Propaganda Anti Politik Identitas dan Islamphobia

Propaganda Anti Politik Identitas dan Islamphobia
Dr. Ahmad Yani, SH. MH., Ketua Umum Partai Masyumi. Foto: detik
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Sejauh menggunakan politik identitas untuk membangun afiliasi politik, sejalan dengan sistem pemilihan Indonesia. Kita tau bahwa penggunaan dapil dalam setiap pemilihan DPR adalah afiliasi kedaerahan, dimana putera-puteri daerah tersebut dapat mewakili daerahnya di badan perwakilan.

Jadi penggunaan identitas sebagai afiliasi politik untuk mencapai tujuan politik yang sah dan konstitusional alias tidak dilarang.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menuduh Kelompok tertentu

Dalam dinamika politik Indonesia dewasa ini, bukan politik identitas yang perlu ditakutkan, tetapi menuduh kelompok tertentu menggunakan politik identitas dengan memojokkan golongan dan agama tertentu. Tuduhan itu sejauh mengenai kajian ilmiah tidak ada dasar teoritis nya.

Misalnya, tuduhan bahwa kalau seseorang (katakanlah ia politisi Islam) mencalonkan diri sebagai Presiden, maka akan terjadi perpecahan, negara akan menjadi negara Islam, kelompok minoritas akan disingkirkan dan lain-lain.

Pola dan tuduhan politik identitas hampir sama pernah terjadi dalam Pilpres AS Tahun 1801. Sebagaimana ditulis oleh Dr. Margarito Kamis (2019), mengutip kata-kata Leland.

Leland menggambarkan saat Jefferson terpilih menjadi presiden, mimbar-mimbar dipenuhi peringatan-peringatan, dan semua media massa mengeluhkan ramalan-ramalan, bahwa Alkitab semuanya akan dibakar, rumah-rumah pertemuan akan dihancurkan; ikatan pernikahan terurai, dan anarki, kekafiran dan ketidaksenonohan akan merajalela di seluruh negeri.

Peringatan itu semuanya tak terbukti bahkan tidak pernah terjadi sentimen dan anarkis yang ditakutkan itu. Tapi tuduhan keji terhadap Jefferson oleh lawan politiknya cukup menciptakan kekhawatiran yang serius. Karena pernah mempelajari Al-Quran, Jefferson pun disebut kafir.

Ketakutan semacam inilah yang sedang ciptakan oleh segelintir orang untuk memojokkan Islam. Fitnah dan tuduhan dari kelompok lain yang menjadi rival politik-lah kelompok Islam yang menciptakan rasa takut, dengan maksud memojokkan politik Islam dan Politisi Islam. Agar dengan fitnah itu politik Islam di benci dan mereka memperoleh keuntungan dari semua itu.

Sementara penguasaan sumber daya alam, ketimpangan ekonomi, penguasaan atas tanah yang dimonopoli oleh segelintir minoritas kaya terhadap mayoritas rakyat tidak pernah menjadi pembicaraan sedikitpun bagi penganjur politik identitas ini.

Karena itu saya curiga, bahwa proyek politik identitas ini diciptakan untuk memperlemah kekuatan politik berbasis kerakyatan, agar supaya oligarki semakin mdncengkram dengan memojokkan politik Islam.

Inilah skenario kaum liberal dan sekuler (dalam makna yang pejoratif) juncto oligarki untuk merusak keberagaman yang terbangun selama ini. Kaum liberal dan sekuler ini tidak akan pernah berhenti untuk mengganggu umat Islam dengan narasi islamphobia yang cukup merusak dengan menciptakan ketakutan-ketakutan yang tidak mendasar.

Padahal dalam sejarah berdirinya Republik, kelompok Islam ini sedari awal telah secara toleran dan moderat menerima keragaman dan persatuan Indonesia sebagai capaian final untuk sebuah negara, tanpa embel-embel negara Islam.

Bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu tidak akan pernah terwujud kalau seandainya Politik Islam tidak tampil sebagai pelopornya. Muhammad Natsir Ketua Umum Partai Masyumi yang juga Ketua Fraksi Masyumi di Parlemen Republik Indonesia Serikat mengusulkan mosi integral dan lahirnya NKRI.

Begitupun sebelum kemerdekaan, kekuatan Islam, baik melalui organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, MIAI, Syarikat Islam dan lainnya berjuang dengan identitas keislamannya untuk memerdekakan Indonesia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *