Lula Da Silva, Pelajaran Buat Anies Baswedan

Lula Da Silva
Anies dan AHY
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

Hajinews.id – Dunia hari ini digemparkan oleh kemenangan Lula Da Silva, tokoh buruh, menjadi Presiden ke-39 Brazilia, kemarin. Lula memang sudah pernah menjadi presiden sebelumnya, selama dua periode (1 periode 4 tahun), yakni tahun 2002-2008. Pada tahun 2019 Da Silva gagal mencalonkan diri, karena konspirasi politik orang-orang kaya memenjarakan dia 580 hari, atas tuduhan korupsi dari Petrogas, lalu distempel tidak pantas jadi calon presiden, yang kemudian dianulir oleh Mahkamah Agung atas desakan komisi HAM PBB, tahun 2019 lalu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lula dibenci orang-orang kaya karena ketika dulu presiden berhasil membuat orang-orang miskin mempunyai mobil dan memacetkan kota-kota di Brazil. “Orang-orang kaya ingin hanya mereka yang punya mobil sehingga mereka nyaman berkendara”, kata Lula. Begitu juga ketika Lula membuat UU pembantu rumah tangga, sehingga membuat orang kaya membayar pembantu lebih mahal lagi. Sejak kecil Lula memang bermimpi bagaimana membuat orang-orang miskin menjadi kaya. Hal ini terpatri di alam bawah sadarnya sejak kecil.

Lula adalah tukang semir sepatu di kota Sao Paulo, Brazil, setelah beberapa tahun pindah dengan perjalanan dua minggu dari kampung asalnya. Berbagai sumber menyebutkan perjalanan itu, Lula dan Keluarga, ditempuh dengan menumpang di bak belakang truk. Hidup miskin membuat Lula tidak tamat sekolah SD. Kehidupannya yang kita kenal saat ini, dimulai ketika ia diterima bekerja di pergudangan dan lalu pabrik metal dia Sao Bernardo Da Compo, Sao Paulo dalam usia belasan tahun. Pekerjaan itu mengantarkannya pada organisasi buruh otomotif dan kemudian menjadi ketua organisasi itu dengan anggota 100.000 pada usia dia 30 tahun, yakni tahun 1975.

Ideologi Menolong Orang Miskin

Idiologi Lula adalah menolong orang miskin. Para pendukung Lula melakukan pembelaan ketika kelompok Pro Presiden Bolsorano mengolok-olok Lula koruptor. Pembelaannya adalah “Lula korupsi untuk memperkaya orang miskin, tapi Bolsorano korupsi untuk memperkaya orang kaya”. Marc Morgan, Paris School of Economics melaporkan bahwa penghasilan orang paling miskin di Brazil naik sebesar 35% selama partai Buruh (Lula dan penerusnya Dilma Roussef) berkuasa 2004-2010 (Bloomberg, 26/10/22).

Reuters, dalam “Factbox: Brazil under Lula, the Working-class President”, 10/6/2009, menyebutkan 19 juta orang keluar dari kemiskinan akibat pertumbuhan ekonomi yang baik dan kebijakan transfer kepada orang miskin (program Bosma Familia atau seperti Bansos yang dimulai era SBY di sini). Lula sendiri dalam wawancara dengan Brasil De Fato, dalam judul “Lula: It Is The Worker Who Drive The Real Economy”, 29/4/22, mengklaim selama 2002-2014, ketika Partai Buruh berkuasa, mereka telah menciptakan 22 juta lapangan kerja baru, tingkat pengangguran 4,3%, dan menaikkan upah buruh, khususnya di awal pemerintahan dia, sebesar 74%.

Merujuk pada pikiran Jeffrey Sach dalam “The End of Poverty”, yang menyarankan kebijakan pengentasan kemiskinan dual track, yakni melalui kebijakan upah atau “generating income” dan juga subsidi langsung, atau menurut Sach, “berilah ikan kepada orang miskin, lalu berikan pancing setelah mereka kenyang”, telah diadopsi oleh Lula. Lula juga sejalan dengan landasan teoritis dari Professor Kreuger, penasehat ekonomi Obama, yang mengatakan bahwa kenaikan upah mendahului produktifitas, bukan sebaliknya, di mana Lula yakin ekonomi akan tumbuh jika stabilitas kerja formal dan upah tinggi tercapai. Karena, belanja buruh yang besar akan turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Lula juga mengatakan bahwa kesuksesan dia adalah membuat relasi yang kuat antara kebijakannya dengan buruh dan bekerja berdasarkan hati, bukan kepentingan.

Dalam Time, 4/5/22, “Brazil’s Most Popular President Returns From Political Exile With a Promise to Save the Nation”, dia mengatakan:
“I feel proud to have proven that a metal-worker without a university diploma is more competent to govern this country than the elite of Brazil,” he says. “Because the art of government is to use your heart, not only your head.””

Tantangan Lula Ke depan

Lula menghadapi situasi ekonomi yang parah, akibat krisis dunia, utang yang besar dan geopolitik “perang dingin”. Lula berjanji untuk ” Re-build Brazil”- that is restore public services battered by years of underinvestment, use Brazil’s fossil fuel resources to lower domestic energy prices and battle inflation, and help million of the Brazilians struggling with food insecurity ” (Time, 31/10), begitu juga janjinya menstop deforestasi Amazon yang ugal-ugalan oleh rezim Bolserano. Sementara, kemenangan Lula sendiri sangatlah tipis 50,9% vs. 49,1 % atau hanya menang tipis, 1,8% dari Bolsorano.

Dari kelompok far-left (sangat kiri) sendiri, meskipun mereka mendukung Lula, tapi mereka was-was dengan wakil presiden Lula, Geraldo Alckmin, yang merupakan kelompok kanan (Center-rigth) dan juga saingan Lula pada pilpres 2006. Beberapa tokoh sosialis mengungkapkan bahwa mendukung Lula adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk kemenangan buruh berikutnya. (Lihat: https://www.leftvoice.org/an-electoral-alternative-for-the-working-class-in-brazil/).

Dalam situasi kemenangan tipis ini, untung saja Amerika, Spanyol, Prancis dan Kanada langsung memberikan selamat kepada Lula. Pengakuan internasional ini setidaknya mengurangi kemungkinan kecurangan militer ataupun rezim Bolsorano.

Relevansinya Bagi Indonesia

Brazil adalah negara terbesar di Amerika Latin, dengan 200 juta penduduk. GDP mereka $1, 9 T di atas Indonesia yang $ 1,29 T, tahun 2022. Pendapatan yang besar ini membuat Brazil masuk dalam kelompok BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan South Africa) dan G-20. Indonesia dan Brazil seringkali dianggap mewakili negara berkembang dengan ekonomi yang besar. Namun, pengelolaan ekonomi yang bergantung utang dan berbagai indikator ekonomi yang buruk selama ini, membuat Brazil dan Indonesia masuk dalam kelompok “fragile five”, setidaknya jika tidak oleh Morgan Stanley, seperti di awal pengkatagorian, maka oleh lembaga rating lainnya (lihat: What are the Fragile Five, thebalancemoney.com). Secara struktur perekonomian, Brazil dan Indonesia mengalami ketimpangan yang sama, segelintir orang menguasai porsi perekonomian yang besar.

Lula, sebagaimana juga Anies, menjadi oposisi terhadap kaum kapitalis oligark. Massa pendukungnya pun mengharapkan demikian.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *