MUI Jatim: Apapun Alasannya Nikah Beda Agama Menurut Islam Tak Sah

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



 

Hajinews.id – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Sholihin mengkritisi alasan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengizinkan menikah beda agama yang dimohonkan pasutri RA dan EDS karena khawatir kumpul kebo. Menurut MUI Jatim, apa pun alasannya menikah beda agama menurut Islam tidak sah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“[Alasan khawatir kumpul kebo] Ini adalah masalah prasangka, bisa iya bisa tidak. Tapi sementara orang yang melakukan pernikahan beda agama pasti melanggar ajaran agama. Maka sesuatu yang masih prasangka tidak bisa mengalahkan hal yang sudah pasti,” kata Kiai Sholihin dalam keterangannya dikutip VIVA pada Jumat, 24 Juni 2022.

Hal yang perlu dipahami masyarakat, lanjut dia, bahwa penetapan PN Surabaya terhadap permohonan izin menikah beda agama yang diajukan pasutri RA dan EDS adalah terkait izin pencatatan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Bukan mengesahkan pernikahan beda agama. “PN Surabaya tidak mengesahkan hanya mengizinkan dengan dasar UU No 1 tahun 1974 tidak ada larangan,” ujar Kiai Sholihin.

Berdasarkan hasil sidang Komisi Fatwa, MUI Jatim lantas mengeluarkan tiga pendapat, pertama, mengacu pada Fatwa MUI 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama, UU No 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam maka Komisi Fatwa MUI Jawa Timur menolak perkawinan beda agama karena hukumnya haram dan tidak sah.

Kedua, pernikahan tidak hanya sebatas hubungan antar personal dan muamalah, namun ada unsur ubudiyah atau manifestasi ketaatan seorang hamba kepada tuhannya. Sedangkan Islam melarang pernikahan beda agama. Dengan demikian jika pernikahan beda agama dilegalkan maka secara otomatis mendorong seseorang menyalahi ajaran agamanya dan ini bertentangan dengan UU 1945 Pasal 29 Ayat (2).

Ketiga, larangan pernikahan beda agama dalam Islam sebenarnya bukan untuk mendiskriminasikan agama lain, namun sebagai bentuk menjaga kemaslahatan dan proteksi atau perlindungan terhadap salah satu tujuan syariat yaitu hifz ad-din, artinya legalisasi pernikahan beda agama adalah bentuk mafsadah atau hal negatif yang harus dihindari sebagaimana kaidah fiqh, yaitu dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih.

Sebelumnya diberitakan, hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya Imam Supriyadi mengeluarkan penetapan yang mengizinkan pernikahan beda agama. Penetapan itu dikeluarkan atas permohonan izin penikahan beda agama oleh pasangan RA yang beragama Islam dengan EDS yang beragama Kristen. Hakim beralasan, permohonan RA-EDS dikabulkan karena undang-undang tidak melarang itu.

Wakil Ketua Humas PN Surabaya Gede Agung menjelaskan, perkara tersebut bermula ketika RA dan EDS melakukan pernikahan dengan cara Islam lalu dilanjutkan dengan cara Kristen dalam satu hari. Mereka kemudian mengajukan permohonan pencatatan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya namun ditolak. “Kemudian mengajukan permohona ke PN Surabaya,” katanya di PN Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 21 Juni 2022.

“Berdasarkan pertimbangan hakim tunggal, yaitu Bapak Imam Supriyadi, permohonan [izin pernikahan beda agama] mereka dikabulkan. Pertimbangannya, salah satunya adalah bahwasanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai perkawinan beda agama. Oleh karena itu dipertimbangkan untuk mengabulkan permohonan [pemohon],” ujar Agung.

Pada prinsipnya, lanjut dia, penetapan pernikahan beda agama oleh PN Surabaya itu adalah mengizinkan kepada pemohon untuk mencatatkan pernikahan mereka di Dispendukcapil. Sebab, kata dia, pada saat akan melangsungkan pernikahan, keduanya sudah mendapatkan izin baik dari pemuka Islam maupun pemuka Kristen. “Tapi, setelah mau dicatatkan karena beda agama, ternyata dari Dispendukcapil tidak mau menerima,” ujarnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *