Tanda Kesempurnaan Iman

Kesempurnaan Iman
Kesempurnaan Iman
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo

Hajinews.id – Kajian ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah:

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ أَحَبَّ فِي اللَّهِ وَأَبْغَضَ فِي اللَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ   رواه ابن ماجه

Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah  bersabda:  “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menolak karena Allah, maka sempurnalah imannya.” (HR Ibnu Majah)

Kesempurnaan Iman

Istakmala yastakmilu berarti atammahu wa anhaahu yakni sempurna atau mencapai puncak. Sehingga istakmala adalah merupakan kesempurnaan atau complementarity. Dan dalam hadits di atas adalah kesempurnaan iman. Sungguh suatu pecapaian kualitas seorang hamba yang sangat luar bisa. Dan pecapaian inilah yang dapat mengantarkan seorang hamba mendapatkan kebahagiaan yang hakiki atau sejati.

Hadits di atas menjelaskan tentang iman yang sempurna. Tentu berarti ada iman yang tidak sempurna. Maka kadar iman seseorang sangat menentukan pada kualitas spiritualitasnya. Sehingga keberpihakan pada nilai kebenaran dan sekaligus menegakkan dalam diri dan keluarga serta lingkungannya sangat tergantung pada kualitas spiritualitasnya tersebut. Jika seseorang acuh tak acuh pada nasib tegaknya agama ini, maka hal ini menjadi indicator bahwa iman ini  sangat lemah.

Kualitas Iman, Semangat Ibadah

Hal ini juga ditandai dengan semangat kita dalam beribadah kepada Allah juga sangat lemah. Karena pertama yang harus ditegakkan adalah ibadah mahdhah yang seharusnya sudah menjadi kebutuhan bagi setiap Mukmin. Kebutuhan akan sandaran vertikal untuk menjalin hubungan dengan Dzat pemilik kebahagiaan yaitu Allah Subhanahu wa Taala. Dengan begitu maka kepedulian dan kepekaan kita akan pentingnya menegakkan dienullah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam misi kehidupannya.

Introspeksi diri

Maka kita perlu menengok ulang terhadap kualitas diri tersebut. Sejauh mana kualitas yang sudah kita raih dalam posisi diri di hadapan Allah Subhanahu wa Taala. Apakah semakin dekat atau bahkan semakin jauh. Semua itu yang tahu persis adalah diri kita sendiri. Termasuk apakah ibadah yang kita lakukan selama ini dapat mengantarkan diri kita semakin menyadari akan tugas dan tanggung jawab kehidupan ini atau semakin acuh saja. Semua itu yang dapat merasakan adalah diri kita sendiri.

Diharapkan dengan kita mengetahui kualitas diri kita tersebut kita akan terus berusaha berbenah. Berbenah untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sehingga harapannya iman yang telah tumbuh ini akan terus berkembang dan terus berkembang tumbuh sampai posisi istikmalal iman atau kesempurnaan iman.

Dan tentu harapan kita, semakin bertambahnya usia ini proses tumbuhnya iman ini terus berlangsung dengan semakin meningkat dan bukan sebaliknya malah menurun. Maka upaya ini haruslah sungguh-sungguh sambil terus selalu instropeksi diri. Kesungguhan inilah hal yang terpenting dari proses yang sedang berlangsung tersebut.

Iman dan Cinta

Setelah iman kita dapat menemukan cinta kepada Allah atau mahabbatullah, maka sempurnalah kehidupan ini. Dan pada tataran ini boleh jadi kita disebut sebagai insan kamil atau manusia sempurna. Walaupun pada tataran ini juga masih memiliki tingkatan-tingkatan, tergantung sejauh mana kedalaman pemahaman kita pada addien ini. Semakin kita banyak memahaminya maka akan semakin sempurnalah diri ini dalam posisi dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Iman yang benar akan menghasilkan rasa cinta, baik kepada Allah maupun kepada utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya indikator cinta kepada Allah itu adalah meneladani Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam.

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31)

Sehingga iman pada perjalanannya akan menghasilkan cinta kepada Allah. Dan jika iman tidak membuahkan cinta kepada-Nya maka hal ini menjadi indicator bahwa iman kita dalam kondisi statis atau jalan di tempat. Iman yang demikian perlu harus diwaspadai. Karena berarti iman kita tidak akan dapat mengantarkan diri pada kebahagiaan yang sejati, sebagaimana yang kita idam-idamkan.

Sehingga kesempurnaan iman sebagaimana dalam hadits di atas adalah jika kita cinta apapun karena Allah, termasuk jika kita membenci juga karena Allah, dan bukan karena nafsu. Demikian pula kita member dan menolak pemberian karena Allah, maka hal ini menjadi indikator kesempurnaan iman dalam diri kita. Hadits ini sekaligus menjelaskan bahwa semua aktivitas kita termasuk menikah, berteman atau berkawan, bekerja dan lain-lain haruslah karena Allah Subhanahu wa Taala.

Bagaimanapun upaya mencapai kesempurnaan iman ini haruslah terus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka dengan kesungguhan itulah Allah akan memberikan pertolongan kepada semua hamba-hamba-Nya untuk mencapainya. Tetapi jika sudah tidak ada upaya tersebut, maka iman kita akan tetap menjadi iman yang statis dan tidak tumbuh berkembang. Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah jika iman kita lenyap tanpa kita sadari. Na’udzubillah! (*)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *