Diprotes Pengusaha, Semua Gubernur Tetap Akan Umumkan UMP Hari Ini

ilustrasi pabrik garmen (AFP via Getty image)
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Pemerintah provinsi di seluruh Indonesia bakal mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 hari ini, Senin (28/11). Walaupun dapat penolakan dari pengusaha, sepertinya kenaikan UMP akan mengacu ke aturan baru dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Sekretaris Jenderal Kemenaker, Anwar Sanusi mengatakan besaran UMP ini nantinya dihitung menggunakan formula baru melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Aturan baru dari Kemeneker tetap digunakan meski dihujani protes dari pengusaha dan buruh. Bahkan, sesama pengusaha juga ada perbedaan pendapat.

Secara prinsipnya, para pengusaha ngotot upah minimum Tahun 2023 harus dilandaskan formula perhitungan dari Undang-Undang Cipta Kerja dengan turunannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/ 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Aturan baru itu menetapkan formulasi khusus penghitungan kenaikan upah minimum tahun 2023 dengan batas maksimal kenaikan 10%. Aturan baru ini malah bikin pengusaha tak senang karena akan menaikkan kenaikan UMP lebih tinggi bila dibandingkan dengan PP No 36/2021.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid telah mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan uji materiil Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18/ 2022 yang menetapkan kebijakan upah minimum 2023.

Mencari kepastian hukum

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz Wuhadji menyatakan bahwa alasan pertama dilakukannya uji materiil terhadap Permenaker Nomor 18/ 2022 merupakan sebagai upaya KADIN dalam menegakkan kepastian hukum di dalamnya.

“Pertama, tentu kepastian hukum. Sangat tidak mungkin kita memakai produk instrumen regulasi yang ada dualisme, yaitu PP 36/ 2021 dan Permenaker No 18/2022. Itu sangat tidak mungkin,” ujar Adi Mahfudz kepada CNBC Indonesia, dikutip Ahad(27/11/2022).

Menurut Adi, keputusan yudikatif saya dibutuhkan untuk menjawab kebingungan hingga keambiguan yang disebabkan oleh aturan baru yang terkesan hadir secara mendadak tersebut.

Alasan kedua, keputusan dualisme yang disebutkan sebelumnya, bersifat negatif atau kontraproduktif. Artinya Permenaker No 18/2022 bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu dalam hal ini dengan UU Cipta Kerja dan turunannya PP No 36/2021.

“Makanya kita membutuhkan, bagaimana menjaga stabilitas investasi, keberlangsungan usaha, kesejahteraan pekerja itu sendiri, dan tentu juga keadilan untuk pelaku usaha,” ujarnya.

Selanjutnya, alasan yang ketiga ialah situasi ekonomi. Adi menyebut situasi ekonomi dunia saat ini juga menjadi salah satu alasan KADIN untuk melakukan uji materiil Permenaker No 18/2022. Pasalnya, menurut dia, Recovery pasca pandemi masih belum stabil, ditambah ancaman resesi global. Hal itu, sangat berdampak pada sektor usaha, khususnya pada sektor padat karya. Sebab, sektor padat karya sangat bergantungan dengan ekspor.

“Permintaan sudah landai, bahkan sudah menarik permintaan itu. Makanya kita perlu seyogyanya bahwa formula tadi sebaiknya ditetapkan tepat sasaran, komprehensif, dan tentu sesuai dengan koridor hukum yang ada,” lanjutnya.

“Kenapa kita harus melakukan uji materiil? Karena itu tadi ya, kepastian hukum, keputusan yang kontraproduktif, situasi ekonomi,” ungkap Adi.

Waketum KADIN itu mengatakan, pengusaha selalu taat kepada regulasi yang ada. Namun, kepastian dari pijakan regulasi mana yang dipakai itu yang menjadi alasan para pengusaha melayangkan protes belakangan ini.

“Kalau pengusaha itu sebenarnya taat regulasi ya. Sebetulnya juga kita tidak melihat besarannya (kenaikan UMP maksimal 10%), tetapi proses mekanismenya, dan kepastian dari pijakan mana yang kita pakai,” jelasnya.

Adi menyampaikan bahwa pijak pengusaha selama ini sangat jelas, yaitu regulasi yang ada. Oleh sebabnya, ia mewakili suara pengusaha mengaku kaget dengan hadirnya Permenaker No 18/2022 yang secara mendadak tersebut.

“Kami sungguh dikagetkan bahkan kurang bisa menerima ada Permenaker yang dadakan tersebut, kan kaget. Kami pengusaha itu mikirnya komprehensif,” pungkas Adi.

Sementara itu, hal senada juga disampaikan oleh Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anton Supit mengatakan, uji materiil dilakukan untuk membuktikan dari kepastian hukum Permenaker No 18/2022.

“Jadi, uji materiil itu bukan soal kenaikan UMP-nya, tetapi aspek legalnya. Kebijakan-kebijakan yang keluar itu tidak boleh bertentangan dengan UU atau aturan yang di atasnya, yaitu UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36/2021,” tegas Anton kepada CNBC Indonesia.

Adi menyampaikan bahwa pijak pengusaha selama ini sangat jelas, yaitu regulasi yang ada. Oleh sebabnya, ia mewakili suara pengusaha mengaku kaget dengan hadirnya Permenaker No 18/2022 yang secara mendadak tersebut.

“Kami sungguh dikagetkan bahkan kurang bisa menerima ada Permenaker yang dadakan tersebut, kan kaget. Kami pengusaha itu mikirnya komprehensif,” pungkas Adi.

Sementara itu, hal senada juga disampaikan oleh Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anton Supit mengatakan, uji materiil dilakukan untuk membuktikan dari kepastian hukum Permenaker No 18/2022.

“Jadi, uji materiil itu bukan soal kenaikan UMP-nya, tetapi aspek legalnya. Kebijakan-kebijakan yang keluar itu tidak boleh bertentangan dengan UU atau aturan yang di atasnya, yaitu UU Cipta Kerja dan turunannya PP 36/2021,” tegas Anton kepada CNBC Indonesia.

Anton meminta kepada pemerintah bahwa dalam mengeluarkan Permenaker tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum yang sudah ada. Namun, menurutnya, dengan ditetapkan Permenaker nomor 18/2022 pada 16 November 2022 kemarin, tidak ada kepastian hukum di dalamnya.

Oleh sebab itu, Anton mewakili suara dari para pengusaha menekankan bahwa pihaknya akan tetap minta untuk memakai PP 36/2021 sebagai dasar hukum dalam menentukan kenaikan UMP Tahun 2023.

“Kita konsisten dengan ketentuan hukum,” ujar Anton.

Selain itu, Anton menyampaikan bahwa pengusaha menolak Permenaker nomor 18/2022 bukan semata-mata karena ingin mencari keuntungan sendiri, melainkan ingin tetap taat dan konsisten terhadap regulasi hukum yang ada.

“Itu bukan karena kita merasa lebih menguntungkan, tetapi memang hukumnya harus begitu. Artinya kalau mau berubah ya silahkan rubah dulu Undang-Undangnya (PP 36/2021),” pungkas Anton.

Sumber: cnbc

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *