Dua Belas Pemuda Lembek

Dua Belas Pemuda Lembek
Cipayung plus berdemo
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengasuh Pondok Pesantren dan Sekolah Alam Nurul Furqon (Planet NUFO) Mlagen Rembang dan Rumah Perkaderan & Tahfidh al-Qur’an; Pengajar di FISIP UMJ & Pascasarjana Ilmu Politik UI ( Redaksi Ahli Hajinews.id )

Hajinews.id – Di dalam al-Qur’an, tidak ada istilah mahasiswa, karena pada saat al-Qur’an diturunkan belum ada universitas seperti sekarang. Namun, di dalamnya sudah diceritakan beberapa orang muda yang usianya mungkin sama dengan usia para pimpinan organisasi ekstra kampus yang tergabung dalam Cipayung Plus yang baru saja menikmati hidangan di istana.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bedanya, para pemuda yang diceritakan dalam al-Qur’an itu memiliki prinsip dan keberanian melakukan perubahan dalam masyarakatnya, termasuk menghadapi penguasa untuk memperbaiki keadaan. Mereka berani menanggung risiko terbesar, berupa dibunuh dalam arti yang sesungguhnya. Bukan sekedar dibunuh karier sosial politik mereka. Jumlah mereka tidak sampai belasan ketika menghadapi penguasa lalim, tetapi hanya dalam hitungan jari sebelah kanan, bahkan ada yang sendirian.

Kisah-kisah di dalam al-Qur’an adalah kisah terbaik agar para pembacanya bisa mengambil pelajaran dan keteladanan. Bukan sekedar cerita menjelang tidur yang terjadi di masa lalu dan tidak akan terulang di masa berikutnya. Karena itu, setiap zaman memerlukan pemudapemuda yang memiliki nurani dan keberanian. Bahkan walau sendirian pun, kebenaran harus disampaikan. Al-Qur’an mengangkat banyak cerita tentang pemuda dan penguasa di berbagai zaman, nampaknya untuk memberikan perspektif bahwa ada banyak macam seni dalam menghadapi mereka. Namun, tidak ada satu pun di antara mereka yang tanpa kekuatan negosiasi.

Nabi Ibrahim (2295 SM) mengingatkan masyarakatnya yang telah lupa kepada kebenaran sehingga memuja berhala. Dia juga berhadapan dengan Raja Namrud sangat otoriter, dan bahkan sangat takut kehilangan kekuasaan. Karena takut kehilangan kekuasaan, dia menginstruksikan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir saat itu. Dia juga mengaku sebagai tuhan. Namun Ibrahim selamat dan kemudian menjadi seorang pemuda yang berani mengatakan kebenaran kepada siapa saja. Nabi Ibrahim menghadapi Raja Namrud, untuk mengingatkannya dengan menggunakan argumen yang sederhana tetapi sangat rasional, sehingga membuat sang raja terdiam.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (al-Baqarah: 258)

Tidak hanya itu, dia berani menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah. Itulah yang membuatnya menghadapi risiko dibakar hidup-hidup.

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ – قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ – قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ – ….. قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ

Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim”. Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”. …. Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. (al-Anbiya’: 58-68)

Pengakuan sebagai tuhan biasanya dijadikan sebagai argumen para pembela penguasa lalim, bahwa sang penguasa belum sampai mengaku tuhan. Seolah hanya penguasa yang sampai mengaku tuhan saja yang boleh diingatkan. Mereka lupa bahwa sistem politik yang digunakan adalah kerajaan, bukan demokrasi. Kerajaan menempatkan raja sebagai penguasa mutlak. Sementara demokrasi adalah sistem politik yang setiap kepada memiliki kebebasan berpikir dan setiap mulut memiliki hak untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika pun argumen itu benar, al-Qur’an juga memiliki contoh kekuatan negosiasi seorang pemuda untuk menghadap penguasa bernama Nabi Yusuf (1745 SM). Putra Nabi Ya’qub itu mau menemui raja yang memanggilnya dengan syarat. Setelah syarat itu dipenuhi, maka dia baru akan datang. Padahal kehadirannya itu untuk kepentingan publik mengantisipasi krisis yang akan menimpa Mesir. Nabi Yusuf tidak menganggap bahwa dipanggil penguasa adalah sebuah kehormatan yang luar biasa. Itu karena Nabi Yusuf memang memiliki kapasitas keilmuan dan profesionalitas yang bisa digunakan untuk bargaining dan kemudian “memaksa” raja untuk melakukan apa yang dikatakannya.

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَىٰ رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللَّاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ ۚ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ – قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ ۚ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ ۚ قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ

Raja berkata: “Bawalah dia kepadaku”. Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka”. Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata: “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. Berkata isteri Al Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”. (Yusuf: 50-51)

Yang dilakukan oleh Nabi Yusuf ini sama sekali tidak ada kaitan dengan urusan teologis, melainkan murni urusan publik. Karena itu, urusan teologis harus dipandang sebagai bahasa simbolik kepada siapa pun yang sudah memutlakkan dirinya sendiri.

Nabi Musa (1436 SM) menghadapi Raja Fir’aun, bukan saja karena dia mengaku tuhan, tetapi karena telah melakukan strategi memecah belah dan menindas bangsa Israel.

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (al-Qashash: 4)

Karena merasa telah berkuasa mutlak dan tidak ada yang berani mengingatkannya itulah kemudian dia justru mendaku diri sebagai tuhan. Pada saat itulah Musa ditugaskan oleh Allah untuk mengingatkannya, bahwa kedua tindakannya itu sama-sama tidak benar. Fir’aun mengaku tuhan atau tidak, Nabi Musa akan tetap melakukan pembelaan terhadap bangsa Israel yang ditindas oleh Fir’aun. Musa melakukan pembelaan ini bukan dengan dari luar istana kemudian masuk istana, tetapi sebaliknya, dia rela kehilangan posisinya sebagai keluarga kerajaan, karena sejak kecil dia sudah diangkat sebagai anak Fir’aun. Namun, karena pembelaannya kepada elemen masyarakat yang tertindas, maka Musa rela menahan penderitaan sampai dikejar Fir’aun di Laut Merah.

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ – آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ – فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ

Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (Yunus: 90-92)

Masih 3-7 orang yang di dalam al-Qur’an juga disebut pemuda. Mereka diabadikan sebagai Ashhab al-Kahfi yang justru meninggalkan istana karena tidak mau menjadi alat legitimasi penguasa yang telah menyimpang. Mereka meninggalkan istana karena merasa sudah tidak bisa melakukan sesuatu untuk mengingatkan. Dengan cara itulah, tidak ada pemuda-pemuda yang dikenal memiliki idealisme tinggi menjadi cap legitimasi kesemena-menaan penguasa.

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (al-Kahfi: 10)

Jika dua belas pemuda pemimpin organisasi mahasiswa datang ke istana, lalu keluar dan menjadi stempel istana, sebenarnya mereka meniru siapa?. Wallahu a’lam bi al-shawab.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *