Muhammadiyah Sabtu NU Minggu
SEMARANG, Hajinews.id – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mengajak umat Islam untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, persatuan dan kebersamaan. ‘’Perbedaan salat Idul Adha atau salat id 1443H jangan dimaknai perpecahan. Masing-masing mempunyai dasar hukumnya. Perbedaan di kalangan umat adalah rahmat,’’ kata Ketua PWNU Jateng Drs KHM Muzammil dan Ketua PWM Jateng Dr KH Tafsir kepada wartawan, kemarin.
Warga Muhammadiyah akan melaksanakan Salat Idul Adha Sabtu 9 Juli 2022. Sedang warga NU dan pemerintah akan beridul Adha pada Minggu 9 Juli 2022.
Muzammil menegaskan, perbedaan pendapat merupakan rahmat. ‘’Perbedaan itu karena perbedaan sudut pandang mengenai hisab dan rukyatul hilal bil fi’li. Selama ini NU berpegang pada hasil hisab dan rukyah. Ada yang berpedoman wujudul hilal, dan ada pula yang berpedoman pada imkanu rukyah. Insya Alloh umat sudah terbiasa dengan perbedaan dan semakin dewasa dalam menyikapinya,’’ katanya.
Dengan prinsip kemasyarakatan yang didasarkan pada prinsip tasamuh, tawazun, tawasuth dan i’tidal, dia merasa yakin warga NU dapat menghormati perbedaan dengan tetap merujuk pada ihbar hasil hisab dan rukyatul hilal bil fi’li yang diselenggarakan PBNU dan Pemerintah
Menurutnya, secara umum umat Islam juga semakin dewasa dapat memahami perbedaan yang ada, karena terkait dengan keyakinan masing-masing.
‘’Yang perlu dikedepankan adalah semangat untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim as dan keluarganya dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh Ta’ala. Yang paling mulia di antara umat Nabi Muhammad Saw adalah tingkat ketaqwaannya,” katanya.
Muzammil mengatakan, banyak indikator tentang ketaqwaan itu. Dia mengajak sebagai umat Muhammad dapat menjalankan dengan baik, seperti menjalankan sholat, menafkahkan sebagian harta di jalan Alloh, menahan amarah, memberi dan meminta maaf kepada sesama, menjalankan kebaikan dan kebahagiaan dunia akhirat kepada segenap umat.
Tidak Niat Berbeda
Ketua PW Muhammadiyah Jateng Dr KH Tafsir memastikan, terjadinya Idul Adha 1443 yang berbeda, tentu bukan niat di antara para ulama utk berbeda. ‘’Muhammadiyah tidak ingin berbeda dengan siapapun, tapi itulah agama, bersumber dari Syariah yang sama bisa menghasilkan pemahaman yang berbeda. Terlebih lagi kita belum ada titik kesamaan tentang definisi tanggal satu,’’ kata Dosen UIN Walisongo Semarang itu.
Tapi dia mersa yakin, warganya sudah dewasa dengan perbedaan tersebut. Maka dia menjamin Insya Allah semua akan kondusif dan berjalan normal seperti tidak ada perbedaan.
Menurut Dr Tafsir, penentuan Idul Adha baik yang berpendapat jatuh pada Sabtu 9 Juli maupun Ahad 10 Juli, keduanya merupakan hasil ijtihad .
‘’Karena hasil ijtihad makan sifatnya relatif, sama sama Wallahu a’lam bishawab, hanya Allah yang tahu. Maka silakan diamalkan sesuai keyakinan, tidak saling menyalahkan, tapi saling menghormati, yang salah yang tidak Salat Idul Adha,’’ katanya,
Kepada seluruh umat Islam, Tafsir memgajak mengamalkan dan mengambil hikmah Idul Adha, hikmah ibadah qurban, dan menyemarakkannya. ‘’Perbedaan yang ada tidak mengurangi semangat ukhuwah Islamiah kita,’’ katanya.