Islam, Demokrasi dan Masyarakat Madani

Islam dan Demokrasi
Adi Suryadi Culla, Dosen Fisip Unhas; Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Adi Suryadi Culla, Dosen Fisip Unhas; Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan

Hajinews.id – Saat ini demokrasi dimana-mana banyak digugat. Baik dalam maknanya sebagai suatu sistem prosedural, pun sekaligus sebagai nilai prinsipal atau norma hidup bernegara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sebagai sistem politik ketatanegraan, demokrasi dipuji dunia. Tidak heran, ia banyak dipilih dan diterapkan bahkan oleh sebagian besar negara di dunia.

Bahkan dianggap pilihan terbaik di antara seluruh sistem yang ada. Sedemikian dipuji, negara yang tidak demokratis pun menolak dicap anti demokrasi: mengklaim diri penganut demokrasi.

Meskipun secara realistis, sebenarnya demokrasi bukan tanpa cacat juga.

Ia pun dinilai memiliki keburukan seperti sistem lain – misalnya, demokrasi berpotensi menimbulkan pengambilan keputusan bertele-tele, berbiaya besar dan dengan ongkos sosial berisiko tinggi.

Kondisi demikian membuat sebagian pihak ingin mereduksi demokrasi Kembali surut ke sistem otoritarian, sebagaimana potret dialami di Indonesia akhir-akhir ini.

Demokrasi Digugat?

Lalu, kenapa demokrasi justeru dipilih mayoritas negara di dunia? Karena dari semua sistem yang ada, ia dinilai sebagai pilihan terbaik; atau terbaik di antara yang buruk.

Adi Suryadi Culla, Dosen Fisip Unhas; Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan

Keutamaannya adalah karena hanya lewat demokrasi, partisipasi dan suara rakyat dimuliakan — sesuai asal semantiknya, dari kata demos (rakyat) dan cratos / cratein (pemerintahan).

Keutamaan tersebut yang tidak terdapat pada sistem lain, semisal sistem pemerintahan tiranik, diktatorial, totalitarian, otoritarian, dan sejenis lainnya.

Namun, mengapa demokrasi kini banyak disorot? Kritik tajam terhadapnya, karena ia tak lagi menjadi pemantik azas kedaulatan rakyat.

Secara praktek, ia telah cenderung menyimpang, lebih berfungsi dan telah dimanipulasi sebagai alat oleh segelintir elit atau kekuatan oligrakis – dengan tujuan untuk legitimasi kekuasaan, untuk mengontrol suara rakyat atau mengawetkan kekuasaan.

Fenomena memburuknya wajah demokrasi itu yang kini tengah disoroti di Indonesia.

Terakhir diwarnai isu paling mutakhir, antara lain polemik perpanjangan masa jabatan Presiden atau menjadikan Presiden tiga periode – suatu isu yang kembali memantik aksi mahasiswa yang berseru penolakan.

Ironi yang memilukan dalam isu tersebut adalah demokrasi ingin diperalat dan dirasionalisasi jauh – padahal konstitusi secara tegas membatasi masa jabatan Presiden hanya dua periode.

Bukan tiga periode, pun bahkan bukan dengan menambahkan satu, dua atau tiga tahun plus dua periode itu.

Gambaran krisis demokrasi tersebut sebenarnya telah terjadi di sejumlah negara, bukan hanya Indonesia.

Kondisi tersebut yang oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt telah digambarkan dalam buku “Bagaimana Demokrasi Mati” (How Democracies Die, 2019).

Seperti dikemukakan Levitsky dan Ziblatt, bagaimana demokrasi mati adalah ia dibunuh oleh pelakunya sendiri. Demokrasi dibunuh oleh mereka yang mendapatkan keuntungan darinya.

Oleh para pemimpin yang terpilih melalui mekanisme demokrasi.

Setelah berkuasa, setelah terpilih melalui pemilu, para pemimpin produk demokrasi itu berubah menjadi penguasa otoriter, mengorgisir pemusatan kekuasan : anti demokrasi! Merusak, mematikan demokrasi! Itulah demokrasi menuntut pemimpin introspeksi.

Gambaran kemerosotan atau kematian demokrasi itu, menunjukkan bangsa yang mempraktekkannya seperti Indonesia, perlu untuk bercermin diri.

Bangsa ini hingga kini belum berhasil membangun atau mendekati peradaban demokrasi sejati.

Masih dibayangi, belum mampu keluar, dari lilitan pola sejarah lama yang berulang.

Kiranya, dibutuhkan suatu perspektif kritis, untuk mengkaji ulang khasanah pemahaman politik bangsa ini, dalam upaya untuk membenahi praktek demokrasi yang berlangsung.

Islam dan Demokrasi

Perspektif Islam merupakan salah satu kerangka pemikiran yang dapat ditoreh untuk menyegarkan pemahaman kritis tentang demokrasi yang sedang mengalami erosi saat ini.

Islam seharusnya memiliki jawaban untuk mengarahkan kondusivitas demokrasi.

Apakah Islam kompatibel dengan demokrasi? Sebenarnya di kalangan Islam pun terjadi polemik: ada yang melihat demokrasi sebagai sistem kufur, sebagian lainnya memandang sebagai sistem yang secara substansi tidak bertentangan ajaran Islam.

Saya tidak ingin berpolemik dengan pandangan yang menolak – bahwa memang tidak semua prinsip dan instrument demokrasi dapat diamini, dapat diterima. Namun kita juga tidak bisa menolak positivitasnya sebagai sistem politik dan ketatanegaraan.

Lebih proporsional untuk mengatakan bahwa demokrasi tidak semuanya kufur, dan umat pun boleh memanfaatkannya dalam koridor tuntutan dan tuntunan agama Islam.

Mengapa demokrasi diperlukan? Demokrasi dalam arti kebebasan dalam menentukan pilihan politik dan memilih pemimpin, serta menolak kediktatoran atau otoritarianisme, adalah nilai yang didukung Islam.

Sistem kekuasaan yang menjamin dan melindungi hak rakyat untuk tidak dipaksa oleh penguasa, dan proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, merupakan praktek yang justeru sudah dijalankan dalam sejarah politik Islam sejak zaman Rasulullah di awal kebangunan Islam.

Tantangan penting umat Islam terhadap sistem demokrasi kini adalah mengkritisi prakteknya, dan meluruskan tafsir substansialnya.

Demokrasi merupakan instrument yang dibutuhkan untuk memperjuangkan kepentingan Islam. Umat Islam, khususnya pemimpin Islam, seharusnya mengisi ruang demokrasi itu. Misalnya, ikut dalam proses Pemilu maupun Pilkada, pemilu Legislatif maupun eksekutif.

Kekuasaan sepatutnya berlomba diisi oleh tokoh dan pemimpin Islam yang berakhlak – jika tidak, maka jangan salahkan sistem demokrasi, jika muaranya memproduksi kebijakan dan keputusan negara justeru yang merugikan umat Islam.(*)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *