Chatib Basri Ungkap Ekonomi Indonesia Tidak akan Jatuh dari Resesi, Ini Sebabnya

Chatib Basri Ungkap Ekonomi Indonesia Tidak akan Jatuh dari Resesi, Ini Sebabnya (foto istimewa)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Ekonom Chatib Basri meyakini ekonomi Indonesia tidak akan jatuh ke jurang resesi. Meski demikian, ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan. Hal itu terjadi di saat ekonomi banyak negara diproyeksi masuk jurang resesi imbas dari melemahnya ekonomi global.

“Kalau ditanya apakah Indonesia akan resesi atau tidak, jawaban saya tidak,” ungkap Chatib dalam Investor Daily Summit 2022, di JCC, Senayan, Selasa (11/10/2022).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ia mengatakan, guncangan ketidakpastian global akan lebih berdampak negatif terhadap negara yang memiliki pangsa ekspor terhadap PDBnya besar, contohnya negara Singapura pangsa ekspornya mencapai lebih dari 200% terhadap PDB sehingga berpotensi terkena dampak signifikan dari guncangan global.

Sementara kontribusi ekspor Indonesia terhadap PDB dinilainya kecil jika dampak guncangannya tidak terlalu besar.

“Porsi ekspor kita terhadap PDB relatif kecil dibandingkan dengan negara seperti Singapura, atau Malaysia. Saya bisa membayangkan bahwa goncangan global akan berdampak negatif ke negara yang terkena dampak signifikan seperti Singapura karena pangsa perdagangan terhadap PDB lebih dari 200% tetapi dalam kasus Indonesia, ekspor ke PDB kita sekitar 25%,” ucapnya.

Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 itu bercerita di tahun 2008 Indonesia berhasil lolos dari jeratan krisis keuangan global disebabkan oleh dua faktor. Pertama, respon kebijakan yang baik serta keberuntungan.

“Dan saya pikir situasi serupa akan terulang lagi. Kemudian faktor kedua yakni pangsa ekspor terhadap PDB yang relatif kecil,” ucapnya.

Lebih lanjut, ketidakpastian muncul dari ketegangan geopolitik (Rusia-Ukraina), di sisi lain Eropa akan dihadapkan pada musim dingin yang akan datang, alhasil permintaan energi yang meningkat akan terjadi pada sistem pemanas di Jerman.

Oleh karena itu, resep kebijakan menggunakan ekspansi fiskal dan menggabungkan kebijakan pengetatan moneter, hal ini untuk memastikan keseimbangan internet dan eksternal namun sayangnya situasi tengah dalam kondisi tidak baik.

“Kami harapkan mengapa pemerintah menargetkan defisit anggaran dibawah 3% terhadap PDB tahun depan. Jadi implikasinya dengan perlambatan ekonomi global yang menurunkan beberapa harga komoditas yang tentunya akan mengurangi penerimaan pajak, tetapi pada saat yang sama, pemerintah berusaha untuk menetapkan defisit anggaran lebih rendah dari 3% terhadap PDB” tegasnya.

Dengan demikian kombinasi pengetatan kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal di tahun depan akan menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi tahun depan.

“Ekonomi Indonesia akan melambat di awal 2023, untuk itu, salah satu kebijakan yang bisa diambil adalah ekspansi fiskal. Situasi saat ini tidak sebaik yang diharapkan lantaran pemerintah pada 2021 lalu menetapkan defisit fiskal di bawah 3 persen. Akibatnya, pendapatan pemerintah akan berkurang dengan adanya perlambatan ekonomi global dan menurunnya harga komoditas” ucapnya.

Sebagai informasi, pemerintah menetapkan defisit anggaran dalam APBN 2023 sebesar 2,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau secara nominal sebesar Rp 598,2 triliun.

Komitmen pemerintah menurunkan defisit dibawah 3% terhadap di tahun 2023, merupakan amanat dalam Undang-Undang 2 2022. Rinciannya tahun 2020 defisit hanya 6,14% terhadap PDB, selanjutnya 2021 4,57% terhadap PDB dan tahun ini berdasarkan Perpres 98/2022 outlook defisit diharapkan turun menjadi menjadi 4,50 persen.

Sumber: Investor.id

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *