Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam

Gagasan Dr Muhammad Najib
Dr Muhammad Najib
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Budi Puryanto, Jurnalis

Samarkand: Tanah Para Saintis

Hajinews.id – Dr Muhammad Najib mengatakan Cordova dan Baghdad selalu disebut ketika para peneliti mengkaji kota-kota yang memberikan konstribusi besar dalam perkembangan peradaban Islam di masa lalu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Padahal banyak kota lain di wilayah Asia Tengah juga memberikan konstribusi dan mewarnai bentuk dan perkembangan peradaban Islam di abad pertengahan, seperti Samarkand dan Bukhara yang kini masuk wilayah Uzbekistan, serta sejumlah kota di sekitarnya.

Samarkand adalah kota terbesar ke dua di Uzbekistan, setelah Tashkent. Keberadaan kota ini setidaknya telah melalui perjalanan sejarah selama 2.750 tahun. Samarkand juga dianggap sebagai salah satu kota tertua di dunia karena didirikan pertama kali pada zaman peradaban kuno negeri Sogdiana (sekitar 600 SM).

Lokasinya yang berada di Jalur Sutra menjadikan Samarkand salah satu kota paling subur di Asia Tengah selama berabad-abad, baik sebelum maupun sesudah penaklukan oleh bangsa Arab Muslim.

Kota ini tumbuh sebagai pusat perdagangan internasional terpenting di Asia Tengah. Di kota ini pula, para pedagang dari berbagai negara bertemu dan saling bertukar pikiran sehingga membentuk asimilasi kebudayaan di antara mereka.

Alexander Agung dari Makedonia, yang menaklukkan Samarkand pada 329 SM, berkata: “Yang saya dengar tentang keindahan kota ini memang benar adanya. Bahkan, kota ini jauh lebih indah dalam kenyataan.”

Pada abad ke-8, Samarkand ditaklukkan oleh bangsa Arab dan Muslim. Selama berada di bawah pemerintahan Dinasti Umayyah, kota ini tumbuh makmur menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan rute antara Baghdad dan Cina.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, posisi Samarkand sebagai ibu kota Asia Tengah terus berkembang menjadi pusat peradaban Islam yang sangat penting.

Saat berada di bawah kekuasaan Dinasti Samaniyah Khurasan (862–999), Dinasti Turki Seljuk (1037–1194), dan kemudian Dinasti Shah Khawarazmi (1212–1220), Samarkand terus berkembang menjadi kota yang maju.

Namun, peradaban agung yang sudah dibangun selama berabadabad di kota ini langsung runtuh seketika tatkala pasukan Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan menginvasi Samarkand pada tahun 1220.

Peradaban di Samarkand mulai bangkit kembali ketika Kekaisaran Timuriyah menaklukkan kota ini pada abad ke14. Setelah berhasil menguasai Transoksiana pada 1370, Timur Lenk (pendiri Dinasti Timuriyah, seorang muslim keturunan campuran Turki-Mongol) mulai membangun kerajaannya dan menetapkan Samarkand sebagai pusat pemerintahannya.

Hanya dalam tempo 35 tahun, dia berhasil menaklukkan seluruh Asia Tengah yang mencakup wilayah Iran, Irak, bagian selatan Rusia, hingga wilayah utara India.

Timur Lenk memiliki minat yang tinggi terhadap dunia seni. Bahkan, semasa hidupnya, dia kerap membawa sejumlah perajin atau seniman dari berbagai daerah yang ditaklukkannya ke Samarkand. Karena itu, tidak mengherankan bila pada kemudian hari Dinasti Timuriyah juga tercatat sebagai salah satu kerajaan yang paling cemerlang dalam sejarah seni Islam.

“Kesenian dan arsitektur Timuriyah memberikan inspirasi kepada daerah-daerah yang membentang dari Anatolia sampai ke India,” ungkap peneliti dari Museum Kesenian Metropolitan, Suzan Yalman, dalam arti kel nya, “The Art of the Timurid Period” (ca. 1370–1507).

Pada tahun 1399 Timur Lenk membangun Masjid besar sebagai lambang cinta untuk istrinya, Bibi Khanum yang cantik. Masjid yang mampu menampung 10.000 ribu jamaah ini pernah menjadi bangunan tertinggi di dunia

Timur Lenk dan Ulama

Di jantung Kota Samarkand. Terdapat tiga madrasah yang megah, yaitu Madrasah Ulugh Beg (1417-1420), Tilya Kari (1646-1660), dan Sir Dor (1619- 1636).

Dulunya kawasan ini merupakan pusat belajar agama, ilmu pengetahuan, dan kegiatan pemerintahan.

Timur Lenk juga dikenal sangat ramah dan hormat kepada para ulama, tidak heran bila wilayah ini juga melahirkan banyak ulama. Salah satu ulama hadis terbesar dalam sejarah Islam, Imam al-Bukhari, dimakamkan dikota ini pada 870 M/256 H.

Ulama besar lainnya yang pernah belajar di kota ini diantaranya Imam Al Maturidy dan Kusam Ibnu Abbas.

Syech Jumadil Qubra, seorang ulama penyebar Islam di Jawa pada masa Kerajaan Majapahit, juga lama bermukim di Samarkand, bahkan sampai menikah dengan wanita setempat.

Makam Syech Jumadil Kubro Terletak di Makam Troloyo, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Beliau adalah tokoh pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.

Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anak, yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Maulana lshaq, yang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana lshaq mengislamkan Samudera Pasai.

Beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya, sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah buyutnya.

Hal tersebut menyebabkan Syech Jumail Kubro sering disebut sebagai “Bapak para Walisongo”.

Tanah Para Saintis

Selain mewariskan bangunan-bangunan yang indah dan unik, Samarkand pun dikenal sebagai kota pusat studi ilmuwan dunia

Dimasa kejayaannya Pemimpin Samarkand, Timur Lenk, membangun banyak sekolah yang mengembangkan berbagai macam disiplin ilmu, seperti ilmu Tafsir, Hadits, Fiqih, Filsafat, Sastra, Matematika, Astronomi, Geografi, dan sebagainya. Sehingga banyak pelajar dan ilmuwan yang datang dari berbagai penjuru dunia ke Samarkand.

Para Ilmuwan muslim yang berhubungan dengan Samarkand misalnya Abu Ali al Husayn bin Abdullah bin Sina (Ibnu Sina), seorang ahli kedokteran yang lahir di kawasan ini. Ia berpindah ke Hamadan dan Isfahan (kini masuk wilayah Iran) karena persoalan politik terkait dengan perebutan tahta para penguasa setempat.

Ilmuwan kelahiran Farab (kini masuk wilayah Kazakhstan tetangga Uzbekistan) yang sempat menimba ilmu di Samarkand adalah Al Farabi. Ia menekuni ilmu-ilmu Islam, aritmatika, sastra, dan musik. Ia kemudian melanjutkan studinya ke Bagdad, lalu mengembara ke Damaskus.

Al Khawarizm adalah ilmuwan terkenal di masa itu, ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi kelahiran Khawarizm (sekarang bernama Khiva di Uzbekistan), kemudian mendedikasikan keilmuwannya dengan mengajar di Bagdad sampai akhir hayatnya.

Ilmuwan besar lainnya yang bisa disebut disini Al Biruni, Umar Khayam, Al Farghani, dan Ulugh Beg.

Sebagai pusat budaya dan kemakmuran, Samarkand mendorong dan menarik cendekiawan terkemuka termasuk Al-Kashi abad ke-15 yang mengabdikan dirinya pada astronomi dan matematika.

Dia diundang oleh Ulugbeg untuk bergabung dengannya di sekolah pembelajarannya di Samarkand bersama dengan sekitar 60 ilmuwan lain seperti Qadi Zada yang juga seorang astronom dan matematikawan ulung.

Karena majunya di bidang sains ini, orang Eropa menyebut kota ini “Tanah Para Saintis”, merujuk pada ilmuwan-ilmuwan hebat yang belajar dan besar di kota ini.

Observatorium Ulugh Beg

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *