Sipil-Militer dalam Pilpres 2024

Sipil-Militer dalam Pilpres 2024
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Wacana memadukan calon dari latar belakang Sipil dan Militer salah satu yang kembali muncul setelah Anies Baswedan ditetapkan oleh Partai Nasdem sebagai Calon Presiden. Isitilah “sipil” dan “militer” adalah salah satu terminologi politik di Indonesia yang masuk dalam kategori terminologi “politik identitas”. Atau jika kita balik, istilah sipil dan militer adalah salah satu identitas politik dalam sosiologi politik di Indonesia. Seperti halnya dengan politik gender, dimana Undang-undang mengharuskan setiap partai politik memasukkan keterwakilan minimal 30 persen perempuan dalam ketentuan persyaratan kepengurusan Partai Politik, juga keharusan dalam menentukan daftar calon anggota legislatif. Sekaligus menunjukkan penerimaan kita terhadap realitas “politik identitas”. Sekalipun belakangan ini nampaknya ada pihak yang menutup mata atau buta dengan realitas politik identitas yang telah dimaklumkan dalam praktek politik demokrasi kita di Indonesia. Politik identitas itu sendiri, terjadi di berbagai negara demokrasi di dunia. Komunis misalnya sebagai identitas politik di Tiongkok, telah lama berjaya di negeri itu sebagai penguasa. Jangan berpikir Anda bisa bebas beraktifitas secara politik di Tiongkok jika anda tidak bersedia menerima dan atau menolak identitas politik Komunis di negeri itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Demikian halnya di Iran, jangan coba-coba melawan identitas politik Syiisme, demikian di India dengan Hinduisme; atau di Israel dengan zionisme. Praktek politik identitas itu nyata diberbagai belahan dunia. Baru-baru ini warga asli Brasil misalnya berhasil meloloskan tiga wakil mereka di Kongres melalui Pemilu, dengan mengedepankan pentingnya perhatian negara Brazil terhadap warga asli Brazil dalam pembangunan. Di Singapura, bahkan bukan hanya Politik identitas yang ditekankan, namun juga ada kebijakan kependudukan yang mengatur bagaimana etnis China di negeri itu harus tetap lebih mayoritas daripada warga Melayunya. Singkat cerita, kepada mereka yang mempropagandakan anti politi identitas, belajar lagi memahami realitas dari praktek penyelenggaraan sistem demokrasi di berbagai belahan dunia.

Kembali kepada tema catatan diatas, masih relevankah wacana Sipil-Militer dalam dialektika politik demokrasi di Indonesia? Atau masihkah relevan membicarakan dikotomi sipil-militer? Keduanya pertanyaan ini ada kemiripan, namun berbeda secara signifikan. Sipil-Militer sebagai terminologi politik tentu saja tetap relevan diperbincangkan terutama di negara demokrasi yang proses transisi demokrasinya tidak berjalan mulus, atau mengalami banyak hambatan. Namun bagi negara seperti Indonesia yang proses transisi demokrasinya telah berlangsung dengan baik, ditandai dengan berhasilnya pergantian kepemimpinan nasional yang mulus, tanpa gangguan, tidak ada kudeta masalah ini tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran besar. Hanya mereka yang masih mengidentifikasi politik mereka sebagai anti Suharto, atau anti orde baru yang masih menolak kehadiran militer atau eks militer dalam kanca politik nasional. , Dan itu populasinya sedikit sekali. Megawati saat maju Pilpres pun pernah berpasangan dengan Prabowo (Sipil-militer). Jadi tidak perlu lagi masalah itu dibesar-besarkan.

Anies Baswedan Capres, Siapa Cawapresnya?

Jika koalisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat (PD) dan Partai Kesejahteraan dan Keadilan (PKS) telah bersepakat membangun koalisi, dan kabarnya telah membentuk tim kecil untuk mematangkan proses persiapan deklarasi pasangan calon Presiden-calon wakil Presiden, untuk di proklamirkan kepada publik, tentu wajar jika bermunculan opini, saran dan rekomendasi dari berbagai pihak tentang siapa yang dipandang pantas, layak, dan tepat menjadi pasangan Anies Baswedan.

Di antara nama-nama yang muncul seperti Ahmad Heriawan, eks Gubernur Jawa Barat. Beliau kader PKS sebab itu wajar jika diusulkan oleh PKS. Dari sisi kepantasan tentu saja pantas, namun dari sisi ketepatan coba pertimbangkan juga sisi elektabilitas, yang bersangkutan. Apakah signifikan bisa menaikkan tingkat keterpilihan pada pilpres nanti. Ahmad Heriawan dari Jawa Barat, sama saja dengan Anies Baswedan yang juga dari Jawa Barat (Kuningan). Sebab itu dari sisi ini kami anjurkan cari yang lain.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *