Rektor UIN Jakarta Kalah Kasasi, Pemecatan 2 Wakil Rektor Batal!

Ilustrasi. Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Foto: Ist)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Jakarta, Hajinews.id- Pemecatan dua Wakil Rektor UIN Jakarta pada awal 2021 lalu menimbulkan persoalan hukum yang panjang. Bahkan berujung gugatan hingga tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kedua orang yang dipecat itu ialah Andi Faisal Bakti selaku Wakil Rektor Bidang Kerjasama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masa Jabatan Tahun 2019-2023 dan Masri Mansoer selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masa Jabatan 2019-2023.

Keduanya dipecat oleh Rektor UIN Jakarta, Amany Lubis, berdasarkan SK per 18 Februari 2021. Namun SK pemecatan itu kemudian digugat ke PTUN Serang karena dinilai cacat prosedur.

Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer menggugat secara terpisah pada 10 Mei 2021. Dalam petitumnya, mereka meminta SK pemecatan dibatalkan.

PTUN Serang mengabulkan gugatan keduanya. SK Rektor UIN Jakarta yang memecat Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer dinyatakan batal.

Dalam putusan tertanggal 21 September 2021 itu, PTUN Serang memerintahkan Rektor UIN mencabut SK pemecatan. Serta merehabilitasi nama baik Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer serta memulihkan kedudukan keduanya sebagai Wakil Rektor UIN Jakarta.

Tak terima dengan putusan itu, Rektor UIN Jakarta mengajukan banding ke PTTUN Jakarta. Namun, banding itu ditolak. Dalam putusan pada 25 Oktober 2021, PTTUN menguatkan putusan PTUN Serang.

Rektor UIN Jakarta kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun hasilnya sama: kasasi itu ditolak.

“Tolak Kasasi,” bunyi putusan sebagaimana dikutip dari situs Mahkamah Agung, Rabu (20/4). Putusan kasasi diketok pada 12 April 2022.

Maka dengan demikian, putusan PTUN Serang tetap berlaku. Yakni membatalkan SK pemecatan serta memulihkan kedudukan Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer sebagai Wakil Rektor UIN Jakarta.

Dalam putusannya, PTUN Serang membeberkan duduk perkara kisruh di UIN Jakarta yang berujung pemecatan dua wakil rektor tersebut. Hakim menilai berawal karena adanya masalah internal.

Yakni terkait permasalahan dalam pembangunan Asrama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019 yang berujung adanya laporan ke polisi dan KPK serta adanya Gerakan UIN Bersih 2.0.

“Majelis Hakim berpendapat inti dari permasalahan dalam sengketa a quo adalah terlepas dari permasalahan internal yang sedang berlangsung di UIN Syarif Hidayatullah perihal adanya pengaduan oleh UIN Jakarta Watch,” bunyi petikan putusan.

Berawal ketika Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menetapkan Panitia Pembangunan Asrama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019 pada 13 Mei 2019. Panitia tersebut diketuai oleh Prof.Dr.H.M Suparta.

Pada 12 Oktober 2020, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengajukan Permohonan Klarifikasi Proposal Kemaslahatan sehubungan dengan adanya proposal tanggal 14 Juni 2020 perihal Permohonan Bantuan (susulan) yang diajukan oleh Panitia Pembangunan Gedung Asrama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proposal itu, Panitia mengaku masih memerlukan biaya sebanyak Rp 843.761.000.

Pada 20 Oktober 2020, berlangsung rapat Rektor dengan semua Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rektor menjelaskan perihal adanya klarifikasi mengenai pengajuan proposal pengajuan dana pembangunan asrama kepada BPKH.

Pada 30 Oktober 2020, Sultan Rivandi dari UIN Jakarta Watch melaporkan soal permasalahan pembangunan asrama tersebut ke Polda Metro Jaya. Terlapornya ialah Suparta yang merupakan ketua panitia. Dalam laporan itu, Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer dicantumkan sebagai salah satu saksi. Pencantuman ini tanpa sepengetahuan keduanya.

Sultan Rivandi juga mengajukan pengaduan langsung kepada KPK perihal adanya dugaan korupsi dalam penggunaan rekening yang tidak wajar oleh Lembaga Negara (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), adanya dugaan penggunaan uang negara secara tidak sesuai dengan tata laksana keuangan negara dan adanya pembangunan Gedung asrama yang tidak sesuai dengan perencanaan dan ketiadaan akuntabilitas publik. Pengaduan disampaikan pada Desember 2020.

Sekitar 22 Dosen UIN Jakarta juga melapor kepada Menteri Agama tertanggal 25 November 2020 berperihal Laporan Dugaan Penyalahgunaan Kewenangan/Jabatan, Penipuan/Penggelapan, dan/atau Tindak Pidana Korupsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bahwa atas laporan tersebut Tim Inspektorat Jenderal Kemenag telah melakukan serangkaian pemeriksaan.

Selain itu, terdapat pula surat Pengaduan dan Permohonan Klarifikasi dari 126 Dosen yang menggunakan Kop Gerakan UIN Bersih 2.0 dan ditujukan kepada Ketua Senat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr.Abudin Nata, M.A. Hal ini masih terkait dengan proposal panitia pembangunan asrama ke BPKH.

Pada 15 Januari 2021, Rektor UIN Jakarta membentuk Tim Pemeriksa dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan Masri Mansoer dan Andi Faisal Bakti. Salah satu yang dipermasalahkan ialah adanya nama keduanya sebagai saksi dalam laporan ke Polda Metro Jaya. Serta keduanya diduga memiliki peran untuk mengumpulkan dukungan tanda tangan atas laporan Gerakan UIN Bersih 2.0 kepada Senat.

Pemeriksaan itu berujung pemecatan pada Februari 2021. Keduanya dinilai melanggar disiplin karena dipandang sudah tidak dapat bekerja sama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Namun, hakim tak sependapat dengan hal tersebut. Alasan tim pemeriksa dinilai tak cukup kuat untuk menjadi dasar pemberhentian.

“Tidak ada fakta hukum yang menegaskan pelanggaran disiplin yang telah dilakukan oleh Penggugat, apakah pelanggaran yang dimaksud ada kaitannya sehubungan Penggugat sebagai saksi pada Laporan Polisi tanggal 30 November 2020 (vide bukti P-42) atau tidak?” kata hakim dalam putusannya.

Hakim menilai pemberhentian keduanya cacat prosedur dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pemeriksaan etik terhadap Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer dinilai tidak berdasarkan pada keterangan dan alat bukti. Namun didasarkan pada “dugaan” bahwa keduanya terlibat sebagai saksi dalam Laporan Polisi yang terlapornya adalah Suparta. Serta bahwa keduanya diduga memiliki peran untuk mengumpulkan dukungan 126 tanda tangan atas laporan Gerakan UIN Bersih 2.0 kepada Senat, yang mana hanya didasarkan oleh bukti screen shoot pesan WhatsApp.

“Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat selain telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan juga telah melanggar Asas tidak menyalahgunakan kewenangan,dengan demikian beralasan hukum terhadap penerbitan objek sengketa a quo untuk dibatalkan,” kata hakim.

Lantaran pemberhentian Andi Faisal Bakti dan Masri Mansoer dibatalkan, Hakim mewajibkan Rektor UIN Jakarta merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan keduanya seperti semula sebelum diberhentikan.
Informasi Redaksi
·

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *