Waduh! RI Bakal Alami Kiamat Properti? Bener atau Gak Ya?

Kiamat Properti
 Foto: Dok PT Adhi Commuter Properti Tbk. (ADCP)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Dengan berakhirnya insetif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) pada akhir September 2022 lalu, akankah berdampak pada pemulihan sektor properti tahun ini?

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022 yang berlaku hingga 30 September 2022. Hal tersebut tentunya, menjadi pemberat pemulihan sektor properti.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ditambah, prediksi pasar bahwa bank sentral utama yakni Federal Reserve/The Fed akan kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam angka inflasi AS yang masih tinggi.

Melasir alat ukur FedWatch, sebanyak 80% pelaku pasar melihat The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) pada pertemuan selanjutnya di November 2022 dan membawa tingkat suku bunga Fed menjadi 3,75%-4%.

Jika benar hal tersebut terjadi maka selisih dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menipis. Diketahui, tingkat suku bunga BI saat ini berada di 4,25%, sehingga selisihnya akan menjadi 50 bps. Sehingga, tentunya akan menambah tekanan terhadap BI untuk mengekor keagresifan The Fed untuk menghindari volatilitas nilai tukar rupiah dan capital outflow.

Potensi kenaikan suku bunga oleh The Fed dan BI, akan menjadi katalis negatif tambahan karena tingkat suku bunga kredit juga berpotensi naik.

Selain itu, potensi inflasi yang meninggi juga masih membayangi. Bahkan, BI memproyeksikan laju ekspektasi inflasi tahun ini bisa mencapai 6,5% (year on year/yoy). Melonjaknya inflasi salah satunya disebabkan karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Deputi Gubernur BI Aida S Budiman menjelaskan, ekspektasi inflasi dengan kenaikan harga BBM akan mendorong naiknya tarif angkutan, yang merupakan salah satu indikator di dalam keranjang inflasi dalam negeri.

“Ini menyebabkan ekspektasi inflasi meningkat akhir tahun 6,5%, jauh lebih tinggi dari target inflasi keputusan pemerintah dan BI sebesar 3% plus minus 1%,” jelas Aida dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Memperkuat Sinergi untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian, Rabu (28/9/2022).

Tingginya angka inflasi tersebut tentunya akan menggerus daya beli masyarakat karena harga produk dan jasa menjadi lebih mahal.

Lantas, bagaimana kinerja saham emiten properti dan real estate tahun ini?

Melansir Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks sektoral properti di sepanjang tahun ini masih terkoreksi 10,96% ke posisi 688,34. Penurunan tersebut membuat indeks tersebut menjadi indeks yang terkoreksi paling tajam kedua setelah indeks teknologi.

Sementara itu, saham empat emiten properti Tanah Air seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), juga melemah di sepanjang tahun ini. Sedangkan, PT Intiland Development Tbk (DILD) berhasil menguat 11,54% secara year-to-date (ytd).

Saham 1D 1W 1M 3M YTD
DILD 0.00% 1.16% -10.77% 19.18% 11.54%
PWON -1.33% -1.33% -8.23% -1.33% -3.45%
BSDE -0.55% 0.55% -5.21% 0.55% -9.90%
CTRA 1.59% 0.52% -4% 16.36% -1.03%
SMRA -1.69% -2.52% -10.08% 4,5% -30.54%

Di sepanjang tahun ini, saham DILD mengalami kenaikan paling pesat dibandingkan dengan keempat saham properti dengan kapitalisasi pasar besar lainnya. Namun, secara kinerja perseroannya, pada semester I-2022, DILD mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan, di mana rugi bersih emiten properti ini melesat menjadi Rp 162,92 miliar dari periode yang sama tahun lalu di Rp 23,13 miliar.

Di saat bersamaan, DILD membukukan pendapatan usaha turun 14,13% menjadi Rp 960,4 miliar dari semester I-2021 di Rp 1,11 triliun.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *