Mendorong Pemerintah Terbuka Menjelaskan Biaya Produksi BBM

Biaya Produksi BBM
Biaya Produksi BBM
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Agung Wisnu Wardhana, Aktivis 98

Hajinews.id – Saat kami mengadakan acara bersama sejumlah Advokat, ulama, dan tokoh Jabodetabek, saya memang berkesempatan untuk menyampaikan kritik di bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang ekonomi, kritik terhadap kenaikan harga Pertamax menjadi salah satu pokok materi yang saya sampaikan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam kesempatan pemaparan tersebut (13/4), saya menyampaikan hitung-hitungan biaya produksi BBM. Secara khusus, biaya produksi Pertamax yang belum lama ini diumumkan naik menjadi Rp. 12.500,- hingga 13.000,-/liter.

Kalkulasi biaya produksi BBM tersebut, dihimpun berdasarkan olahan data dari berbagai sumber, sebagai berikut :

  1. Rystad Energy Ucub (biaya minyak mentah Indonesia).
  2. Biaya pengadaan, penyimpanan, distribusi dan Margin (Kepmen ESDM No. 62 tahun 2020).
  3. Biaya pengadaan dst. adalah untuk kategori untuk jenis Bensin RON 95, jenis Bensin RON 98 (Pertamax dll), untuk RON ,95 sebesar Rp1.800.

Lalu beredar potongan video yang kami lakukan, viral di sosial media yang menjelaskan komponen biaya produksi Pertamax. Hasil akhirnya setiap liter Pertamax biaya produksinya Rp. 4.757,-.

Dalam paparan lengkapnya, jika ditambah biaya import bahan baku minyak mentah, biaya produksi BBM ditambah Rp. 3000/liter. Andaikan seluruh BBM yang dijual Pertamina bahan bakunya import, total biaya produksinya sebesar Rp. 7.757,- / liter.

Karena itu, sebenarnya Pertamina masih untung menjual BBM (Pertamax) sebesar Rp. 9000/liter. Karena total biaya produksi plus margin keuntungan Pertamina 10 % hanya Rp. 7.757,- /liter. Apalagi, untuk minyak mentah yang berasal dari ngebor sendiri (bukan dari import), modal Pertamina hanya Rp. Rp. 4.757,- /liter.

Selama ini Pertamina hanya berdalih telah memberikan subsidi karena harga jual BBM (Pertamax) masih dibawah harga pesaing yakni sebesar Rp. 12.300-13.000,-/liter sementara pesaing sebesar Rp. 16.000,- /liter. Selisih harga jual Pertamina dan harga pesaing inilah kemudian diklaim sebagai subsidi. Padahal, makna subsidi yang dimaksud adalah hanya mengurangi potensi keuntungan, bukan menambal biaya produksi (modal).

Meskipun demikian, sampai hari ini Pertamina belum membuka data kepada publik berapa sebenarnya biaya real untuk memproduksi BBM Pertamina. Selama ini, dalam setiap narasi rencana kenaikan BBM Pemerintah cq Pertamina selalu menggunakan alasan harga minyak mentah dunia. Pertamina tidak pernah membuka data berapa biaya real produksi BBM per liternya.

Pertamina juga tidak konsisten. Saat harga minyak mentah dunia anjlok karena pandemi (sampai di titik US$ 20 – 30 per barel), Pertamina tidak pernah menurunkan harga jual BBM. Tapi begitu ada kenaikan harga minyak mentah dunia sebagai dampak perang Rusia – Ukraina, Pertamina buru-buru menaikkan harga jual BBM.

Memang benar, liberalisasi sektor migas menjadi masalah utamanya. Ideologi kapitalisme liberal memaksa dunia, termasuk Indonesia untuk bertransaksi ekonomi berdasarkan paham liberalisme.

Hal itulah, yang menyebabkan dunia termasuk Indonesia harus taklid buta pada mekanisme harga pasar, termasuk biaya produksi BBM. Ini adalah program kapitalisme global yang punya visi menjajah, menghisap darah penduduk dunia melalui sejumlah korporasi kapitalis yang mereka miliki.

Namun harus disadari, Pertamina bukanlah perusahaan swasta yang hanya berorientasi pada profit. Pertamina mendapat penugasan dari negara, sebagai perusahaan minyak untuk melayani kebutuhan bahan bakar rakyat. Pertamina tidak boleh mengambil keuntungan berlipat ditengah masifnya penderitaan rakyat.

Pertamina tidak mengimpor keseluruhan bahan baku BBM. Sebagiannya adalah hasil ngebor dari bumi Indonesia. Sementara, bumi Indonesia dan dunia ini adalah ciptaan Allah SWT, yang mengamanatkan tambang minyak sebagai harta milik umum (al Milkiyatul Ammah), yang harus dikelola negara untuk tujuan melayani kepentingan rakyat.

Rasulullah Saw bersabda :

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Hadits ini menjadi dalil wajibnya aneka sumber energi termasuk minyak, gas, batubara, harus dikelola negara dan digunakan untuk melayani rakyat. Tidak boleh, harta jenis milik umum digunakan untuk melayani kepentingan kapitalisme global.

Karena itu, agar transparan dan dapat diketahui publik, sebaiknya Pemerintah terbuka. Pertamina selaku wakil pemerintah, sebaiknya membuka informasi data real mengenai biaya produksi BBM. Agar jika ada fluktuasi harga, Pertamina tidak terus berdalih dengan alasan kenaikan harga minyak mentah dunia. [].

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *