Siapa Duluan Pamit dari KIB?

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Hendri Satrio 

Hajinews.id — Saat KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) mengumumkan sendiri telah berdiri beberapa bulan lalu, saya beropini bahwa koalisi ini sebetulnya adalah KPG atau Koalisi Penyelamat Ganjar yang sangat mungkin terbentuk atas arahan Istana. Beberapa alasan menunjukkan indikasi tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pertama, Presiden Jokowi dicitrakan mendukung Ganjar Pranowo sebagai penerusnya. Padahal, struktur PDI Perjuangan lebih solid mendukung Puan Maharani, anak ideologis partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Maka untuk memuluskan rencana KPG, pembentukan sebuah koalisi yang isinya partai politik penurut tanpa tokoh sentral kuat menjadi penting. KPG tampak cocok untuk Golkar, PPP, dan PAN.

Alasan berikutnya adalah citra, konstituen, dan sejarah ketiga partai ini yang sulit untuk bersanding. PPP “bertempur” puluhan tahun melawan Golkar, sementara PAN lahir dalam semangat Reformasi yang ingin membubarkan Golkar. Apakah ada arahan pembentukan?

Ketiga, adanya koalisi dalam koalisi pemerintahan tidak mengganggu Presiden Jokowi. Semua ketum parpol dalam KIB yang merupakan menteri Pak Jokowi tampak bangga dengan terbentuknya koalisi ini, seperti ingin laporan ke atasan mereka, “Bos, koalisi sudah terbentuk sesuai arahan.”

Parpol lain dalam koalisi pemerintah tidak satu pun yang protes, malah seperti mendoakan, “Selamat, kami masih menunggu arahan,” Tidak lama kemudian, “arahan” datang, maka terbentuklah Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, yang diisi oleh Gerindra dan PKB.

Hasil jajak pendapat yang dirilis oleh Litbang Kompas beberapa waktu lalu memperlihatkan KIB menjadi koalisi yang paling tidak dipercaya publik akan lanjut hingga pendaftaran calon presiden di KPU. Hasil jejak pendapat tersebut seirama dengan hasil focus group discussion yang diselenggarakan lembaga survei KedaiKOPI pada September lalu.

Memang koalisi ini merupakan yang pertama mendeklarasikan kebersamaan. Namun sampai hari ini, mereka belum memiliki tokoh yang kuat sebagai bakal calon presiden. Nama Ganjar Pranowo yang diprediksi akan jadi tokoh sentral KIB hingga hari ini belum tampak memiliki nyali untuk meninggalkan PDI Perjuangan.

Publik masih melihat ketokohan sebagai pertimbangan utama dalam pembentukan koalisi. Kesepahaman antarelite partai belum cukup untuk meyakinkan publik apakah koalisi tersebut dapat lanjut ke tahap selanjutnya. KIB yang sudah berhasil membuat kesepahaman di level pimpinan tidak mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap inovasi politik tersebut. Koalisi tanpa mencalonkan seorang tokoh yang didukung oleh publik tidak dipercaya akan berlanjut.

Selain itu, narasi penyatuan program dan pencarian calon pemimpin terbaik kemungkinan besar juga tidak diyakini oleh publik. Benefit membuat koalisi tanpa mengusung nama tokoh yang meyakinkan bagi partai politik juga dipertanyakan. Di saat seorang kader sudah menjual seorang tokoh yang identik dengan partainya, anggota KIB masih belum memiliki jualan sosok yang jelas. Oleh karena itu, kepercayaan publik terhadap keberlangsungan koalisi ini sangat kecil.

Apalagi, PPP dan PAN merupakan partai menengah yang membutuhkan dukungan dari tokoh-tokoh yang menjadi kandidat legislatifnya. Para loyalis calon presiden tentu merupakan caleg-caleg potensial yang bisa digandeng untuk maju di pemilu legislatif. Jika kedua partai tersebut salah memilih calon presiden, caleg-caleg mereka di tingkat lokal juga dapat berpindah ke partai yang mendukung capres sesuai dengan preferensi pemilih di suatu wilayah.

KIB tidak hanya masih dilematik dalam pencalonan presiden, tetapi juga dalam proses pencalonan anggota legislatif. Efeknya, pengurus wilayah PPP dan PAN seakan berlomba mendeklarasikan dukungan calon presiden berbeda dengan yang diinginkan pengurus pusat. Memang ada nama Ganjar Pranowo yang dideklarasikan, tetapi juga ada nama Anies Baswedan. Sementara, pengurus wilayah Golkar mencoba mengambil hati partai lainnya untuk mendeklarasikan ketua umumnya, Airlangga Hartarto.

Nasib menyedihkan paling mungkin dialami oleh PPP. Partai dengan lambang Kabah ini terancam menjadi partai alumni Orde Baru pertama yang tidak lolos ke Senayan. Selama nempel dengan penguasa, elektabilitas partai ini konsisten turun, hingga ke titik sehelai rambut di atas ambang batas lolos ke Senayan. Pilihan capres yang tepat sangat menentukan jarak partai ini dengan konstituen tradisionalnya.

Hasil polling tersebut merupakan sebuah alarm bagi anggota KIB untuk kembali mempertimbangkan keinginan konstituen. Keputusan partai politik pada dasarnya memang sebuah konsensus elite, namun maunya konstituen merupakan aspirasi yang harus ditangkap. Banyak partai yang hilang atau perolehan suaranya turun setelah berseberangan dengan keinginan mayoritas konstituen.

Keinginan elite bukan cerminan keinginan akar rumput, melainkan keputusan elite seharusnya mempertimbangkan aspirasi akar rumput. Masih ada waktu bagi anggota KIB untuk kembali meninjau keputusannya. Memang coat-tail effect dari seorang kandidat tidak serta merta dinikmati oleh seluruh partai, namun aspirasi konstituen dapat menentukan pemilih di akar rumput bertahan atau berpindah.

Di sisi lain, pertemuan di Istana Batu Tulis antara Presiden Jokowi dan Ketum PDI Perjuangan Megawati juga diyakini menjadi cerita pembentukan koalisi ajek nantinya. Bila benar dalam pertemuan tersebut Megawati meminta Presiden Jokowi untuk mendukung Puan Maharani sebagai calon presiden PDI Perjuangan, maka jelas peta koalisi akan berubah.

Bahkan peta capres pun akan berubah. Akankah Prabowo, Puan, dan Anies yang akan bertarung atau justru Puan akan mendapatkan lawan lain tanpa Prabowo, Ganjar, dan Anies? Jika partai-partai bisa dikendalikan dengan berbagai skenario tersebut, siap-siap ditinggal oleh konstituen akibat pilihan yang dihidangkan tidak sesuai selera.

Pada akhirnya, tulisan ini menyisakan beberapa pertanyaan besar, kenapa partai seperti Golkar, PPP, PAN, Gerindra, PKB dicitrakan bisa “diatur-atur”? Tetapi, PDI-Perjuangan, Demokrat, Nasdem, dan PKS tampak lebih independen atau bahkan PSI bisa menikmati asyik akrobat sendiri?

Sumber: detikcom

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *