Jihad Intelektual Muhammadiyah

Jihad Intelektual Muhammadiyah
Alpha Amirrachman, Sekjen Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Alpha Amirrachman, Sekjen Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah

Hajinews.id – AL-QUR’AN menempatkan ilmu pengetahuan sebagai mutiara hikmah satu level dengan iman. Dengan demikian, terwujudnya khairu ummah atau umat yang memiliki sifat mencintai ilmu sangat tergantung pada keberhasilan kaum muslimin memadukan ilmu pengetahuan dan keimanan. Iman sebagai landasan religiositas dan ilmu pengetahuan sebagai mata pisau yang digunakan untuk mengurai berbagai persoalan dan bahkan untuk meningkatkan kualitas peradaban manusia. Sebagaimana janji Allah yang diabadikan di dalam QS Al-Mujadallah:11, “Allah mengangkat (posisi) orang-orang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Allah SWT mendorong manusia untuk mencari ilmu pengetahuan, mengajarkan, dan mengamalkannya untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu pengetahuan menjadi pembeda nyata yang memuliakan manusia dengan makhluk-makhluk lainnya, bahkan dengan malaikat sekalipun, sebagaimana dilukiskan secara monumental di dalam QS Al-Baqarah:31, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!”

Teladan KH Ahmad Dahlan

Karakter untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan telah diteladankan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Sebagaimana ditulis Munawar Khalil (2017) bahwa KH Ahmad Dahlan banyak terilhami dan terinspirasi oleh kitab-kitab, seperti Izharul Haq karya Rahmatullah al-Hindi, Tafsir Al-Manaar karya Syekh Rasyid Ridha, Tauhid dan Tafsir Juz Amma karya Syekh Muhammad Abduh, Dairatul Ma’arif karya Faid Wajdi, At-Tawassul wal Washilah karya Ibnu Taimiyah, dan Al-Islam wan Nashraniyyah karya Syekh Muhammad Abduh, serta saling menimba ilmu melalui diskusi dengan para ulama tersohor lainnya.

Dalam usia terbilang belia, 15 tahun, KH Ahmad Dahlan bertolak ke Mekah tidak hanya untuk menjalankan ibadah haji, tapi juga untuk menuntut ilmu dengan bermukim selama lima tahun. Ia mempelajari qiraat, ilmu tauhid, tafsir, tasawuf, fikih, falak, dan bahasa Arab. Ia lalu kembali melanjutkan selama dua tahun dan berguru dengan berbagai ulama ternama. Menurut catatan Haedar Nashir (2010), ulama yang bermukim di Mekah, di antaranya KH Makhfudz dari Termas, KH Nahrawi (Mukhtaram) dari Banyumas, KH Muhammad Nawawi dari Banten.

Ketika kembali beliau membawa obor api pembaruan Islam dan untuk mengaktualisasikannya, ia mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912. Ketokohannya disejajarkan dengan Haji Oemar Said Tjokroaminoto, tokoh kebangkitan Islam dalam pergerakan politik yang memimpin Sarekat Islam yang berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia. Sarekat Islam yang berdiri pada 1911 dan Muhammadiyah pada 1912 menjadi dua pilar gerakan Islam modern, yang satu di bidang politik, yang satu di bidang dakwah kemasyarakatan.

Tradisi intelektual itu diteruskan pemimpin Persyarikatan setelahnya, terutama Mas Mansur yang memiliki tradisi intelektual melebihi dari yang lain. Mas Mansur meninggalkan legasi intelektual berupa karya tulis dengan pemikiran yang luas ke arah pembaruan dunia Islam, kendati sebagian menganggapnya sebagai ‘brahma’ di menara gading yang asyik dengan perdebatan intelektual ketimbang bergelut dengan kompleksitas realitas umat Islam saat itu (Maarif, dalam Amir Hamzah, 1992).

Proses pelembagaan dalam bentuk majelis tarjih yang diinisiasi Mas Mansur pada 1927 merupakan perwujudan intelektualisme pencarian dalil yang paling kuat menjadi prinisp penting. Akan tetapi, perkembangan tarjih berikutnya tidak begitu menggembirakan, seiring kurang dielaborasinya pemikiran-pemikiran fundamental Islam, mengakibatkan tergerusnya perspektif luas tentang Islam di tengah warga Muhammadiyah.

Sebenarnya di bawah kepemimpinan KH Ahmad Azhar Basyir, ahli fiqih dan filsafat lulusan Al-Azhar, warga Muhammadiyah berharap akan ada transisi kepemimpinan ke arah intelektualisme, tetapi beliau keburu dipanggil Sang Khalik di tengah perjalanan kepemimpinannya. Sejak muktamar 1985 di Surakarta, Muhammadiyah mulai mendapatkan kritikan tajam karena dianggap mengalami stagnasi dalam rutinitas amaliah. Lalu, mulai bermunculan gagasan-gagasan kritis dari cendekiawan Muhammadiyah.

Setelah sebelumnya diwarnai kepemimpinan ulama-intelektual, babak berikutnya warga Muhammadiyah mengalami kepemimpinan intelektual-ulama dengan munculnya cendekiawan Muslim seperti M Amien Rais dan Ahmad Syafii Maarif. Namun, reformasi 1998 menguras energi warga bangsa dan membuat intelektualisme Islam harus berhadapan dengan aktivisme Islam yang berorientasi pada cita-cita politik Islam. Amien Rais pun memutuskan untuk terjun ke politik praktis dan membentuk Partai Amanat Nasional, pada perkembangan berikutnya semakin pudar jati diri kemuhammadiyahan partai ini seiring dengan semakin sedikit kader-kader Muhammadiyah yang aktif di dalamnya.

Berikutnya, warga Muhammadiyah mengalami kepemimpinan Din Syamsuddin yang juga seorang intelektual-ulama, walaupun dalam periode tertentu tidak bisa terhindar dari keterlibatannya dalam politik praktis dengan aktif di Partai Golkar. Namun, sikap intelektualismenya tetap terpelihara, di bawah kepemimpinannya melakukan judicial review atas beberapa produk hukum pemerintah, sebuah langkah yang lebih mengedepankan critical thinking dan science-based approach ketimbang politik an sich.

Pembelajar sepanjang hayat

Saat ini seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), Muhammadiyah perlu terus mengedepankan pola kepemimpinan intelektual-ulama. Narasi intelektualisme hendaknya juga tidak terjebak pada isu-isu khilafiah, mazhab, dan fikih semata yang berpotensi menimbulkan perpecahan, tapi harus lebih dari itu. Majelis ilmu memang perlu terus dikembangkan, tapi sikap curiosity (keingintahuan) dipelihara, dengan tetap menekankan pada adab dan mengutamakan kemaslahatan bersama.

Di rumah, orangtua tidak perlu lagi menanyakan kepada anak-anak mereka mengenai apa yang guru ajarkan, tapi apa yang mereka tanyakan kepada guru mereka, sebagaimana hadis Rasulullah SAW wa husnus suali nisful ilmi (pertanyaan yang baik adalah sebagian dari ilmu). Curiosity menjadi pemicu agar thalabul ilm (menuntut ilmu) terus berlanjut dan warga Muhammadiyah menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sebagaimana pesan Ali RA: Itsnani la yasybaani fiddunya, thaalibul ilmi wa thaalibul mal, al ilmu yahrusuka, wa anta tahrusul mal (ada dua jenis manusia yang tidak akan pernah kenyang di dunia, yaitu penuntut ilmu dan penuntut harta, ilmu menjaga pemilik ilmu, sedangkan engkau penuntut harga menjaga hartamu).

Perlu juga ada reorientasi agar pengembangan pengetahuan tidak semata berkutat ranah humaniora, seiring dengan perkembangan teknologi perlu juga pengembangan dakwah dan pendidikan berbasis high tech, yakni big data, internet of things bahkan metaverse, menjadi bagian yang semakin tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Baik ketika kita menuntut ilmu maupun ketika kita bekerja dan berdakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bagaimana implikasi dari pengembangan iptek, terutama digitalisasi bagi tugas-tugas pokok Persyarikatan? Sebagaimana ditegaskan Goldman (2020), “Just as technology often develops because there is a need for it, science helps solve the needs of society. While a major goal of science is to simply better our understanding, many people leverage science to help solve real world problems in society.”

Muhammadiyah dapat belajar dari bagaimana Jepang mempersiapkan Society 5.0. “The concept of Society 5.0 aims at solving social issues from a new perspective. In this new era, different aspects would be connected and technologies would join a superintelligent society with full integration from big data, the internet of things (IoT), artificial intelligence (AI), and people services to facilitate digital and physical infrastructures for human beings. The objective hereof is the establishment of societal foundations where anyone can develop value, at any time and place, in a safe environment and according to natural environments, without any limitations such as those that currently exist,” (Rojas, Penafiel, Buitrago & Romero, 2021).

Perlu digarsibawahi di sini ‘solving social issue’ ialah ketika dihadapkan dengan berbagai tantangan sosial-keagamaan serta kemasyarakatan dan ‘where anyone can develop value’. Dalam perspektif Persyarikatan ialah pengembangan nilai-nilai Al Islam dan kemuhammadiyahan yang menjadi ciri khas dan karakter utama amal-amal usaha Persyarikatan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi

Di bawah kepemimpinan Haedar Nashir, Persyarikatan terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai prime support berjalannya roda organisasi dan aktivitas dakwah serta amaliahnya. Big data sedang dipersiapkan untuk menghimpun berbagai data dari seluruh amal-amal usaha Persyarikatan, yakni setiap keputusan strategis dan taktis akan betul-betul berbasis data.

Bahkan, sebelum big data ini diinisiasi, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah di bawah kepemimpinan almarhum Baedhowi, telah mengembangkan learning management system Edukasi Digital Muhammadiyah (EduMu), bukan hanya untuk mengakselerasi kualitas proses pedagogi belajar-mengajar dan mengintegrasikan ekosistem administasi Pendidikan, tapi juga membangun ketahanan entrepreneurial pada level sekolah dan madrasah. EduMu saat ini juga dipadukan dengan pengembangan Pangkalan Data Dikdasmen Muhammadiyah, yang tentunya merupakan bagian tidak terpisahkan dari big data Persyarikatan, sebuah pekerjaan besar yang tidak akan pernah mengenal jeda henti.

Dengan demikian, jihad intelektual Muhammadiyah mengambil babak baru yang sama sekali berbeda dengan masa lalu. Gerakan pembaruan, baik dalam bentuk pemikiran maupun praksis, tidak melulu mengambil tempat di atas mimbar-mimbar di ruang fisik. Namun, meluas pada saat yang sama ke ruang-ruang digital via streaming yang membuatnya menjangkau ke berbagai segmen masyarakat tanpa mengenal batas-batas fisik.

Dengan demikian, jihad intelektual bukan hanya domain para elite pemikir, melainkan juga gaungnya meluas dan membuat ini menjadi kesempatan emas yang berharga bagi para kader Muhammadiyah untuk mewarnai narasi-narasi di ruang-ruang publik. Kader-kader Muhammadiyah ber-fastabiqul khairat dengan para intellectual-influencer lainnya yang juga sangat agresif memengaruhi alam pikiran masyarakat melalui ruang-ruang publik, baik digital maupun nondigital. Ketika sebagian dari mereka sekadar memainkan sentimen populis tanpa mengindahkan kedalaman pengetahuan, kader intelektual Muhammadiyah tidak perlu terjebak pada tren ini. Karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan yang diiringi kompetensi high order thinking skills (HOTS) bagi kader intelektual Muhammadiyah merupakan keniscayaan.

Khairu ummah

Dalam menjalankan perannya, para kader intelektual Muhammadiyah sebaiknya tidak asal melontarkan gagasan dan pemikirannya. Namun, perlu menggunakan narasi yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan dengan sumber-sumber yang sahih. Pada saat yang sama, di balik panggung perlu ada operator-operator yang mendesain ekosistem ini berdasarkan analisis big data sehingga tepat sasaran dan efektif dalam menyampaikan berbagai pesan Persyarikatan.

Setiap segmen masyarakat bisa jadi punya pilihan selera diksi-diksi yang berbeda dan bobot intelektualisme yang variatif agar pesan dakwah dapat tersampaikan. Pada momen-momen tertentu, dengan tetap berpegang pada prinsip hak cipta, kader intelektual Muhammadiyah juga harus siap melemparkan gagasan dalam pasar open sources, yakni siapa pun bisa memanfaatkan gagasannya secara langsung.

Dengan demikian, ikhtiar menuju digital intelligence society betul-betul menggunakan science-based approach. Pada saat yang sama, ranah amaliah amal-amal usaha Muhammadiyah juga terakselerasi, selain meningkat kualitas pelayanannya, meluas menjangkau berbagai segmen masyarakat. Upaya pencerahan menuju terwujudnya khairu ummah yang memadukan ilmu pengetahuan dan keimanan melalui jihad intelektual Muhammadiyah diimplementasikan secara sistemis dan menyeluruh dengan memanfaatkan secara optimal perkembangan teknologi.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *