HUT ke 77 RI, Negara Teater yang Merayakan Kehilangan …

HUT ke 77 RI
HUT ke 77 RI di istana
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah

Hajinews.id – PERAYAAN 17 Agustus di DPR dan istana, kemarin, semakin memperlihatkan penguasa saat ini mengelola Indonesia seperti Negara Teater.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Antropolog Clifford Geertz yang mengintrodusir istilah ini mendefinisikan Negara Teater bukan pemerintahan yang mendedikasikan diri untuk kepentingan mayoritas rakyat.

Bahkan bukan pula suatu birokrasi yang bertujuan melayani rakyat. Melainkan sebuah pertunjukan teater yang diorganisir.

Negara Teater menekankan dramatisasi obsesi-obsesi kelas yang berkuasa, seperti para politisi, dan raja.

Salah satu cirinya ialah mengutamakan ritual, seremonial, dan simbol.

Pemakaian baju adat daerah yang kerap dieksploitasi dalam setiap perayaan 17 Agustus belakangan ini merupakan simbol yang dimaksud, yang menjadi salah satu ciri Negara Teater.

Dimana kesan yang muncul bukan saja kontradiktif, tetapi juga memperlihatkan watak hipokrit kekuasaan.

Karena faktanya banyak persoalan daerah diabaikan. Mulai dari masalah yang terjadi di Papua, Wadas di Jawa Tengah, konflik masyarakat Labuan Bajo dan Pulau Komodo dengan penguasa dalam persoalan destinasi wisata dan harga tiket, banyaknya wilayah adat yang digusur oleh perusahaan tambang dan perkebunan, yang mengakibatkan konflik serta tak tak jarang menimbulkan korban di pihak rakyat.

Sementara itu serbuan TKA China ke sejumlah daerah yang sering tak terdeteksi bukan hanya menimbulkan problem serius mengenai perebutan lapangan kerja dengan penduduk lokal, namun juga berdampak pada persoalan pertahanan dan keamanan nasional.

Di sisi lain nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan salah satu elemen adat kian tergerus oleh budaya global, sehingga tak sedikit generasi Milenial kini tak mengenal adat-istiadat daerah masing-masing.

Bangsa beradab adalah bangsa yang menjunjung adat. Mempermainkan adat sebagai alat pencitraan hanya akan menjadikan kita bangsa yang “tidak tahu adat”. Dalam arti hipokrit !

Apakah sebenarnya makna yang dapat dipetik di balik gemerlap perayaan HUT ke 77 RI kemarin, di balik motif dan tata warna busana daerah yang dikenakan secara basa-basi oleh para elit kekuasaan, di tengah lambaian bendera yang terkesan dikibarkan asal rame, dan goyang dangdut koplo yang dinyanyikan oleh seorang biduan cilik di halaman istana ?

Mereka sebenarnya sedang merayakan berbagai kehilangan yang kini dialami oleh mayoritas rakyat Indonesia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *