Astagfirullah! Badai PHK Nyata, 45 Ribu Buruh Tekstil Sudah Dirumahkan

Badai PHK buruh tekstil
Badai PHK buruh tekstil
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah di depan mata. Bahkan, puluhan ribu buruh di industri pertekstilan di dalam negeri sudah dirumahkan akibat merosotnya permintaan dari berbagai negara yang dilanda inflasi.

Inflasi global telah menyebabkan permintaan ekspor produk pertekstilan turun, utamanya dari Amerika Serikat dan Eropa. Bahkan, negara-negara pengimpor meminta pengiriman ditunda sampai akhir tahun.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Sekarang (penurunan permintaan ekspor) sudah di kisaran 30 persen, mulai dirasakan pelemahannya dari akhir Agustus ya. Kalau kondisi tidak membaik mungkin hingga akhir tahun akan lebih buruk lagi, penurunannya akan lebih tajam lagi,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa kepada IDN Times, Rabu (26/10/2022).

1. Sebanyak 45 ribu karyawan pabrik tekstil dirumahkan

Dampak ancaman resesi global yang diproyeksikan terjadi pada tahun depan, kata dia sudah mulai dirasakan pada tahun ini. Akibat terpukulnya perekonomian dunia, industri yang mengandalkan pasar ekspor seperti tekstil terkena getahnya. Akhirnya, banyak karyawan yang dirumahkan.

“(Jumlah karyawan) dirumahkan, karyawan itu laporan ke asosiasi di kisaran 45 ribu, per September kemarin,” sebutnya.

Pada praktiknya, karyawan tidak hanya dirumahkan, ada pula yang kontraknya tidak diperpanjang atau dengan kata lain mengalami hal yang sama seperti pemutusan hubungan kerja.

“Ada beberapa anggota bilang istilahnya mereka bukan bicara mem-PHK tapi tidak memperpanjang kontrak karyawan, ya istilahnya mungkin sebetulnya similar aja ya dengan di-PHK,” ujar Jemmy.

2. Pengusaha butuh perlindungan di pasar dalam negeri

Biro Humas KemendagJemmy menjelaskan bahwa inflasi di dalam negeri juga mengganggu pemerintah domestik. Itu diperparah oleh masuknya produk-produk impor dari beberapa negara seperti, India, Bangladesh, hingga China.

Negara-negara tersebut juga mengalami penurunan permintaan dari pasar Eropa hingga Amerika Serikat sehingga berusaha mencari pasar lain, salah satunya Indonesia. Akhirnya Indonesia kebanjiran impor produk tekstil.

Belum lagi banjirnya pakaian bekas dari luar negeri yang menyebabkan industri tekstil dalam negeri, khususnya industri kecil dan menengah (IKM) kalah bersaing. Sebab, harga pakaian bekas lebih murah.

“Itu (pakaian bekas impor) mengganggu sekali produk tekstil terutama untuk market IKM ya karena IKM itu kan untuk menyisir market yang low, dan pakaian bekas itu head to head-nya dengan produk IKM. ((Pakaian bekas impor) harus disetop, memang secara aturannya pun dilarang,” tambah Jemmy.

3. Industri elektronik dan otomotif juga terpukul

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, industri pengolahan adalah yang paling terdampak melemahnya permintaan ekspor, terutama industri padat karya seperti pakaian jadi, tekstil, garmen, elektronik, dan otomotif.

“Itu yang terdampak, yang pada saat pasca pandemik yang sebelumnya diharapkan terjadinya kenaikan dari sisi permintaan ekspor, ternyata tidak sesuai dengan harapan,” tuturnya.

Hal tersebut tentu menjadi pertanyaan lantaran Indonesia terus mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 29 bulan berturut-turut. Namun, menurut Bhima capaian tersebut ditopang oleh industri berbasis komoditas.

“Karena surplus neraca perdagangan lebih ditopang oleh industri berbasis komoditas atau ekspor barang-barang mentah. Nah, sementara yang industri pengolahan atau barang jadinya, ini yang terdampak sehingga mereka terpaksa melakukan efisiensi dengan PHK,” tambah Bhima.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *