5 Lelucon-Lelucon IDI

Lelucon IDI
Lelucon IDI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Iqbal Mochtar

Hajinews.id – Seru mencerna hiruk-pikuk lelucon seputar kasus IDI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Satu, IDI memecat anggotanya. Yang ribut malah yang bukan dokter. Katanya, mending IDI bubar saja. Jadi premisnya : karena memecat satu orang, satu organisasi mesti diluluhlantakkan. Jadi pengen tahu : kalau Presiden memecat menteri, apa Presiden harus dijatuhkan? Kalau DPR melakukan reshufle, apa DPR harus dibubarkan? Kalau partai politik memecat anggotanya, apa partainya harus bubar? Situ sehat?

Dua, IDI memecat anggotanya karena anggota dianggap melanggar standar profesi. Melakukan terapi medis yang belum diuji klinis. Terapinya bukan kacang-kacang, karena terkait dengan otak. Salah-salah pasien bisa cacat atau mati. IDI menegakkan standar medis. Mau melindungi masyarakat. Uji klinis harus dilakukan sebelum terapi tersebut dipraktekkan. Itu standar medis internasional, bukan standar dokter Indonesia saja. Kemana aja orang berobat, ya standarnya segitu itu. Jadi mau tahu, apa mau kalau dokter-dokter Indonesia mempraktekkan terapi tanpa standar medis universal? Hello…?A

Tiga, IDI memecat anggotanya karena dianggap melakukan tindakan terapi krusial tanpa uji klinis. Yang bukan dokter teriak, minta tindakan dilanjutkan. Jangan setop. Jadi pengen tahu : apa mau kalau semua dokter memberikan tindakan tanpa uji klinis ke pasien? Pokoknya apa yang dokter anggap masuk akal silakan lakukan. Wah ini bakal asyik. Kita punya ratusan ribu dokter yang masing-masing punya banyak ide terapi brilian namun belum diuji klinis. Apa mau, setiap dokter mempraktekkan uji briliannya ke masyarakat walau tanpa uji klinis ke pasien? Negeri Indonesia Raya akan dipenuhi ribuan atau jutaan praktek dokter tanpa uji klinis. Dokter menjadi seenak dewe-lah. Gimana, mau?

Empat, IDI itu organisasi profesi. Sudah berdiri puluhan tahun. Sudah mature. Tujuannya, menjaga anggota profesi ini tetap bekerja sesuai standar profesional dan etik. IDI bukan organisasi massa, politik atau keagamaan. Pernah dengar IDI hiruk-pikuk dengan issu agama atau politik? Enggak kan? Jangankan itu, berbisnis aja IDI enggak. IDI menjaga marwah professional; pure on profession. Bandingkan dengan Assosiasi Dokter Amerika (AMA), yang asetnya triliunan. Mereka punya link dengan industri dan perusahaan farmasi. Mereka neko-neko, gak kayak IDI yang memilih garis lurus. Memilih low profile. Dengan kebersahajaan begitu masih juga IDI di-cornered dan dianggap unprofessional. Jadi pengen tahu: organisasi profesional di Indonesia yang mana aja sih? Ada contoh enggak?

Lima, belum beberapa bulan, para dokter di Indonesia dianggap hero dalam pandemi. Katanya, mereka front-liner yang membaktikan nyawanya melawan Covid-19. Katanya, mereka pahlawan tanpa tanda jasa. Emang sih, banyak diantara mereka yang bertumbangan. Eh begitu lepas dikit dari horor pandemi, corong langsung digemakan buat obok-obok organisasi dokter. Apresiasi beberapa bulan lalu sirna ditelan pandemi irrational and biased thought. Gradasi dokter mau diterjunkan from hero menjadi zero dalam hitungan bulan? Udah siap nih enggak mengandalkan dokter kalau badai pandemi muncul lagi? Atau sudah mulai mengalami memory lapse kayak Alzheimer? Sekedar mengingatkan, gejala utama Alzheimer : cepat lupa. Jangankan kebaikan, wajah sendiripun bisa dilupa. Situ belum menderita Alzheimer kan?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *