk berbuka puasa.

Arti takjil telah berkembang di Indonesia. Pergeseran maupun perkembangan makna kata serapan asing dalam bahasa sasaran merupakan hal yang lumrah. Penutur bahasa Indonesia tidak bisa disalahkan mengartikan takjil sebagai makanan masyarakat ingin memaknainya begitu dan tidak seorang pun yang bisa melarangnya.

Bahasa adalah kesepakatan dan masyarakat Indonesia bersepakat memakai takjil dengan arti makanan Lagi pula, makna kata pinjaman (serapan) terserah peminjamnya. Kadang-kadang peminjam hanya meminjam bentuknya tanpa meminjam maknanya, dan kadang-kadang meminjam bentuk sekaligus artinya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *