Pengalaman Puasa Ramadhan bagi Penderita Diabetes

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Jakarta, Hajinews.id- Setiap tahun jutaan umat Muslim di seluruh dunia akan merayakan bulan Ramadhan. Tapi bagaimana menikmati puasa Ramadhan bagi penderita diabetes?

Ramadhan adalah waktu untuk berpuasa dimana umat Muslim diharuskan untuk menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Ini dapat berlangsung selama 30 hari, tergantung pada pengamatan hilal.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ramadhan tahun ini akan dimulai dari 2 April sampai 1 Mei 2022. Diabetes dapat menjadi tantangan lain pada bulan Ramadhan mengingat tujuan utama bulan suci ini adalah merenungkan diri bersama sebagai komunitas atau bagian keluarga.

Dalam Islam, Ramadhan adalah momen ketika semua Muslim merenungkan kembali rasa kemanusiaan dan perbuatan mereka. Umat muslim tidak hanya dianjurkan untuk menjauhkan diri dari segala makanan dan minuman namun juga kebiaasan lainnya termasuk bergosip, berbicara kotor, atau melakukan hubungan seksual.

Sebagai seorang Muslim Amerika, pengalaman pribadi saya selama Ramadhan (saya menderita diabetes tipe 1 saat umur saya delapan tahun), masih terlalu mudah untuk mulai berpuasa. Tidak mungkin bagi saya untuk jauh dari makanan karena suntikan insulin yang harus saya terima dan terus memantau gula darah saya, orang tua saya menunjukkan bagaimana saya masih bisa melalui Ramadhan tanpa berpuasa.

Ini tentunya melibatkan bantuan dari orang-orang sekitar saya yang berpuasa dengan menyiapkan sahur, makanan sebelum memulai puasa. Termasuk untuk berbuka puasa, makanan apa yang dimakan di penghujung hari untuk menyelesaikan puasa.

Saya tumbuh dengan pendidikan sekolah Islam dan akan tinggal setelah sekolah dengan Baba (Ayah saya) untuk beribadah. Saya membantu bagian perempuan dan laki-laki untuk makanan, menghitung serbet dan garpu untuk membantu bagian saya di masjid tersebut.

Bagian saya adalah mengatur persiapan untuk berbuka puasa. Saya akan memastikan cangkir air dan teko air terisi penuh, cangkir tambahan, alat makan tersedia, dan semangkuk kurma yang selalu siap tersedia.

Baba saya selalu memastikan saya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan seorang syeikh dan guru pada saat itu untuk menjelaskan pertanyaan saya tentang Ramadhan. Ketika saya muda, saya merasa sedih dan dikucilkan dari tradisi Ramadhan karena saya tidak bisa berpuasa, hingga semuanya menjadi jelas bagi saya bahwa Allah memperbolehkan untuk orang-orang dengan disabilitas atau mereka yang dalam perawatan.

Seseorang memberitahu saya bahwa kesehatan dan kesejahteraan saya berada diatas segalanya dalam Islam. Hal ini memberikan saya sedikit harapan, merasa bahwa Sang Pencipta telah mempertimbangkan keaadan saya jauh sebelum keberadaan saya, terutama diagnosis saya.

Sebagai seorang yang lebih dewasa saat ini, banyak pengalaman pribadi saya selama Ramadhan yang lebih berkaitan dengan orang-orang sekitar, keluarga dan mencoba untuk lebih mendekatkan diri dengan keimanan saya. Saya masih tidak berpuasa dari makanan datau minuman selama Ramadhan.

Pengalaman Puasa Ramadhan bagi Penderita Diabetes: Pengalaman di Mesir

Di negara bagian lainnya memiliki pengertian dan praktik yang berbeda. Seperti pada Eman Diab, perempuan Muslim Mesir yang berusia 22 tahun, Ramadhan adalah waktu dimana ia memprioritaskan untuk lebih dekat dengan keluarganya. Tahun ini akan menjadi tahun pertama bagi Eman untuk tidak berpuasa.

Pada tahun-tahun sebelumnya, meskipun ini akan berpengaruh pada diabetesnya, ia memilih tetap berpuasa selama tubuhnya masih kuat. Hal ini dikarenakan di sebagian negara Arab, menderita diabetes akan menjadi suatu stigma.

Dengan kondisi yang tidak nampak seperti penderita diabetes tipe 1 cukup sulit untuk dipahami oleh beberapa orang bahwa seseorang yang masih terlihat muda dan sehat, namun tidak mampu untuk melakukan puasa dengan baik dan benar.

“Orang mesir menyukai makanan, ini adalah fakta yang sudah diketahui,” ujar Diab, menjelaskan bagaimana di Mesir, makanan adalah sebagai pembuka.

Pertama, berbuka puasa dengan kurma dan susu serta buah-buahan kering dalam jus alami. Terdapat banyak minuman yang disajikan saat berbuka puasa, seperti Tamarind Hindi, yang secara harfiah berarti kurma India, bahkan saat makanan pembuka, karbohidrat bertambah dengan cepat.

Setelah berbuka puasa, mereka akan sholat, lalu diteruskan sup tradisional. Pada umumnya sup Arab terdiri seperti harrirah, sup lentil, dan sambosa. Setelah berbagai makanan pembuka itu, dilanjutkan dengan makanan utama.

Makanan utama biasanya terdiri dari protein tinggi, nasi, dan salad. Salah satu contoh makanan tradisional Mesir adalah fattah, yang terdiri dari kombinasi roti renyah, nasi, domba, cuka dan saus tomat. Kemudian dilanjutkan dengan makanan penutup.

Setiap tahun makanan manis dan camilan akan dibagikan seperti atayef dan mangga kunafa, camilan manis Arab yang terbuat dari adonan filo, keju, sirup, dan untuk Diab, mangga. Walaupun lezat, camilan ini memiliki jumlah karbohidrat yang sangat banyak.

Sangat umum bagi keluarga-keluarga Mesir menikmati makanan dengan porsi yang besar untuk berbuka puasa, diikuti dengan banyak makanan manis. Dalam keluarga Diab terdiri dua orang yang menderita diabetes, dirinya dan saudara perempuannya.

Mereka memilih untuk sedikit memakan cemilan manis, memastikan mereka tidak terlalu kenyang setelah makan. “Kondisi yang terlalu kenyang selama Ramadhan akan membuat Anda malas dan meninggalkan sholat,” kata Diab.

Selain pendangan umum Ramadhan selalu tentang makanan, Mesir memiliki tradisi untuk mendekorasi rumah selama Ramadhan. Semua masyarakat menghias rumahnya dengan berbagai warna, lentera, dan kain yang indah, menjadikan Ramadhan sebagai salah satu momen spesial setiap tahunnya.

Diab mengatakan bahwa bagian favoritnya selama Ramadhan di Mesir adalah bagaimana seluruh masyarakat berkumpul bersama. Masjid akan menjadi penuh dan mereka akan melaksanakan sholat tarawih di jalanan.

“Ini sangat indah saat melihat orang-orang, di setiap tempat, beribadah bersama,” ujarnya.

Pengalaman Puasa Ramadhan bagi Penderita Diabetes: Pengalaman di Gaza

Mohammed Seyam, seorang pengidap diabetes yang tinggal di Kota Gaza, Palestina, setuju dengan Diab bahwa Mesir adalah tempat yang indah untuk merasakan Ramadhan. Di Palestina, Seyam mengatakan bahwa hari-hari selama Ramadhan terkadang terlihat seperti hari biasa pada umumnya.

Perbedaan yang terasa baginya adalah saat setelah berbuka puaa dan sahur. Ia menyadari bahwa banyak ornag yang datang ke masjid selama bulan itu. Dan sama seperti Mesir, seluruh kota didekorasi dengan indah menggunakan lentera, lampu-lampu, lampion dan dekorasi yang meriah.

Seyam mengatakan terdapat sesuatu yang spesial saat orang-orang sholat Subuh sebelum memulai puasa setiap harinya. Subuh adalah ibadah pagi yang dilakukan untuk memulai puasa.

“Satu masalahnya adalah orang-orang banyak mengonsumsi makanan manis selama Ramadhan,” jelas Seyam. Ini tentunya adalah hal yang normal di budaya Arab, namun ini diperkuat saat Ramadhan.

Bagi Seyam, Ramadhan adalah bulan spiritualitas dan merasakan suasana kebersamaan adalah sesuatu yang indah. Baginya, bulan ini tidak berpusat hanya pada makanan tetapi lebih mengutamakan keimanan dan kebersamaan.

Sebagai seorang pengidap diabetes yang juga seorang dokter, Seyam menjelaskan bagaimana ia mengerti cara kerja tubuhnya dan menyusun cara agar dapat berpuasa selama Ramadhan.

Umumnya, untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan mengatur diabetes lebih baik selama Ramadhan, Mohammad melakukan cara terbaik untuk tetap berpegang pada rutinitas tertentu mengenai apa yang ia makan dan apa yang ia lakukan sepanjang hari. Ia juga tidur siang saat matahari masih terang dan terjaga saat malam hari untuk memastikan ia menerima nutrisi yang tepat.

Sebisa mungkin ia juga menahan diri untuk tidak berjalan jauh atau terlalu banyak gerakan untuk menghindari kemungkinan buruk. Pada hari biasa Ramadhan terdiri bangun sahur dan Subuh, dimana ia mengonsumsi protein dan lemak agar menjaga kadar glukosanya tetap stabil pada beberapa jam pertam puasa.

Ia memilih pada telur sebagai protein dan minum banyak air untuk menghindari dehidrasi sepanjang hari. Setelah sahur, Seyam biasanya akan tidur selama empat sampai lima jam.

Ia memulai harinya sedikit lebih telat selama Ramadhan, dan mengecek gula darahnya lebih sering saat bulan puasa. Sebelum waktu berbuka puasa, ia menyempatkan diri untuk kembali tidur siang melewati bagian akhir puasa.

Meskipun praktik ini terengar tidak konvensional bagi sebagian orang, Seyam tetap menikmati berpuasa dan ia mengatakan bahwa ia siap untuk tantangan.

“Sebenarnya saya sadar bahwa ini sangat berisiko untuk berpuasa,” jelasnya. “Namun saya menyukai berpuasa. Saya ingin melakukannya. Saya menggunakan kesempatan sebagai penderita diabetes dan orang yang berpendidikan di bidang medis,” tambah dia.

Cara lain puasa Ramadhan bagi penderita diabetes

Bagi mereka yang tidak bisa berpuasa, Seyam mengatakan bahwa terdapat banyak cara untuk tetap berpuasa dan merasakan pengalaman berpuasa sebagai penderita diabetes. Diet puasa bisa menjadi pilihan bagi beberapa orang, sementara terus minum air putih bisa menjadi pilihan bagi sebagian orang lainnya.

Hal terpenting yang harus diperhatikan selama Ramadhan sebagai seseorang pengidap diabetes adalah tetap merasa nyaman melakukannya dan mengutamakan kesehatan Anda. Diskusikan dengan pihak medis tentang rencana puasa Anda, dan bekerja sama dengan mereka untuk membuat rencana selama bulan ini.

Beberapa hari ini selama Ramadhan, saya mencoba untuk lebih memperbanyak membaca Al-Qur’an, serta menghabiskan waktu bersama mertua dan orang tua saya. Bagi kebanyakan orang barat, Ramadhan adalah pusat dari makanan, namun pada kenyataannya, itu mencakup lebih banyak makna lainnya.

Terutama untuk saya, ini adalah momen tentang kebersamaan sebagai umat muslim dengan cara menjunjung iman saya dan memastikan saya mengutamakan kesehatan saya.*/diceritakan Eritrea Mussa, diatribe.org

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *