Astagfirullah, Muslim Uighur Kembali Mengalami Diskriminasi Usai Ramadan

Muslim Uighur Kembali Mengalami Diskriminasi
Muslim Uighur Kembali Mengalami Diskriminasi
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Pemerintah Beijing disebut telah melakukan tindakan keras terhadap sedikitnya 1 juta orang Uighur, Kazakh dan minoritas Muslim lainnya ke kamp-kamp penahanan serta penjara di Provinsi Xinjiang Barat, dengan dalih memerangi ekstremisme Islam terlebih setelah Ramadan.

Bradley Jardine, seorang penulis yang penelitian Wilson Center, mengungkap laporan bahwasanya China pertama kali mendeportasi Muslim Uighur dari Pakistan. Sejak itu, skalanya telah meningkat secara dramatis.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dari hasil investigasi Bradley, semakin sulit bagi orang Uighur untuk melarikan diri dari penganiayaan di Xinjiang atau melarikan diri ke negara lain.

Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (Centris) juga mengungkap beberapa data yang berasal dari riset serta penelitian sejumlah negara termasuk organisasi HAM dunia, yang menunjukan fakta pelanggaran berat HAM yang diduga telah dilakukan oleh otoritas China.

Peneliti senior Centris, AB Solissa, mengatakan, China seyogianya sudah tidak dapat lagi berkelit atau berlindung dengan alasan memerangi extremisme Islam jika melihat validnya data-data hasil riset, penelitan hingga investigasi negara-negara dunia dan organisasi HAM dunia.

“Dari data yang kita peroleh, sedikitnya ada 5.532 kasus intimidasi yang dialami orang Uighur, 1.150 kasus lainnya ditahan tanpa alasan jelas dan 424 kasus Muslim Uighur yang dideportasi atau diekstradisi ke China dari 1997 hingga Januari 2022,” kata AB Solissa kepada wartawan, Jumat (6/5/2022).

China adalah kreditur keuangan terbesar untuk lima bagi Pakistan, Kirgistan, Tajikistan, Kamboja, dan Myanmar, sehingga Tiongkok dapat dengan bebas mengambil orang-orang Uighur yang mereka inginkan di negara-negara tersebut.

“Hal ini juga telah didokumentasikan secara rinci dalam laporan baru yang dinamai ‘Tembok Besar Baja’, oleh Institut Kissinger Wilson Center di Cina dan Amerika Serikat,” ungkap AB Solissa.

Penelitian baru tersebut juga menunjukkan bagaimana kebangkitan global China yang dicontohkan oleh pengaruh besar ekonominya melalui proyek-proyek seperti Belt and Road Initiative (BRI) yang bernilai miliaran dollar Amerika.

Langkah ini telah memberi Beijing pengaruh yang baru di negara-negara yang mereka jadikan mitra, namun sesungguhnya rindakan ini patut diduga untuk mengkooptasi negara-negara yang China bantu ekonominya.

Asia Tengah dan Selatan pernah menjadi daerah pelarian dan perlindungan, tetapi itu telah berubah setelah pemerintah di kawasan tersebut membentuk ikatan yang lebih erat dengan Beijing.

Akibatnya, minoritas Uighur semakin kehilangan tempat dan ruang politik di Asia Tengah, Selatan dan Tenggara. Namun seiring perjalanan waktu, telah terbuka beberapa tempat persembunyian baru dan aman, seperti di Negara Timur Tengah dan Turki.

Turki masih menjadi tujuan terbesar, meskipun ada eksodus kecil dari tokoh-tokoh terkemuka, seperti aktivis Kazakh Serikzhan Bilash, yang pindah ke Amerika Serikat. Ini menandakan tidak ada ruang nyata bagi muslim Uighur kecuali negara Timur Tengah, Turki dan Amerika Serikat.

“Tentu saja, orang Uighur yang menetap di luar China tidak sepenuhnya aman, karena dari berbagai penelitian menunjukkan tidak sedikit yang menghadapi serangan siber dan keluarga mereka di China khususnya di Xinjiang,” tutur AB Solissa.

Selain itu, China telah membentuk Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) sebagai kerangka kerja multilateral di mana Otoritas Tiongkok tekahvberkoordinasi dengan rekan-rekannya di Asia Tengah dan dengan Rusia, untuk memainkan peran utamanya.

Di dalam SCO, ada sejumlah perjanjian yang memungkinkan ekstradisi bersama tanpa pertanyaan antar negara anggota. Ada juga beberapa kerangka kerja untuk kontraterorisme, seperti pembagian intelijen bagi siapa saja yang telah ditandai sebagai teroris meski dengan bukti minimal dalam banyak kasus.

“Ini masih menjadi ke khawatiran bagi orang Uighur yang belum sepenuhnya bebas apalagi aman meski telah keluar dari China. Negara-negara dunia khususnya Indonesia harus aware dengan tindakan China ini. Jangan mau ikut dalam bagian pelanggaran HAM,” pungkas AB Solissa.

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *