Benarkah Madinah Menjadi Ukuran Benar Dan Salah ?

Madinah Menjadi Ukuran Benar Dan Salah
Kota madinah. Foto: unsplash
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



3. Dimaknai berduyun-duyunnya manusia ziarah ke Madinah

Sebagian ulama lainnya memaknai hadits di atas sebagai sebuah majas, yakni akan banyak prang-orang beriman yang pergi ke Madinah untuk mengunjungi masjid Nabawi dan berziarah ke kubur Nabi ﷺ.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Berkata imam Nawawi rahimahullah :

ثم ‌بعد ‌ذلك ‌في ‌كل ‌وقت ‌إلى ‌زماننا ‌لزيارة ‌قبر النبي صلى الله عليه وسلم والتبرك بمشاهده وآثاره وآثار أصحابه الكرام فلا يأتيها إلا مؤمن

“Kemudian di masa-masa berikutnya sampai zaman kita sekarang ini (Masa imam Nawawi), kaum muslimin silih berganti berziarah ke Madinah, untuk datang ke kubur Nabi ﷺ, bertabarruk dengan napak tilas tempat-tempat yang menjadi bekas beliau dan para shahabatnya yang mulia. Dan tidak ada yang datang ke sana kecuali orang beriman.”[4]

4. Orang mukmin akan selalu rindu Madinah

Sebagian ulama lainnya memaknai hadits ini sebagai gambaran kecintaan orang beriman kepada kota Madinah. Sebagaimana ular adalah hewan yang gesit dan bersegera jika ia ingin kembali ke lubangnya, orang mukmin juga akan bersiap-siap dan bergegas ketika ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Madinah.

Berkata Ibnu Battal rahimahullah :

فيه أن المدينة لا يأتيها إلا المؤمن، وإنما يسوقه إليها إيمانه ومحبته فى النبى صلى الله عليه وسلم ‌فكأن ‌الإيمان ‌يرجع ‌إليها ‌كما ‌خرج ‌منها أولا، ومنها ينتشر كانتشار الحية من جحرها، ثم إذا راعها شىء رجعت إلى جحرها

“Hal ini karena memang Madinah tidak akan didatangi kecuali oleh orang beriman. Mereka merindukan Madinah karena keimanan dan kecintaan kepada Nabi ﷺ.

Dan sebagaimana iman kembali ke Madinah sebagaimana ia pernah keluar berasal dari Madinah di awal (dakwah). Darinya tersebar dakwah sebagaimana ular keluar dari lubangnya dan ketika terancam juga kembali ke dalamnya.”[5]

Yang disalah pahamkan.

Tidak ada satupun ulama yang menjadikan hadits diatas sebagai dalil bahwa kelompok atau madzhab pemahaman yang ada di Madinah yang lebih unggul dari yang lain, apalagi sampai mengklaim pemahaman yang ada di sana lebih benar dari yang ada si tempat lain.

Demikian juga menjadikan hadits di atas dan hadits-hadits lainnya tentang keutamaan kota Madinah sebagai “dalil” sebaiknya berguru dan mengambil ilmu itu dari alumni-alumni Madinah jelas kengawuran tingkat tinggi.

Jika logikanya demikian, mengapa para ulama dahulu repot-repot ada yang keliling ke berbagai negeri-negeri Islam untuk menimba ilmu dari berbagai ulama di tempat tersebut. Ya kan haditsnya jelas itu, dan tentu ulama di masa itu jauh lebih berilmu dari ulama-ulama hari ini.

Yah untung saja makhluk-makhluk seperti ini telat lahir, kalau mereka hidup di masa itu, pasti ulama seperti imam Syafi’i akan ditahdzir oleh mereka karena keluar dari Madinah dan melanjutkan belajar ke Kufah. Begitu juga nasib para muhaditsin yang lain akan dianggap menyimpang karena malah memilih negeri lain sebagai tempat untuk mengambil hadits.

Tapi karena ulama itu tahu dalil dan juga tahu cara menggunakan dalil, mereka tidak pernah memaknai hadits dengan semaunya sendiri. Termasuk dalam masalah ini. Karena itulah al imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah berkata :

وإن ‌كان ‌المراد ‌استمرار ‌ذلك ‌لجميع ‌من ‌سكنها ‌في ‌كل ‌عصر ‌فهو ‌محل النزاع ولا سبيل إلى تعميم القول بذلك لأن الأعصار المتأخرة من بعد زمن الأئمة المجتهدين لم يكن فيها بالمدينة من فاق واحدا من غيرها في العلم والفضل فضلا عن جميعهم بل سكنها من أهل البدعة الشنعاء من لا يشك في سوء نيته وخبث طويته كما تقدم والله أعلم

“Jika yang dimaksud adalah berlakunya keutamaan ini bagi seluruh penduduk Madinah sepanjang zaman, maka inilah yang menjadi titik tengkar sebenarnya.

Tidak ada alasan yang dibenarkan untuk mengatakan demikian, sebab zaman belakangan setelah zaman para imam mujtahid tidak ada lagi di Madinah orang yang menandingi seorang pun dari generasi itu dalam hal ilmu dan keutamaan, apalagi seluruh penduduk Madinah.

Bahkan, Madinah pernah ditempati oleh Ahli Bid’ah Tercela yang tidak diragukan lagi kebusukan niat dan kejahatan akhlak mereka.”[6]

Wallahu a’lam

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *