Disway: Sheren Pawitandirogo

Sheren Pawitandirogo
Sejumlah alumni Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu menggelar aksi serta membentangkan poster, banner, dan pamflet-pamflet kecil bertuliskan seruan menolak kekerasan seksual menjelang sidang tuntutan JE di depan PN Malang, Jawa Timur
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.id – Ini tidak objektif. Tidak cover both side. Jangan ditelan begitu saja. Saya sudah berusaha mencari Sheren Desandra. Atau nama di KTP-nyi: Sheren Della Sandra. Tidak berhasil.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Harian Disway juga sudah mengontak lewat IG Sheren. Juga tidak direspons. IG itu, Anda sudah tahu, bukan IG yang dikunci. Siapa saja boleh akses.

Julianto sendiri, yang diadukan Sheren ke polisi, sudah dituntut oleh jaksa 15 tahun penjara. Pekan lalu. Di pengadilan negeri Malang. Proses berikutnya adalah pembelaan dari terdakwa.

Setelah pembelaan itu sidang acara sidang berikutnya replik. Jawaban jaksa atas materi pembelaan. Lalu duplik, jawaban terdakwa atas jawaban jaksa. Acara terakhir: vonis. Putusan hakim.

Kenapa Julianto tidak dituntut hukuman mati?

Atau penjara seumur hidup?

Bukankah –kalau Julianto dikategorikan predator seks– bisa diancam hukuman mati?

Atau seumur hidup. Atau 20 tahun? Apalagi kalau status predator itu dilakukan terhadap anak-anak di lembaga pendidikan milik Julianto sendiri?

Kenapa tuntutannya hanya 15 tahun? Biarlah proses peradilan berjalan.

Saya lebih tertarik pada sosok ini: Risna Amalia. Dia ibu asrama saat Sheren masih sekolah SMA di Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu, dekat Malang. Sejak Sheren naik ke kelas dua.

Risna tinggal di asrama itu. Bersama suami dan anaknyi. Kamar yang ditempati Risna di depan persis kamar Sheren. Di lantai 1 asrama itu.

Luas kamar itu 4 x 4 meter. Diisi oleh empat siswi. Ada dua tempat tidur tingkat di kamar itu. Sheren di bawah. Kamar mandi di luar kamar.

Tahun-tahun itu baru ada satu asrama: tiga lantai. Lantai 1 dan 3 untuk putri. Lantai 2 untuk putra.

Untuk menuju kamar-kamar tersebut ada lorong berpintu. Yang naik ke lantai 2 atau lantai 3 tidak bisa masuk lorong tersebut: dikunci. Terutama setelah jam 22.00.

Risna menjadi ibu asrama sejak sekolah itu belum dibuka. Risna sarjana matematika lulusan Fakultas Saintek Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dia arek Malang. Sekolah Dasar, Tsanawiyah, dan Aliyah-nyi pun di Malang.

Di SPI Batu, Risna juga mengajar: mata pelajaran matematika. Sebagai guru dan ibu asrama Risna mengenal sangat baik Sheren. Pun sampai orang tuanyi. Ibunda Sheren sering menelepon Risna. Zaman Sheren masih siswa SMA di SPI. Sang ibu sering menanyakan soal anaknyi.

Suatu saat, sang Ibu menelepon Risna. Yakni beberapa bulan setelah Sheren lulus SMA. Sang Ibu marah-marah. Setengah komplain: gara-gara sekolah di SPI, Sheren pindah agama, masuk Katolik.

Sang Ibu mengatakan, kata Risna, akan ke Batu. Akan menarik Sheren pulang ke Madiun.

Risna menjelaskan bahwa Sheren sudah bukan siswa lagi. Sudah lulus. Agar sang Ibu berhubungan langsung dengan anaknyi sendiri.

Itulah telepon terakhir sang Ibu kepada Risna. Isi telepon itu dia ceritakan ke Sheren. “Sheren memutuskan untuk pulang ke Madiun menemui ibunyi,” ujar Risna menirukan reaksi Sheren.

Risna tidak tahu apa yang menyebabkan Sheren pindah agama. Setahu Risna, sampai tamat SMA, Sheren masih Islam. Masih ikut sembahyang berjamaah yang diwajibkan di asrama itu. Ada musala di lantai dua asrama.

Siswa yang Kristen dan Katolik juga wajib ke gereja di hari Minggu. Yang Buddha dan Hindu juga ibadah di luar.

Komposisi siswa di SMA Selamat Pagi Indonesia memang sudah ditetapkan: 40 persen Islam, 20 persen Kristen, 20 persen Katolik, 10 persen Buddha, dan 10 persen Hindu.

Komposisi itu juga harus mencerminkan wilayah Indonesia. Setiap angkatan setidaknya harus ada yang dari empat pulau besar: Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Kian banyak wilayah kian baik.

Apakah Risna melihat selama SMA Sheren berpacaran? “Ada. Pacarnya kakak kelasnya. Teman-temannya juga tahu,” ujar Risna.

Sheren angkatan kedua di SMA SPI. Sekolah SPI memang baru dibuka setahun sebelumnya. Dia anak yatim. Bapaknyi meninggal. Ibunyi jualan kecil-kecilan. Ketika masuk SMA, ibunyi sudah kawin lagi. Sheren punya bapak tiri.

Saat mendirikan sekolah itu Julianto ”bintang” dalam bisnis multi level marketing. Ia leader di MLM HDI. Yakni produk kesehatan dan vitalitas seperti pollen dan royal jelly.

Dalam pertemuan-pertemuan besar ”agen” MLM, Julianto jadi idola. Paling sukses. Lalu memberikan pidato kisah-kisah suksesnya. Julianto jadi motivator terkenal di lingkungan bisnis itu.

Temannya pun banyak. Para leader di bisnis HDI mengidolakannya.

Itulah bisnis jualan produk lewat Sosial Network Marketing –istilah baru untuk MLM. Julianto jago di situ.

Lewat jaringan para leader HDI itu Julianto mengemukakan pikiran baru: membuat sekolah gratis untuk anak yatim, piatu, miskin. Gagasannya diterima jaringannya. Ia kumpulkan dana dari teman-temannya itu. Berdirilah sekolah di Batu tersebut.

Untuk mencari siswa di tahun pertama, Julianto juga menggunakan jaringan leader HDI. Para leader diminta mencari anak yatim dan miskin di daerah masing-masing. Itulah siswa angkatan pertama.

Kian lama sekolah ini terkenal. Lahannya 3,5 hektare. Dibentuk yayasan. Julianto jadi ketua pembina. Yenny, istri Julianto, jadi wakil. Sandy, ipar Julianto jadi ketua.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *