Pakar Hukum Tata Negara Beberkan 2 Dampak Diberlakukannya Perppu Cipta Kerja

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan dampak dari diterbitkannya peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo.

Pertama, kata Bivitri, Undang-Undang Cipta Kerja yang daya rusaknya luar biasa pada lingkungan, hak-hak buruh, dan sebagainya jadinya dianggap berlaku lagi.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kedua, praktik buruk tentang pemerintah yang mengabaikan konstitusi dan dua cabang kekuasaan negara lainnya yakni legislatif serta yudikatif bisa jadi akan menjadi pola baru yang makin menguatkan karakter otoritarianisme.

“Apalagi, dari kemarin Pak Mahfud selalu bilang Perppu itu hak subjektif presiden,” kata Bivitri ketika dihubungi Tribunnews.com pada Ahad (1/1/2023).

“Secara teori begitu memang begitu, makanya ada pembatasan-pembayan tentang ‘hal ihwal kegentingan memaksa’, tetapi justru ini yang diinjak-injak oleh pemerintah sekarang,” sambung dia.

Indonesia, kata dia, negara hukum.

Oleh karena itu menurutnya semua harus ada ukurannya yaitu konstitusi.

“Tidak bisa subjektivitas presiden dijadikan dasar dalam bertindak, itu jadinya seperti titah raja, bukan seperti dalam negara hukum,” kata Bivitri.

Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan medesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.

“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).

Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum.

Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.

Sumber: tribunnews

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *