Kegunaan G20 Bagi Indonesia

G20 Bagi Indonesia
Presiden Joko Widodo bersama para pemimpin negara G20, organisasi internasional, dan undangan lainnya melakukan peninjauan ke Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022) pagi. Peninjauan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tingkat (KTT) G20 di bawah presidensi Indonesia. Foto: facebook Setkab RI
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Agustinus Edy Kristianto

Hajinews.idG20 itu apa? Untungnya buat kita apa? Kenapa yang protes pada dibungkam? Anggaran Rp674 miliar buat penyelenggaraannya yang berasal dari APBN, apa timbal baliknya buat 275 juta rakyat Indonesia? Apakah yang miskin punya harapan buat sejahtera di masa depan lewat G20?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Saya sepakat G20 strategis. Ia mewakili 60% populasi bumi dan 80% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia. Karena seksi itulah, pemerintah kelihatan bersolek betul dan sosok Presiden Jokowi dielu-elukan di berbagai media.

Mungkin Jokowi menyimpan hasrat manggung di politik internasional setelah lengser. Mungkin dia mau terlihat hebat di mata internasional sehingga menguatkan posisinya sebagai King Maker Indonesia.

Siapa tahu!

Tapi, seperti biasa, kita tak boleh larut hanya pada apa yang tampak di berita. Kita mau lihat permainan dan duit-duitnya. Saya pikir, sestrategis apapun forumnya, selama secara mental dan perilaku penyelenggara negara masih korup dan jongkok, tidak akan ada artinya.

Pikiran saya, inti G20 kali ini adalah politik energi masa depan dunia. Terbukti, negara-negara kaya akan menyapih Indonesia untuk melakukan transisi ke energi bersih (nonfosil dan batubara) dengan rencana menggelontorkan dana US$20 miliar (Rp300 triliun, kurs Rp15 ribu). US$10 miliar buat sektor publik dan US$10 miliar swasta.

Indonesia ditargetkan bebas karbon pada 2050 alias lebih cepat satu dekade dari rencana sebelumnya. Indonesia adalah tempat 1/3 hutan hujan dunia dan ketergantungannya terhadap energi kotor dinilai sangat tinggi.

Itu duit gurih banget. Tentu saja negara kaya bukanlah sinterklas yang akan lempar duit itu dari atas helikopter buat kita semua. Pembiayaan itu berupa hibah, pinjaman, jaminan pemerintah, atau investasi swasta.

Kelihatannya porsi terbesar adalah sebagai utang yang harus kita bayarkan di kemudian hari. Pakai APBN!

Anda perlu amati paradoksnya. Bagaimana transisi energi itu terjadi sementara sejumlah pejabat dan pengusaha yang terafiliasi dengan pejabat yang membuat kesepakatan juga merupakan pengusaha batubara?

Menko Maritim dan Investasi yang juga panitia G20 adalah salah satu pemilik perusahaan batubara TBS Energi Utama (TOBA). Kakak Menteri BUMN adalah pemilik perusahaan batubara juga (ADRO). Dan banyak lagi pejabat dan kroninya yang main tambang.

Oleh sebab itu wajar jika ada yang menuding transisi energi tersebut bermuka dua. Jangan-jangan nanti hanya bertujuan memberikan “label hijau” buat batubara dan energi fosil.

Teknologi untuk itu sudah ada dan pemerintah beberapa waktu lalu telah menjalin kesepakatan dengan satu perusahaan Amerika Serikat yang bergerak di bidang tersebut. Pabriknya sudah berdiri di Kawasan Jababeka.

Kita lihat saja nanti sejauh mana jargon transisi energi itu diwujudkan. Paling ujung-ujungnya adalah masalah negosiasi kontrak dan bagi-bagi jatah uang dari utang tersebut.

Karena jargonnya adalah energi bersih maka konsekuensinya adalah latah “kendaraan listrik”.

Harusnya sejak dulu kita sudah bisa membaca mengapa seorang Kepala Staf Kepresidenan yang masih aktif bisa membentuk perusahaan kendaraan listrik. Kemudian, perusahaan yang dimiliki salah satunya oleh Menko Marives, TBS Energi Utama (TOBA) patungan dengan GOTO membentuk Electrum, yang berbisnis kendaraan listrik.

Akhirnya terang, lewat momen G20, terciptalah kesepakatan antara Electrum dan BUMN Pertamina untuk mengembangkan bisnis kendaraan listrik.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *