Tafsir Al-Quran Surat Az-Zukhruf 46-50: Kepemimpinan Para Nabi yang Mencerahkan dan Menyelamatkan

Kepemimpinan Para Nabi
KH Didin Hafidhuddin
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh

Oleh: KH Didin Hafidhuddin
Ahad, 17 Juli 2022

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh: Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Jamaah kaum muslimin dan muslimat, baik yang hadir secara offline di masjid, maupun yang hadir secara online di rumah. Kita dapat berkumpul bersama pada Ahad pagi ini, tanggal 17 Dzulhijjah 1443 H bertepatan dengan tanggal 17 Juli 2022, meneruskan kajian kita, mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita akan membahas Surat Az-Zukhruf ayat 46-50. Kita mulai dengan membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan Surat Az-Zukhruf ayat 46-50, yang artinya, “Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka dia (Musa) berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seluruh alam. Maka ketika dia (Musa) datang kepada mereka membawa mukjizat-mukjizat Kami, seketika itu mereka menertawakannya. Dan tidaklah Kami perlihatkan suatu mukjizat kepada mereka kecuali (mukjizat itu) lebih besar dari mukjizat-mukjizat (yang sebelumnya). Dan Kami timpakan kepada mereka azab agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Dan mereka berkata, “Wahai pesihir! Berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu; sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) akan menjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka ketika Kami hilangkan azab itu dari mereka, seketika itu (juga) mereka ingkar janji.”

Kisah Nabi Musa AS termasuk yang paling banyak disebutkan di dalam Al-Quran. Hampir di setiap surat dengan ayata-ayat yang panjang, kisah perjuangan Nabi Musa AS senantiasa disebutkan. Nabi Musa AS termasuk nabi Ulul Azmi (orang-orang yang punya keteguhan luar biasa), bersama Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW. Kita sebagai muslim semua diperintah Allah SWT untuk memiliki sifat keteguhan seperti para nabi itu. Perhatikan Surat Al-Ahqaf ayat 35 “Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul ulul azmi (yang memiliki keteguhan hati) dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah).” Intinga adalah kita diperintah untuk bersabar dalam berdakwah, sebagaimana sabarnya para nabi Ulil Azmi. Kita tidak diminta mempercepat adzab kepada mereka yang dzalim. Bayangkan, Nabi Musa AS berhadapan dengan Fira’un, suatu rezim dinasti yang sangat kuat, didukung oleh masyarakat dan birokrat, kaum intelektual, seperti Haman. Rezim Firaun didukung oleh para orang kaya, seperti Qarun, serta para tukang ramal dan tukang sihir. Mereka mendukung rezin Firaun untuk membunuh anak laki-laki yang baru lahir dari kalangan Bani Israil, jika kekuasaan dan tradisi Firun ingin langgeng dan bertahan. Kita sudah paham, berhubung dasarnya adalah wahyu dan ajaran islam, maka Nabi Musa AS dapat mengatasi rezim yang sangat dzalim dan kuat seperti Firaun. Kepemimpinan Nabi Musa AS dibangun berdasarkan bimbingan Allah SWT, sehingga hasilnya mampu menyelamatkan dan mencerahkan Bani Isaril dan membangun peradaban berikutnya yang lebih baik.

Berbeda dengan kepemimpinan Firaun dan bala tentaranya yang hanya didukung oleh para pendukung, oleh para loyalis, yang mementingkan keluarga dan kelompoknya sendiri, dan tidak tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Di dalam Al-Quran juga disebutkan bahwa Allah SWT menghancurkan kedzaliman dan memberikan kemenangan kepada para nabi yang membangun kepemimpinan dan kekuasaannya berdasarkan Wahyu Allah SWT dan ajaran-ajaran Islam. Pada hakikatnya, sejarah itu adalah pengulangan dari peristiwa atau kisah manusia dan kekuasaannya pada zaman dahulu. Jika sekarang terjadi sifat-sifat manusia seperti zaman dahulu, maka hal itu bukan suatu yang aneh. Firman Allah SWT “Kami akan putarkan kehidupan itu di antara manusia, agar Allah SWT mengetahui kadar keimanannya”. Pada prinsipnya, sekuat apa pun kedzaliman, pasti ia akan hancur, karena itu kekuatan kedzaliman itu bersumber dari syetan, dari sihir, atau jampe-jampe”. Tujuan sihir itu semuanya negatif, mendzalimi orang lain. Berbeda dengan wahyu Allah atau ajaran islam, yang senantiasa berupaya membereskan perosalan kehidupan. Ajaran islam adalah ajaran yang penuh dengan islah, perbaikan-perbaikan. Islahul aqidah, Islahul muamalah, Islahut tarbiyah, dll. Ajaran Islam itu arahnya ke sana, membawa perbaikan, sesuai atau sejalan dengan fitrah manusia. Tidak ada yang bertentangan dengan ajaran-jaran kemanusiaan.

Perhatikan Surat Al-Baqarah ayat 165-167, tentang perlunya kita mengikuti wahyu Allah. “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zhalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus. Dan orang-orang yang mengikuti berkata, “Sekiranya kami mendapat kesempatan (kembali ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka, sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal per-buatan mereka yang menjadi penyesalan mereka. Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka”. Intinya adalah bahwa orang-orang beriman lebih mencintai Allah SWT. Kekuatan itu hanya milik Allah. Allah Maha dahsyat adzabnya. Kita juga paham bahwa para nabi memiliki mujizat yang bersifat indrawi dan yang bersifat hakiki. Mujizat indrawi akan hilang begitu nabi meninggal dunia. Misalnya, Nabi Musa AS tongkat jadi ular, dll. Nabi Ibrahim AS dengan api yang tidak mampu membakarnya. Nabi Muhammad SAW dengan awan yang senantiasa menaungi dan mengikutinya. Tapi, mujizat yang hahiki insya Allah akan abadi selamanya. Mujizat Rasulullah SAW berupa Al-Quran akan abadi sampai akhir kiyamat, karena Allah SWT sendiri yang mejaganyan. “Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan sesunggunya Kami yang akan menjaganya”.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana strategi pencapaian kesejahteraan dan keadilan ummat, setelah ditinggal Rasulullah SAW setelah 15 abad lebih. Pengertian sejahtera itu ketika fisik dan fikiran kita tunduk kepada perintah Allah. Orang yang memiliki etos kerja yang baik akan memiliki kebahagiaan luar biasa ketika mencapai hasilnya, karena kebahagiaan ini didukung oleh kekuatan spiritual. Sebenarnya, ada 4 macam kesejahteraan di dalam ajaran islam, yaitu:

  1.  Sejahtera materi dan spiritual, lahir dan batin, atau kaya dan tetap bertakwa kepada Allah SWT, sebagaimana dalam Surat An-Nahl 97 “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik; dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
  2. Sejahtera materi cukup dan secara spiritual sabar dalam menghadapi kekurangan yang ada.
  3. Sejahtera secara materi, tapi secara spiritual menjadi merusak atau menentang, sehingga secara piritual dia miskin.
  4. Miskin secara materi, dan miskin juga secara spiritual, misalnya tidak shalat, tidak puasa dll.
banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *