Tafsir Al-Quran Surat Al-Jatsiyah Ayat 27-32: Semua Amal Perbuatan Manusia Tidak Ada yang Tersembunyi di Hadapan Allah

Amal Perbuatan Manusia
Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI. Foto: tangkapan layar Youtube Kalam TV
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Ta’lim Bakda Subuh

Oleh: Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Ahad,13 November 2022

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Para jamaah kaum muslimin dan muslimat di Masjid Al-Hijri 2 dan yang berada di rumah, kita dapat berjumpa lagi dalam Pengkajian Tafsir di Masjid Al-Hijri II pada pada pagi ini Hari Ahad tanggal 18 Rabiul Akhir 1444 H bertepatan dengan tanggal 13 November 2022, untuk meneruskan kajian Tafsir Al-Quran dan mendalami ayat-ayat Allah. Insya Allah kita melanjutkan kajian tafsir kita pada Surat Al-Jatsiyah 27-32. Mari kita membaca Ummul Kitab Surat Al-Fatihah bersama-sama, dilanjutkan dengan Surat Al-Jatsiyah ayat 27-32 tersebut, yang artinya, “Dan milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya Kiamat, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan (dosa). Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman), “Inilah Kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.” Maka adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka Tuhan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Demikian itulah kemenangan yang nyata. Dan adapun (kepada) orang-orang yang kafir (difirmankan), “Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu tetapi kamu menyombongkan diri dan kamu menjadi orang-orang yang berbuat dosa?” Dan apabila dikatakan (kepadamu), “Sungguh, janji Allah itu benar, dan hari Kiamat itu tidak diragukan adanya,” kamu menjawab, “Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin.”

Ada beberapa pelajaran penting. Pertama, kekuasaan dan kepemillikan Allah SWT, di dunia dan di akhirat. Pada ayat ini dijelaskan juga pada Hari Kiyamat nanti, kepemilikan dan kekuasaan yang bersifat mutlak. Semua dalam “genggaman Allah”. Mengapa harus dijelaskan begitu? Pada waktu itu masih ada orang yang tidak percaya akan terjadinya Hari Kiyamat. Pada hari itu, semua manusia bertekuk lutut, menunggu catatan amalnya, yang menceritakan semuanya secara benar, tanpa terlewatkan. Mungkin saja amal kita manusia tidak diketahui oleh orang lain, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Tapi, amal-amal itu semuanya tercatat. Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT mencintai orang-orang atau hamba Allah yang:

  1. bertaqwa, tanpa mengenal batas waktu,
  2. kaya hati, tidak terlalu tergantung orang lain, merasa cukup atas semua nikmat yang diberikan oleh Allah SWT,
  3. menyembunyikan amal perbuatannya, orang yang berbuat kebaikan tanpa diketahui orang lain, atau melatih keikhlasan.

Kategori ketiga ini termasuk orang-orang yang masyhur di langit (masyhurun fis sama’), hanya diketahui oleh para malaikat. Misal, di sepertiga malam, orang itu bangun, beribadah dan membaca Al-Quran. Sahabat Bilal bin Rabah RA senantiasa menjaga wudhu’nya. Setiap batal wudhu’, langsung wudhu’ lagi, tanpa diketahui orang lain. Hingga akhirnya Rasulullah SAW kagum kepadanya, karena suara sandal atau terompah Sahabat Bilal ini terdengar di surga.

Ayat ini juga catatan amal yang pasti benar, tercatat semua. Bahkan, hingga bekas-bekas amal perbuatan, yang dikerjakan oleh anak keturunan kita. Misal, kita sering berbuat amal baik dengan memberi santunan anak yatim, atau senang menjaga silaturrahim dengan kerabat dan sahabat. Setelah kita meninggal dunia, amal perbuatan seperti ternyata tetap atau terus dikerjakan anak-keturunan kita ini akan menjadi amal perbuatan kita. Perhatikan Surat Yasin Inna nahnu nuhyil mawta. Setelah itu, manusia akan dibagi menjadi dua bagian. Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka Allah SWT akan memasukkan mereka ke dalam surga atas rahmat dan kasih sayang Allah. Sebagian makna dari kata “rahmat” di sini diartikan sebagai surga Allah. Jadi, orang masuk surga itu bukan hanya karena amal perbuatannya, tetapi karena Rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Kelompok kedua adalah orang-orang yang tidak beriman, karena takabbur dan sombong, maka Allah SWT akan memasukkan mereka ke dalam neraka. Sifat-sifat yang menjadi sumber malapetaka di dunia dan di akhirat: (1) Takabur, sombong, atau menolak keimanan dan kebenaran (2) Hasad, dengki atau iri dengan kebahagiaan orang lain atau gembira atas penderitaan orang lain, (3) Tamak, rakus, atau menghalalkan segala cara, untuk mencapai tujuan pribadi dan kelompoknya.

Menjawab pertanyaan, apakah jika kita berinfak atau berwakaf itu lebih baik menyebutkan nama atau “Hamba Allah” saja? Sementara para amil atau nazir itu memerlukan data orang-orang yang berinfaq dan berwakaf. Jika dimaksudkan untuk pertanggungjawabkan, menyebutkan nama tidak apa-apa. Tapi, jika ternyata nama kita tidak disebut sebagai pemberi infaq, kemudian kita marah, itu yang dapat mengurangi derajat keikhlasan amal kita. Sekali lagi, di dunia ini adalah darul amal, atau tempat untuk beramal dan berbuat kebaikan, sedangkan di akhirat adalah darul jaza’, tempat untuk menerima pahala/ganjaran.

Menjawab pertanyaan tentang jika kita sudah bertaubat, apakah amal keburukan kita di masa lalu akan diperlihatkan pula? Al-Quran telah menunjukkan ketentuan yang sangat jelas. Perhatikan Surat Al-Furqan ayat 67-71 “Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan barangsiapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya”. Kita tidak boleh berhenti bertaubat atau membaca istighfar, dengan sungguh-sungguh, bahkan setiap selesai shalat sangat dianjurkan. Rasulullah SAW minimal membaca istighfar 100 kali setiap selesai shalat atau minimal 500 kali dalam sehari-semalam. Siti Asisyah RA sampai bertanya kepada Rasulullah SAW, “Mengapa Engkau masih membaca istighfar demikian banyak? Bukankan Allah SWT telah menjamin Engkau dengan surga?” Rasulullah SAW menjawab dengan sangat mengagumkan, “Aku berusaha menjadi orang yang selalu bersyukur”.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *