PERPU Melawan Putusan MK

PERPU Melawan Putusan MK
PERPU Melawan Putusan MK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Chazali H Situmorang /Pemerhati Kebijakan Publik

Hajinews.id – Menjelang akhir tahun 2022, tepatnya 30 Desember 2022, Presiden menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Beleid tersebut membuat inkonstitusional bersyarat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi pada Undang-Undang No. 11-2020 tentang Cipta Kerja menjadi gugur.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Perppu No. 2-2022 diterbitkan atas dua dasar, yakni kebutuhan mendesak presiden dan kekosongan hukum. “Menurut ilmu hukum di manapun, hampir seluruh ahli hukum sependapat bahwa keadaan mendesak itu adalah hak subjektif presiden. Itu adalah kunci utama untuk dikeluarkannya Perppu,” kata Mahfud di Kantor Kepresidenan, Jumat (30/12).

Bagaimana pendapat Prof. Denny Indrayana? Beliau menyatakan, Perpu ini memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa.” Hal ini pada akhirnya menegasikan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Denny menilai jika ada anggapan seperti diberbagai pemberitaan bahwa “Perpu No 2/2022 ini menggugurkan Putusan MK” maka hal ini yang menjadi kesalahan besar.

Sebab ini berarti presiden telah melakukan pelecehan atas putusan sekaligus kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak menghormati MK. “Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court,” ungkapnya.

Sebab Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk menguji konstitusionalitas undang-undang.

Ketika MK menyatakan satu UU tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK. “Bukan dengan menggugurkannya melalui Perpu,” kata Denny.

Perlu diketahui, putusan MK tegas menyatakan secara formal UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.

Tetapi MK masih berbaik hati pada pembuat Undang-Undang, walaupun UU Nomor 11/2020 inkonstitusional, tidak final, tetapi bersyarat. Syaratnya apa? Diperbaiki UU tersebut, dari aspek metode Omnibus Law dan partisipasi publik yang signifikan,dalam jangka waktu 2 tahun. Jika tidak, UU Cipta Kerja tidak konstitusional secara final.

Kita masih ingat, walaupun Presiden Jokowi kecewa dengan putusan MK itu, tetapi secara tegas menyatakan bahwa Pak Jokowi patuh pada keputusan MK. Jejak digital/dokumen atas sikap Presiden tersebut,dapat kita baca dari berbagai media elektronik dan media cetak.

Sebagai bentuk kepatuhan Pemerintah dan DPR terhadap Keputusan MK, maka UU Nomor 12/2011 Tentang Pemebentukan Peraturan Perundang-undangan diperbaiki dengan memasukkan metode Omnibus Law dalam proses perencanaan penyusunan perundang-undangan. Terbitlah perubahan kedua UU P3 itu Nomor 13/2022.

Produk pertama dari UU Nomor 13/2022, lahirnya UU Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang juga masih menimbulkan persoalan dimasukkannya dana JHT yang berasal dari UU SJSN.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *