Kumpulan Tokoh Ulama Dan Habaib Berperan Dalam Kemerdekaan Indonesia

Tokoh Ulama Dan Habaib Dalam Kemerdekaan Indonesia
Al Habib Ali Al Habsyi 
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Dalam pidatonya, Ir. Soekarno atau Bung Karno pernah melontarkan kata “Jasmerah”, yang memiliki arti untuk mengingatkan masyarakat agar jangan sekali-kali melupakan sejarah Indonesia, karena didalamnya terdapat banyak jerih payah perjuangan para pahlawan.

Dari banyaknya pahlawan yang membantu membela dalam memerdekakan Indonesia, ternyata ada sosok tokoh ulama yang ikut berjuang di dalamnya. Sayangnya, peran besar tokoh ulama ini tidak banyak yang tahu, sehingga nama mereka begitu asing ditelinga kaum muda zaman sekarang.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lalu, siapa sajakah tokoh ulama yang sempat berperan dalam perjalanan kemerdekaan? Berikut ini berhasil merangkum dari beberapa sumber, diantaranya:

1. Al Habib Ali Al Habsyi 

Al Habib Ali Al Habsyi lahir di Jakarta 20 April 1870. Beliau merupakan salah satu yang berperan dalam kemerdekaan dalam penentu hari dan waktu proklamasi.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno sebelum memproklamasikan kemerdekaan terlebih dahulu menemui habib ali. Pada saat itu Soekarno meminta pendapat hari dan waktu yang tepat untuk membacakan proklamasi.

Selain itu, dirinya sempat ikut mendorong beridirinya partai politik yang berazaskan islam pertama kali di Indonesia yang dikenal dengan partai syarikat islam. Beliau juga merupakan pelopor berdirinya Majelis Ta’lim di Indonesia. Namun pada tahun 1968 tepatnya di Jakarta tanggal 10 Oktober, beliau wafat.

2. Al Habib Idrus Al Jufri 

Tokoh Ulama satu ini memiliki peran penting dalam kemerdekaan sebagai pengagas bendera pusaka Merah Putih. Al Habis Idrus Al Jufri lahir di Tarim, Yaman, 15 Maret 1892 M. Beliau merupakan keturunan Al Imam Al Khawasah Bin Abubakar Al Jufri.

Beliau merupakan tokoh pejuang di provinsi Sulawesi Tengah, dalam bidang pendidikan agam Islam. Pada usia 41 tahun dirinya mendirikan sebuah lembaga pedidikan Al Khairat.

Pada tanggal 22 Desember 1969 M dirinya wafat di Palu, Sulawesi Tengah.

3. AlHabib Syarif Sultan Abdul Hamid II

Sultan Abdul Hamid II merupakan tokoh bangsa yang sangat berjasa dalam kemerdekaan salah satunya dalam perancangan Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila. Lelaki kelahiran Pontianak, 12 Juli 1913 M ini merupakan salah satu peserta Konferensi Meja BUnda saat Belanda akhirnya mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia.

Selain itu, dirinya sempat ditugaskan oleh Bung Karno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara kita.

Perancang Garuda Pancasila Ternyata Cucu Nabi Muhammad SAW
Warga masyarakat banyak yang tidak mengetahui, bahwa Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila adalah seorang Habib atau cucu dari Nabi Muhammad SAW, yaitu Habib Hamid Algadri.

Sultan Hamid II, lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie (Algadri), adalah seorang Habib, Dzurriyah Rasulullah SAW yang sangat berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia asal Pontianak dan sangat dicintai dan dibanggakan oleh masyarakat Kalimantan Barat.

Sultan yang lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak ke-6 adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila yang kita gunakan sampai hari ini.

Hal ini membuktikan umat Islam tak mungkin anti Pancasila, bahkan perancang lambang pancasila justru keturunan Arab, merupakan Ahlul bait atau cucu Rasulullah SAW.

Saat Sultan Hamid II menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama jabatan menteri negara itu pula dia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II, Soekarno, dan Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.[8]

Garuda Pancasila yang diresmikan 11 Februari 1950, tanpa jambul dan posisi cakar masih di belakang pita.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk rajawali yang menjadi Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Mohammad Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya Sekitar Pancasila terbitan Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “’tidak berjambul”’ seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.[9]

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini[10]

Masa akhir

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *