Tafsir Al-Quran Surat Az-Zukhruf Ayat 81-89: Fitrah Manusia Bertauhid kepada Allah SWT

Fitrah Manusia Bertauhid kepada Allah SWT
Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh
Ahad, 21 Agustus 2022

Oleh: Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita dapat meneruskan kajian kita, Tafsir Al-Quran pada Ahad pagi ini, tanggal 21 Muharram 1444 H bertepatan dengan tanggal 21 Agustus 2022, mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita akan membahas Surat Az-Zukhruf ayat 81-89. Kita mulai dengan membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan Surat Az-Zukhruf ayat 81-89, yang artinya. “Katakanlah (Muhammad), “Jika benar Tuhan Yang Maha Pengasih mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). Mahasuci Tuhan pemilik langit dan bumi, Tuhan pemilik ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.” Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan kepada mereka. Dan Dialah Tuhan (yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi dan Dialah Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui. Dan Mahasuci (Allah) yang memiliki kerajaan langit dan bumi, dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah ilmu tentang hari Kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang menyeru kepada selain Allah tidak mendapat syafaat (pertolongan di akhirat); kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini. Dan jika engkau bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab, “Allah,” jadi bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah),” dan (Allah mengetahui) ucapannya (Muhammad), “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak beriman. Maka berpalinglah dari mereka dan katakanlah, “Salam (selamat tinggal).” Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk)”.

Pada Ahad pekan lalu, kita sudah bahas dua kelompok: Pertama, kelompok beramal shalih, memiliki keyakinan bahwa Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya, kepada orang yang beriman dan beramal shaleh dan berdakwah. Orang beriman tidak pernah frustrasi dan tidak pernah putus asa, dalam situasi apa pun yang berat. Di akhirat ini mereka mendapat surga. Kelompok kedua adalah kelompok mujrimim, yang cenderung dzalim, perkerjaannya tidak pakai aturan, membunuh sesamanya dengan keji. Kelompok ini sebenarnya sangat resah hidupnya, tidak pernah tenang. Pada hakikatnya, kelompok pertama yang sering beramal shalih ini memperkuat fitrah naluriyah manusia, yang memang akan bertauhid kepada Allah SWT. Orang ini senantiasa tazkiyatun nufus, membersihkan hatinya, dengan menjaga iman, ibadah dan amal shalihnya. Kita dianjurkan agar fitrah keimanan terus dijaga dan dipelihara sebaik-baiknya, naluri keimanan dikuatkan. Tauhid dan ibadah kepada Allah SWT dijaga, jangan sampai diganggu syetan, dengan mengutamakan hawa nafsu yang merusakan pikiran dan akal sehat sebagai manusia.

Perhatikan Surat Ar-Rum ayat 30-31, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. Hadapkan dirimu, hatimu, jiwa pada agama islam yang lurus yang hanif, fitratallah atau fitrah Allah. Fitrah manusia sejalan dengan fitrah Allah SWT. Pada hakikatnya, setiap manusia tidak ada yang tidak bertuhan, tidak ada yang atheis. Pembuktian kebenaran, bahwa fitrah manusia adalah bertauhid. Tidak akan mereka ateis. Kafir itu menentang aturan Allah SWT. Mereka dikuasai hawa-nafsu pikirannya. Perhatikan ayat-ayat terakhir Surat Az-Zukhruf tadi. Syetan dikatakan kafir, karena memiliki dua sifat:

  1. Menolak perintah Allah, menolak diperintah sujud kepada Nabi Adam AS.
  2. Takabbur, merasa besar, merasa benar sendiri.

Bahkan, orang-orang takabbur tidak mengakui perintah Allah. Sedangkan orang beriman tidak akan pernah sombong dan takabbur, sebagaimana penduduk surga. Tidak ada penduduk surga yang sombong atau takabbur. Perhatukan Surat An-Nur ayat 51. “Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Sesungguhnya ucapan orang-orang beriman, sami’na wa atha’na. Mereka yang akan mendapatkan kebahagiaan kelak di surga. Sekali lagi, tidak akan pernah masuk surga orang yang memiliki takabbur, walau sekecil apa pun”. Orang yang takabbur itu hidupnya tidak teratur, tergantung pada hawa nafsunya, tidak pernah tenang. Orang beriman akan semakin tenang kehidupannya, sampai akhirnya nanti menjadi penghuni surga.

Menjawab pertanyaan tentang manusia memiliki potensi untuk kafir kepada Allah SWT. Bagaimana untuk mengatasi hal tesebut? Manusia itu makhluk yang labil, tidak sabaran, sering terburu-buru; kecuali orang yang suka shalat dengan baik. Jadi, untuk tidak meyimpang, kita perlu istiqamah dalam shalat, berusaha di awal waktu. Orang-orang yang merasa bahwa pada harta bendanya ada hak orang lain. Orang-orang yang yakin pada Hari Kiamat nanti. Perhatikan Surat Al-Maarij 19, “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat, mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta, dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya, sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya), dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Singkatnya, ada proses tarbiyah, pembiasaan yang baik, konsisten dan istiqamah. Konsisten-istiqamah ini banyak manfaatnya, walau sekaligus luar biasa beratnya.

Menjawab pertanyaan apa maksudnya dalam ayat bahwa kelak isteri dan anak akan menjadi musuh? Perhatikan Surat ‘Abasa ayat 33-42. Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan), Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka. Seorang manusia akan sibuk menyelamatkan diri masing-masing. Seorang bapak yang lalai atau tidak mendidik anaknya, ketika diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, ia akan cenderung menghindar dari tanggung jawabnya. Seorang suami yang tidak mendidik isteri dengan baik juga akan lari dari tanggung jawabnya. Di sinilah maksudnya bahwa anak-isteri akan menjadi musuh kelak di akhirat. Tapi, tentu saja sangat banyak anak dan isteri yang kelak akan menjadi sahabat masuk surga, jika memang bertekad dan berusaha untuk masuk surga bersama-sama.

Perhatikan Surat Ar-Ra’ad ayat 22-24. “Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang men-dapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang shalih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu”. Jadi, kita sendiri harus bertekad untuk masuk surga bersama-sama anak-isteri dan cucu semua. Kita dan anak-isteri duduk di singgasana dan menyatu lagi kelak di surga. Perhatikan Surat Yasin ayat 56-58. “Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan. Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan. (Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang”

Menjawab pertanyaan tentang jika fitrah manusia ini bertauhid kepada Allah SWT, mengapa masih ada orang takabbur? Umumnya, mereka kalah dengan hawa nafsunya dan akal fikirannya terlalu banyak menuruti godaan syetan untuk menyimpang dan takabbur. Oleh karena itu, selain berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan, kita perlu membentengi diri dengan banyak berdo’a dan mohon ampun kepada Allah SWT. Bahkan, setiap kita melaksanakan shalat dan ibadah lain, biasakan untuk berdo’a, banyak meminta pertolongan, mohon ampun dan minta perlindungan kepada Allah SWT. Kita dianjurkan membaca istighfar setelah shalat, minimal 100 hari. Kita perlu terus-menerus berupaya memperbaiki niat dalam beribadah, untuk menghambakan diri kepada Allah SWT, beribadah secara ikhlas dan tawaddu’ serta banyak bersyukur atas nikmat yang telah diperoleh selama ini dalam kehidupan.

Menjawab pertanyaan apakah benar pada kelompok kedua (mujrimin) itu, taubatnya tidak diterima? Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Taubat dilakukan dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan diterima. Taubatan nasuha, taubat tidak akan mengulangi perbuatan tersebut, insya Allah taubat seseorang masih diterima oleh Allah SWT. Perhatikan Surat An-Nisa ayat 17-18. “Sesungguhnya bertaubat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Taubat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. Dan taubat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan azab yang pedih”. Singkatnya, taubat dilakukan orang-orang yang melakukan kejahatan, karena misalnya baru tahu bahwa itu salah. Akan tetapi, taubat tidak diterima dalam keadaan sakratul maut.

Umumnya, orang-orang yang mendekati kematian telah diperlihatkan gambarannya mereka akan ditempatkan di mana kelak di akhirat. Dari sana mereka kemudian menyesal dan ingin bertaubat. Taubat ini tidak akan diterima. Hal ini juga sama dengan kejadian Firaun yang baru sadar dan berusaha untuk bertaubat, setelah menjelang ajal tenggelam di Laut Merah. Perhatikan Surat Yunus ayat 90-91. “Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir‘aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzhalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri).” Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan”

Mari kita berdoa untuk jamaah yang sakit dan dalam proses penyembuhan, agar segera diangkat penyakitnya dan disembuhkan oleh Allah SWT. Kita bacakan Surat Al-Fatihah bersama untuk beliau. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tersebut. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *