Duniamania: Mafia Berujung Binasa

Mafia Berujung Binasa
Muchotob Hamzah, Ketua MUI dan Anggota Dewan Pembina Pengurus Daerah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PD IPHI Kabupaten Wonosobo,  Jawa Tengah.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



By Muchotob Hamzah, Ketua MUI dan Anggota Dewan Pembina Pengurus Daerah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PD IPHI Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Hajinews.id – Mencintai dunia adalah naluri setiap manusia. Tidak ada satupun manusia dapat melepaskan kecintaan padanya baik berupa wanita, anak, harta emas dan perak, kendaraan yang disenangi dll. (QS.At-Taubah: 24). Dunia yang dicintai itu, minimal sesuap nasi, seteguk air, sehelai kain dan sejengkal tanah. Kemudian isteri atau suami dan anak pinak. Cinta dunia boleh asal tidak melebihi mizan.  Dan yang ini ujungnya ma’fuwwa (ampunan). Jika lebih, akan terjebak dalam mafia dan ujungnya binasa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Meskipun sesederhana itu, tetapi umumnya berat bagi setiap insan untuk meninggalkan dunia (QS. Al-Jum’ah: 8). Banyak orang yang mendambakan hidup abadi, atau setidaknya seribu tahun (QS. Al-Baqarah: 96). Mencintai dunia yang melebihi mizan (QS. Rahman: 8) disebut hubbud-dunya atau duniamania. Dari sinilah lahirnya rasa takut berlebihan terhadap kematian.

Bahkan ilmuwan dan teknolog  juga sudah mendisain teknologi cryogenik untuk berusaha mengabadikan hidup manusia. Meski begitu, secanggih apapun teknologi kedokteran hari ini, belum dapat menghalangi malakulmaut  untuk menunaikan tugasnya (QS. As-Sajdah: 11).

Faktanya, semua kehidupan (manusia, jin, malaikat, tetumbuhan, kehèwanan), cepat atau lambat pasti mencicipi kematian (QS. Ali Imran: 185). Perkara ada yang meronta dan menolak, tetap mati juga (QS. Al-Jum’ah: 8; Qaf: 19).  Atau ada yang berserah diri (bukan bunuh diri) karena keimanannya yang mendalam, tidak   jarang kita menyaksikannya (QS. Al-Fajr: 28-30; Bukhari 6026). Yaitu orang yang telah mencintai Allah  SWT. sehingga menjadi ikhlas dan ridho (meninggalkan dunia untuk bertemu dengan-Nya=liqa’Allah), kemudian iapun diridhai oleh-Nya (QS. Alfajr 28).

Anehnya, masih ada saja orang yang lalai atas bimbingan Allah YM Kasih agar merancang kehidupan yang baik untuk  dunia esok (QS.Al-Hasyr: 18), setelah datang penghancur kelezatan dunia alias kematian (At-Tirmizi: 2407). Orang terpukau dengan  kelezatannya  yang oleh Nabi saw. disebut sebagai zahratuddunya=bunga-bunga dunia yang melalaikan (Bukhari: 1372) dan melampau garis mizan menjadi duniamania=hubbud-dunya dan takut mati=karahiyatulmaut (Abu Dawud 4297).

Hubbud-Dunya sebagai Pandemi

Ketika hubbudunya sudah menjadi pandemi, yang seakan menggenapi nubuwwah Rasulullah saw., manusia bagaikan orang yang buang air besar di toilet. Orang lain yang merasakan baunya sudah tidak tertahankan, dianya enak tongkrong di WC sambil mengisap rokok. Jangankan peduli orang lain yang megap-megap menahan napas, dirinya malah enggan keluar dari tongkrongannya dan merasa semakin nikmat.

Dari sinilah pangkal segala mafia, yaitu pandemi Hubbud-Dunya. Jika penyakit hubbud-dunya telah menjadi pandemi, maka tidak ada ruang kehidupan baik soal bernegara, berpolitik, berekonomi, bersosial  beriptek dan bahkan beribadah sekalipun yang bebas dari mafia.

Coba kita baca tulisan Sukidi, Kompas, 15/12/2022/1, dalam judul “Mafia, Negara dan Rakyat”. Ia mencontohkan ada mafia anggaran, proyek, pajak, tanah, tambang, batubara, minyak, beras, gula, daging, alkes, bansos, hingga peradilan dan hukum. Jika perlu menambahi: Ada lini perjuangan fi sabilillah yang dimasuki mafia sehingga terjadi suap dan money politics, korupsi seperti pemilihan pejabat, partai dan pemilihan ormas Islam dll. Ada juga 9yang tega memafiakan ibadah haji.  Dalam iptek, ada journal ilmiyah tetapi abal-abal. Ada pula disertasi yang dibeli dari orang yang setelah diujikan ditumpuk dalam gudang dst.

Merujuk hadits riwayat via Tsauban ra. tersebut di atas, pandemi hubbud-dunya dan karahiyatulmaut itu dinamakan penyakit “Al-Wahn” yang berarti lemah lunglai (Abu Dawud 4297). Indikatornya: 1. Kuantitas oke, tetapi menjadi bancakan musuh bagai tumpeng yang dikepung orang-orang lahab. 2. Kualitas bagai buih banjir yang ditandai dengan: a. lemah dan tidak berbobot. b. susah disatukan. c. gampang pecah baik karena lemahnya kepemimpinan atau sebab yang lain.

Wal-‘iyadzu billaah.

Wallaahu A’lam bis-Shawaab!!!

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *