Tafsir Al-Quran Surat Ad-Dukhan Ayat 9-16: Mempermainkan Agama Mengundang Adzab dan Malapetaka

Mempermainkan Agama Mengundang Adzab
Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh
Ahad, 4 September 2022

Oleh: Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kaum muslimin, para jamaah shalat subuh Masjid Al-Hijri 1, Air Mancur-Bogor, kita dapat meneruskan kajian kita, Tafsir Al-Quran pada Ahad pagi ini, tanggal 6 Shafar 1444 H bertepatan dengan tanggal 4 September 2022, untuk mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita meneruskan Surat Ad-Dukhan ayat 9-16, yang artinya, “Tetapi mereka dalam keraguan, mereka bermain-main. Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah azab itu dari kami. Sungguh, kami akan beriman.” Bagaimana mereka dapat menerima peringatan, padahal (sebelumnya pun) seorang Rasul telah datang memberi penjelasan kepada mereka, kemudian mereka berpaling darinya dan berkata, “Dia itu orang yang menerima ajaran (dari orang lain) dan orang gila.” Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu kamu akan kembali (ingkar). (Ingatlah) pada hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan keras. Kami pasti memberi balasan”

Ayat-ayat pada Surat Ad-Dukhan bagian awal ini menunjukkah perbedaan yang pokok antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman. Perhatikan Surat An-Nahl ayat 97, yang sering kita jadikan referensi, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Intinya adalah bahwa barangsiapa yang beramal shaleh, baik laki-laik, maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka akan Kami berikan kehidupan di dunia, dengan kehidupan yang baik. Kehidupan yang berdasarkan aqidah dan keyakinan, bukan sekadar materi. Seberapa pun masalah akan dapat diselesaikan dengan pertolongan Allah. Kelak akan diberikan balasan yang lebih abadi yang lebih baik, dari yang dilakukan di dunia. Dunia adalah darul amal dan akhirat adalah darul jaza’. Orang beriman hidupnya berdasarkan aturan. Kita mengikuti aturan Allah, yang mengatur kehidupan kita dalam berbagai bidang. Jika aturan itu dilaksanakan, maka hasilnya adalah al-falah, suatu kemenangan.

Perhatikan Surat Nur ayat 51, “Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Kita tidak boleh hidup tanpa aturan. Hubungan kita dengan teman kita pun di dunia bersifat sementara. Jika orang tidak beriman, hidupnya sering tanpa aturan. Dalam sebuah hadist, Malaikat Jibril AS pernah berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad. Isy Ma syi’ta. Silakan Anda hidup sehendak Anda. Sesungguhnya Anda akan mati dan mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu. Cintailah siapa saja sekehendak Anda. Sesungguhnya Anda akan berpisah, pada waktuyatnya nanti”.

Orang beriman berbeda gaya hidupnya dengan orang tidak beriman. Orang yang paling mulia di antara orang beriman adalah yang melakukan qiyamul lail, shalat malam dan itighfar kepada Allah. Hidupnya tidak bergantung pada manusia, pada siapa pun. Orang beriman memiliki kekuatan batin. Orang beriman tidak bergantung pada pemberian uang Rp 50.000 atau lebih, sekadar hanya untuk beribadah atau berbuat hal-hal lain. Ada hadist Rasulullah SAW, “Bukanlah orang baik, siapa yang meninggalkan dunia untuk akhiratya. Dan tidak pula orang yang menginginkan akhirat, lalu meninggalkan dunia. Seungguhnya dunia adalah sarana untuk menuju kehidupan akhirat”. Kita tidak boleh menjadi beban bagi kehidupan orang lain. Orang mu’min hidupnya sangat mandiri, karena yakin atas pertolongan Allah SWT.

Pada Surat Ad-Dukhan di atas, telah diuraikan dengan jelas bahwa orang tidak beriman mempermainkan wahyu, mempermainkan Nabi Muhammad SAW. Beliau dibilang cerdas, tapi gila (majnun). Kemudian, mereka diberi adzab yang dahsyat. Lalu, mereka mohon agar adzabnya dihilangkan barang sebentar. Esensinya, orang tidak beriman ini menjadikan agamanya hanya “main-main”, mengolok-olok ajaran islam dan para Rasul Allah. Namun demikian, pengalaman penunjukkan bahwa jika Allah telah melenyapkan azab itu sedikit saja, kaum orang beriman itu akan ingkar. Allah SWT juga berjanji akan memberikan adzab kepada mereka kelak di akhirat, dengan siksa yang pedih. Naudzu billahi min dzalik.

Hari ini tidak ada tanya jawab, karena ada keperluan khusus. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tersebut. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *